Tuesday, June 14, 2016

Remember



4 tahun yang lalu ketika jerit tangis itu pecah.. seakan duniaku terasa runtuh.
tanpa sbuah pesan...
tanpa sbuah kata....
engkau tlah pergi meninggalkan kami ayah.

walaupun hampir 4 tahun waktu itu tlah berlalu
tapi rasa kehilangan itu masih begitu lekat..
maafkan kami ayah...

maafkan kami putra dan putrimu ayah...
maafkan kami yang belum mampu membahagiakanmu 
maafkan kami yang belum bisa memenuhi smua keinginanmu di saat2 terakhirmu...

Ayah..
walaupun raga kita terpisah jauh tapi rasa sayang kami ini tetap tersimpan rapi 
untukMu lantunan Doa slalu kami panjatkan dalam Sujud..

Ayah..
Tak trasa sudah 4 tahun Kau pergi meninggalkan kami
hidup tanpa belayan dan kasih sayangmu
tak ada lagi tatapan senyuman di wajahmu

Ayah...
lihatlah kami yang slalu brusaha tegar menjalani kejamnya kehidupan ini
lihatlah kami yang berjuang menggapai mimpi2 kami

Ayah..
Trima kasih atas semua perjuangan dan pengorbananmu untuk membesarkan kami
Trima kasih kau tlah ajarkan kami ketegaran 
Trima kasih kau tlah hadir dalam kehidupan kami 

Ya Rahman.. Ya Rahim..
Kami titipkan ayah tercinta kami kepada-Mu
sayangi beliau seperti Engkau menyayangi kami 
pertemukanlah kami kembali di alam nan jauh 
satukanlah kami dalam indahnya syurgaMu..
ampuni stiap kesalahan dan kekhilafannya
berikan beliau tempat terindah di sisi Mu ya Rabbi.....

Sesungguhnya kami lemah, kami tak berdaya tanpa kekuasaanmu Ya Allah...
Kabulkan Doa dan permohonan kami Ya Rabb
Amin... Amin Ya Robbal Alamin...

Robbighfirli Wali Walidayya Warhamhuma Kama Robbayani Shogiro....

Friday, January 11, 2013

hahhaaa


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses belajar-mengajar sehingga menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan. Sehingga sekolah diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional.
Matematika  sebagai salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka penguasaan teknologi, baik bagi siswa, masyarakat pada umumnya, negara dan bagi matematika itu sendiri. Hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar untuk menata nalar dan membentuk sikap untuk berpikir secara logis, sistematis dan kreatif. Oleh karena itu, seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar harus mampu menerapkan cara efektif dan efesien agar tujuan pembelajaran terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami.
Demikian halnya pada siswa SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone, yang menurut informasi yang diperoleh dari guru bidang studi matematika bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA masih rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian siswa hanya mencapai 54,65 yang masih berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65,00 dari skor ideal 100 sehingga masih perlu ditingkatkan. Informasi lain yang diperoleh dari guru tersebut bahwa dalam proses belajar mengajar matematika, peserta didik kurang antusias untuk belajar, peserta didik lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, diam dan enggan mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran matematika, peserta didik mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum matematika yang telah dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep matematika akan kurang.
Selain itu hasil belajar juga merupakan indikator keberhasilan proses pembelajaran karena dengan adanya hasil belajar yang baik dapat menunjukkan apakah materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru dapat dipahami siswa dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif pembelajaran untuk lebih meningkatkan lagi hasil belajar siswa.
Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran kelompok atau pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah secara bersama.
Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan bagi siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik teman sebaya, yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tertentu. Jadi tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Berdasarkan materi pelajaran matematika mengenai Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone, maka tipe pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan adalah tipe Make a Match. Penerapan tipe ini dimulai dari teknik yaitu guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban, kemudian peserta didik dibagi dalam kelompok kecil, setelah itu setiap kelompok menerima satu paket kartu soal/kartu jawaban, kartu dikocok kemudian dibagikan pada setiap anggota kelompok, setiap anggota kelompok memikirkan dan mencari pasangan dari kartu yang diambilnya sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Atas dasar uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian tindakan kelas dengan judul  “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match pada Siswa Kelas  VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone”.

B.     Identifikasi Masalah
1.      Peserta didik kurang antusias untuk belajar dan lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru.
2.      Model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional.
3.      Rendahnya hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika.

C.     Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalahnya adalah “Apakah dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone?”

D.    Cara Memecahkan Masalah
Masalah tentang rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone akan dipecahkan melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.


E.     Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match”.

F.      Batasan Istilah
1.      Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya seseorang siswa dalam proses belajar mengajar.
2.      Hasil belajar matematika adalah prestasi yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang berkenaan dengan materi suatu mata pelajaran.
3.      Pembelajaran kooperatif merupakan startegi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4.      Pembelajaran make a match adalah pembelajaran yang dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

G.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika.
2.      Siswa semakin termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak monoton.
3.      Dapat memberikan masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam rangka perbaikan atau peningkatan pembelajaran.



















BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR
 DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.     Kajian Pustaka
1.      Pengertian Belajar    
Belajar merupakan suatu proses aktif sehingga siswa harus berpartisipasi aktif dalam belajar. Motivasi terbaik sehingga belajar bisa aktif ialah siswa haruslah aktif dan tidak pasif sebagai penerima. Karena demikian pentingnya belajar maka tidak heran bila masalah-masalah belajar terus menjadi kajian menarik bagi banyak ahli pendidikan.
Menurut Winkel (2004:58) belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.
Menurut Morgan (Thobroni dan Arif Mustofa, 2011:20) “belajar dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”.
Dalam Trianto (2009:15), Anthony Robbins Mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Menurut Jerome Brunner (Trianto, 2009:15) belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Sedangkan Slameto (Haling, 2007:1) mengemukakan “belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan prilaku dan mental yang relatif tetap sebagai bentuk respon terhadap suatu situasi atau sebagai hasil pengalaman dan interaksi dari lingkungan. 

2.      Hasil Belajar Matematika
Belajar matematika adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika serta hubungan antara konsep dan struktur matematika. Matematika berkenaan dengan ide atau konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarki.
Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya seseorang siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keberhasilan seseorang dalam belajar, diperlukan suatu alat ukur. Dengan mengukur hasil belajar seseorang dapat diketahui batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Menurut Nana Sudjana (Kunandar, 2008:276)  menyatakan bahwa “hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.
Sedangkan S. Nasution (Kunandar, 2008:276)   berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.
Hasil belajar matematika adalah prestasi yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang berkenaan dengan materi suatu mata pelajaran. Hasil belajar ini dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan kepada pencapaian suatu tujuan. Sehingga kualitas belajar matematika adalah mutu atau tingkat prestasi yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar matematika.
Keberhasilan seseorang mempelajari matematika tidak hanya dipengaruhi minat, kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampuannya terhadap matematika serta diperlukan keterampilan intelektual, misalnya keterampilan berhitung. Hasil yang dimaksud adalah tingkat penguasaan untuk mengukur hasil belajar sesuai dengan tujuan pencapaian kognitif disesuaikan dengan taraf kognitif siswa.

3.      Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran  kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Menurut Nurulhayati (Rusman, 2010:203) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa menemukan dan memahami konsep-konsep yang dianggap sulit dengan cara bertukar pikiran (berdiskusi) dengan teman-temannya. Diskusi merupakan salah satu metode yang dapat mengaktifkan siswa dan memungkinkan siswa menguasai konsep atau memecahkan suatu masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan berfikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.
Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) terdapat  unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif  (Trianto, 2009:60), yaitu:
a.    Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksenya kelompok.
b.    Interaksi antara siswa yang semakin meningkat, dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
c.    Tanggung jawab individual, dalam hal membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa tidak dapat hanya sekadar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.
d.    Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok menuntut keterampilan khusus.
e.    Adanya proses kerja kelompok, misalnya diskusi.
Sedangkan ciri-ciri pembelajaran kooperatif (Ibrahim, 2000:6-7)adalah sebagai berikut :
a.    Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.    Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki  kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.    Bilamana mungkin angggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
d.    Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Menurut Suherman (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif. Hal-hal tersebut meliputi:
a.       Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b.      Para siswa tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
c.       Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
d.      Para siswa tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.
Slavin (Trianto, 2009:61) mengemukakan bahwa konsep utama dari belajar  koopertif, yakni:
a.       Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
b.      Tanggung  jawab individual, berfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
c.       Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri.
Terdapat enam langkah utama di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mangorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar  dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efesien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase

Tingkah Laku Guru

Fase-5
Evaluasi

Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Trianto (2009:66)

Menurut Slavin (Taniredjadkk, 2011:60), tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan dan dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Menurut Depdiknas tujuan pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Meningkatkan hasil akademik
Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. 
b. Penerimaan akan Keanekaragaman
            Belajar kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi sosial, untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dapat belajar menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain: berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

4.      Pembelajaran Make a Match
Metode Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode Make a Match  (Ramadhan, 2008) sebagai berikut:
1.      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.      Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3.      Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4.      Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
5.      Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6.      Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
7.      Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
8.      Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
5.      Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
a.      Bentuk-Bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
·        Persamaan linear dengan satu variabel
Persamaan linear dengan satu variabel adalah persamaan yang memiliki satu variabel dan peubahnya berpangkat satu.
Perhatikan persamaan berikut ini:
1.      a + 5 = 7         
  1. 3p – 2 = 13
  2. = 9
  3. x = 3x + 6
Masing-masing persamaan di atas hanya memiliki satu variabel yaitu a, p, m, dan x, dengan masing-masing variabelnya berpangkat satu.
Untuk menyelesaikan persamaan ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.       Dengan cara subsitusi.
Contoh:
x + 7 = 10
Untuk x = 0, maka 0 + 7 = 10 (merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 1, maka 1 + 7 = 10 (merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 2, maka 2 + 7 = 10 (merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 3, maka 3 + 7 = 10 (merupakan kalimat yang benar)
Jadi, x = 3 adalah solusi dari x + 7 = 10, maka HP = {3}.
b.   Dengan cara menambah dan mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama dan jika perlu dengan mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan yang sama.
Contoh:
                 =
        =
           =
                      =
                      =
·        Persamaan Linear Dengan Dua Variabel  
Persamaan linear dengan dua variabel ialah persamaan yang mengandung dua variabel dimana pangkat/derajat tiap-tiap variabelnya sama dengan satu.
Bentuk Umum PLDV :
 
 dan  disebut variabel
Perhatikan persamaan 3x + 2y = 6. Persamaan 3x + 2y = 6 memiliki dua variabel yaitu x dan y, dan masing-masing variabel tersebut berpangkat satu. Maka persamaan seperti 3x + 2y = 6 disebut persamaan linear dengan dua variabel.
Contoh persamaan linear dengan dua variabel
1.      x + y = 4
2.      x – y = 3
3.      3a – b = 0
·        Sistem Persamaan Linear Dengan Dua Variabel
Sistem persamaan linear dua variabel adalah dua persamaan linear dua variabel yang mempunyai hubungan diantara keduanya dan mempunyai satu penyelesaian.
Bentuk umum SPLDV :
 
 
dengan  ,  disebut variabel
disebut keifisien
 ,  disebut konstanta
Sistem persamaan dua variabel dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk dan variabel, misalnya:
1.      x + 2y = 15 dan 3x + y = 10
2.      3pq + 10 = 0 dan 2p + q – 2 = 0
a)      Perbedaan antara Persamaan Linear Dua Variabel dan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

Persamaan linear dengan dua variabel hanya terdiri dari satu persamaan, dan pengganti-pengganti dari variabel-variabelnya hanya memenuhi untuk persamaan tersebut.   
Contoh:
2x + y = 4 adalah persamaan linear dengan dua variabel
1.       Penyelesaian 1; x = 1 dan y = 2
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi untuk persamaan 2x + y = 4
2.      Penyelesaian 2; x = 2 dan y = 0
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi untuk persamaan 2x + y = 4
3.      Penyelesaian 3; x = 0 dan y = 4
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi untuk persamaan 2x + y = 4
Jadi, penyelesaian untuk 2x + y = 4 memiliki lebih dari satu pasangan nilai x dan y.
Sistem persamaan linear dengan dua variabel terdiri dari dua persamaan, dan pengganti-pengganti dari variabelnya harus memenuhi untuk kedua persamaan tersebut.
Contoh:
x + y = 5  dan 2x + 3y = 13 adalah sistem persamaan linear dua variabel.
Penyelesaiannya x = 2 dan y = 3
Penyelesaian tersebut memenuhi untuk persamaan x + y = 5 maupun 2x + 3y = 13. Jadi, penyelesaian untuk sistem persamaan x + y = 5 dan 2x + 3y = 13, hanya memiliki satu pasangan nilai x dan y.
b)      Menyatakan suatu Variabel Dengan Variabel Lain pada Persamaan Linear 

Contoh:
Tentukan penyelesaian dari x dan y pada persamaan-persamaan berikut ini
1.   x  + a = 4a
2.   5p + 2x = 3p
Penyelesaian
1.   x  + a = 4a
            x = 4aa
            x = 3a
2.   5p + 2x = 3p
             2x = 3p – 5p
             2x = -2p
               x =
                x = -p
Pada jawaban 1 dan 2, nilai variabel x dinyatakan dalam variabel a atau variabel p.
c)      Mengenal Variabel dan Koefisien pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel 

Contoh:
1.      4x + 5y = 10
      Koefisien dari x  adalah 4
      Koefisien dari y adalah 5
      x dan y adalah variabel
2.      axby = 5
      Koefisien dari x  adalah a
      Koefisien dari y adalah -b
      x dan y adalah variabel
d)      Akar  dan Bukan Akar Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Dalam sistem persamaan linear dua variabel terdapat pengganti-pengganti dari variabel sehingga kedua persamaan menjadi kalimat benar. Pengganti-pengganti variabel yang demikian disebut penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel. Penyelesaian ini disebut juga akar dari sistem persamaan.
Pengganti-pengganti dari  variabel yang mengakibatkan salah satu atau kedua persamaan menjadi kalimat tidak benar disebut bukan penyelesaian sistem persamaan atau bukan akar sistem persamaan tersebut.
Contoh:
Diketahui sistem persamaan   x + 2 y = 10 dan 2xy = 5. Tunjukkan bahwa x = 4 dan y = 3 merupakan penyelesaian
Penyelesaian:
Nilai x dan y di substitusi pada persamaan x + 2 y = 10 dan      2xy = 5 sehingga:      x + 2 y   = 10                    2xy  = 5
          4 + 2(3)  = 10                             2(4) – 3 = 5                       
               4 + 6 = 10                                 8 – 3  = 5
                    10 = 10 (benar)                         5   = 5 (benar)
            Pada sistem persamaan x + 2 y   = 10 dan 2xy  = 5, jika x = 4 dan y = 3, ternyata menghasilkan kalimat benar. Oleh karena itu x = 4 dan y = 3 adalah penyelesaian atau akar dari sistem persamaan x + 2 y   = 10 dan 2xy  = 5

b.      Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Untuk menentukan penyelesaian dari sistem persamaan linear dengan dua variabel dapat ditentukan dengan 3 cara yaitu:
1.      Metode subsitusi
Subsitusi berarti mengganti, menentukan anggota himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dengan dua variabel dengan metode subsitusi, dilakukan dengan cara mengganti salah satu variabel lainnya, yaitu mengganti x dengan y, atau mengganti y dengan x.
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan
2 x + y = 10….(1)
         x= 2y…(2)
Penyelesaian:
Karena pada persamaan ke dua x = 2 y, maka gantilah 2 y pada persamaan
2 x + y = 10, sehingga diperoleh:
2 x + y = 10
2 (2 y) + y = 10
     4 y + y = 10
           5 y =
              y = 2
Untuk memperoleh nilai x, gantilah y dengan 2 pada persamaan        
   2 x + y = 10 atau x = 2 y sehingga diperoleh:
                               2 x + 2 =  10             atau               x  =  2 y
                                     2 x  =  10 – 2                            x  =  2 (2)       
                                        x  =                                    x  =  4
                                        x  =  4
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(4,2)}.                        



2.      Metode Eliminasi
Dilakukan dengan menghilangkan salah satu variabel. Pada metode eliminasi, angka dari koefisien variabel yang akan dihilangkan harus sama atau dibuat menjadi sama.
Contoh:
Tentukan penyelesaian sistem persamaan                           x + y = 8……….(1)
                                                                   xy = 2………. (2)
Penyelesaian:
Dari persamaan-persamaan yang diketahui ternyata koefisien x sama besar dan koefisien y juga sama besar. Penyelesaian sistem persamaan dapat ditentukan dengan menghilangkan (mengeliminasi) x atau y, sehingga penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
(i).  Menghilangkan (mengeliminasi) y
            Karena koefisien berlawanan tandanya, maka untuk menghilangkan y dilakukan dengan menjumlahkan.
              x + y    =  8                        Keterangan: x + x = 2 x
              xy     =  2                                            y + (-y) = y - y = 0
                    2 x =  10
                       x = 
                       x =  5
Untuk menentukan nilai y, subsitusikan x = 5 pada salah satu persamaan yang diketahui:
              x + y    = 8                  atau                    xy   = 2
              5 + y    =  8                                            5 – y   = 2
                      y   =  8 – 5                                          - y  = 2 – 5
                    y     =  3                                                - y  = -3
                                                                                   y   =
                                                                                    y  = 3
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(5,3)}.
(ii). Menghilangkan (mengeliminasi) x
            Karena koefisien x sama, maka untuk menghilangkan x dilakukan dengan cara mengurangkan.
              x + y    = 8                        Keterangan:  xx  = 0
              xy     = 2                                            y – (-y) = y + y = 2 y
                    2 y  =  6
                       y  = 
                       y  =  3
Untuk menentukan nilai x, subsitusikan y = 3 pada salah satu persamaan yang diketahui:
              x + y    =  8                  atau                    xy   = 2
              x + 3    =  8                                            x – 3  = 2
                    x    =  8 – 3                                             x = 2 + 3
                    x    =  5                                                   x = 5
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah {(5,3)}.

3.      Metode Grafik
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dengan metode grafik (berupa garis-garis lurus) dari persamaan-persamaan linear yang diketahui dalam satu diagram. Koordinat titik potong garis-garis tersebut merupakan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan.
Contoh:
Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan x + y = 6 dan 2 xy = 0 untuk x, y R.
Jawab:
Perhatikan persamaan x + y = 6
Titik potong pada sumbu X,                                     Titik potong pada sumbu Y,
maka y            = 0, sehingga                           maka x         = 0, sehingga
 x + 0            = 6                                          0 + y           = 6
ó     x          = 6                                            ó            y  = 6
Atau menggunakan tabel berikut:
X
0
6
Y
6
0
(x,y)
(0,6)
(6,0)

Perhatikan persamaan 2xy = 0
Untuk x = 0, maka:                           Untuk x = 1, maka:
         2 x 0 – y = 0                                       2 x 1 – y = 0
              0 – y = 0                                             2 – y = 0
                    y = 0                                                - y = 0  - 2
                                                                             y = 2
X
0
1
Y
0
2
(x,y)
(0,0)
(1,2)
       
Grafik dari sistem persamaan tersebut ditunjukkan pada gambar berikut ini:







Koordinat titik potong kedua grafik adalah (2,4). Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(2,4)}.

B.     Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka dan latar belakang, diperoleh bahwa Matematika berkenaan dengan ide atau konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarki. Oleh karena itu, matematika merupakan dasar untuk menata nalar dan membentuk sikap untuk berpikir secara logis, sistematis dan kreatif.
Bila kita perhatikan secara seksama metode mengajar yang diterapkan guru masih bersifat konvensional yaitu ceramah akibatnya siswa kurang antusias dalam belajar matematika, peserta didik lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, diam dan enggan mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Oleh karena itu, pembelajaran  kooperatif sangat cocok diterapkan dalam proses belajar mengajar agar pembelajaran berjalan lancar, efektif, dan efisien.
Berdasarkan materi pelajaran matematika mengenai Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone, maka tipe pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan adalah tipe Make a Match. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki keunggulan, yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, sehingga siswa dapat saling membantu dan bekerja sama dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
B.     Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam hal ini adalah jika diterapkan pembelajaran kooperatif  tipe Make a Match maka hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone dapat meningkat.








BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Tindakan yang diberikan adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

B.     Subjek dan Tempat Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone sebanyak 20 siswa, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

C.     Faktor yang Diselidiki
 Untuk menjawab pertanyaan ada beberapa faktor yang diselidiki yaitu sebagai berikut:
1.   Faktor siswa dan prosesnya yaitu dengan mengamati aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Aktivitas yang dimaksud adalah:
a.       Siswa yang hadir pada saat proses pembelajaran berlangsung.
b.      Siswa yang mengajukan pertanyaan/permasalahan mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru.
c.       Siswa yang menjawab pertanyaan/permasalahan yang diajukan guru.
d.      Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah.
2.      Faktor guru: dengan memperhatikan bagaimana guru melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
3.      Faktor hasil: dengan melihat hasil belajar matematika siswa dan respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, setelah pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diterapkan.

D.    Prosedur Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai rancangan siklus yang ingin dicapai. Kedua siklus merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan artinya pelaksanaan siklus II merupakan rangkaian kelanjutan dan perbaikan dari siklus I. Setiap siklus dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan.
Dengan berdasarkan rencana pembelajaran di atas, maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan prosedur: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi (Arikunto, 2011:20).
Berikut gambaran umum pelaksanaan penelitian pada siklus awal.
Gambaran umum siklus awal
Langkah awal yang akan dilakukan pada siklus ini adalah menyiapkan materi pelajaran yang akan diajarkan.
1.      Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang akan dilakukan tahap perencanaan
a.       Menelaah SMP kelas VIII semester ganjil pada mata pelajaran matematika.
b.      Membuat perangkat pembelajaran setiap pertemuan yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kartu soal dan kartu jawaban pada setiap pertemuan.
c.       Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan lembar keterlaksanaan pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung.
d.      Menyiapkan alat bantu pembelajaran yang dibutuhkan.
e.       Membuat tes hasil belajar matematika
f.        Membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran koopertif tipe Make a Match.
2.      Tahap Pelaksanaan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa siklus awal berlangsung selama 4 kali pertemuan, yang terdiri dari pelaksanaan tindakan selama 3 kali pertemuan dan tes akhir siklus 1 kali pertemuan. Adapun kegiatan pada tahap pelaksanaan adalah melaksanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan, sebagaimana yang telah disusun pada RPP.
Pada awal siklus I ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, serta mengecek kesiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pembelajaran, selanjutnya guru menyampaikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a match serta menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya. Selajutnya guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. Guru menjelaskan hal-hal penting pada pokok bahasan yang dipelajari sebagai pengantar sebelum kegiatan kelompok dilaksanakan. Kemudian guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan/masalah dan jawaban  dalam bentuk kartu. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok.  Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan. Bagi siswa yang berhasil menemukan pasangan kartu yang diambilnya sebelum batas waktu yang ditentukan akan mendapatkan poin.
3.      Tahap Observasi dan Evaluasi
Selama proses pembelajaran dilaksanakan pengamatan tentang kondisi pembelajaran baik itu pada siswa maupun pada guru menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan observasi ini, guru dibantu oleh seorang observer. Sedangkan data evaluasi diperoleh dengan melihat hasil latihan mandiri, PR, dan tes hasil belajar matematika siswa pada akhir siklus I. Tanggapan atau saran siswa mengenai pembelajaran kooperatif tipe Make a Match juga merupakan sumber informasi yang berharga dalam mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran.
4.      Refleksi
Hasil yang didapat pada tahap observasi dan evaluasi, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, dikumpulkan dan dianalisis untuk dijadikan bahan pemikiran dalam merefleksi kegiatan selama tindakan dilakukan. Dari hasil refleksi ini, guru mengetahui hal-hal yang masih perlu dibenahi dan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus berikutnya. Hasil ini menjadi acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya yang diharapkan memberikan hasil yang lebih baik dari siklus awal, dan tentunya tetap mempertahankan hal-hal yang sudah dianggap baik pada siklus I.
Jika pada siklus awal/siklus I tidak tercapai maka dilakukan siklus berikutnya/siklus II.
Gambaran umum siklus II
Sebagaimana halnya siklus I, siklus II juga berlangsung selama 4 kali pertemuan.
1. Tahap Perencanaan
a.       Melanjutkan tahap perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I.
b.      Dari hasil refleksi pada siklus I, guru menyusun rencana baru untuk ditindak lanjuti, antara lain mengawasi siswa lebih tegas lagi dan memberikan arahan atau motivasi kepada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran atau tidak aktif.
2.      Tahap Pelaksanaan
Tindakan siklus II ini adalah melanjutkan langkah-langkah yang telah dilakukan pada siklus I dan beberapa perbaikan yang dianggap perlu dalam memecahkan masalah yang muncul pada siklus sebelumnya. Tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a.       Melanjutkan tindakan model pembelajaran kooperatif.
b.      Siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas diberikan bimbingan secara lansung.


3.      Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi siklus II ini adalah melanjutkan kegiatan pada siklus I yang dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar.
4.      Refleksi
Pada tahap refleksi umumnya langkah-langkah yang dilakukan pada siklus II seperti halnya yang dilakukan pada siklus I, yaitu :
a.       Menilai dan mengamati perkembangan hasil belajar siswa dan nilai tes akhir siklus II.
b.      Mengamati dan mencatat perkembangan-perkembangan atau hal-hal yang dialami oleh siswa selama berlansungnya proses belajar mengajar.
c.       Menarik beberapa kesimpulan dari hasil analisis refleksi dan keseluruhan data yang telah diperoleh selama dua siklus.

E.     Instrumen Penelitian
            Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalah:
1.      Lembar tes hasil belajar
Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui gambaran hasil belajar siswa. Tes hasil belajar berbentuk essay yang dibuat oleh penulis berdasarkan kisi-kisi tes yang meliputi materi kelas VIII.
2.      Lembar observasi aktivitas siswa
Lembar obervasi siswa digunakan untuk melihat aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajara kooperatif tipe make a match, dalam hal kehadiran siswa, kesungguhan siswa mengikuti proses belajar mengajar, kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal dan rasa percaya diri.
3.      Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
Lembar observasi ini di gunakan untuk mendapatkan informasi mengetahui kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran dan menilai kualitas pembelajaran mulai dari kegiatan awal sampai kegiatan penutup sesuai dengan RPP.
4.      Lembar respons siswa
Lembar Respons/tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran yang digunakan diambil dengan menggunakan angket yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuliskan tanggapannya pada akhir setiap siklus.

F.      Teknik Pengumpulan Data
1.      Sumber Data
Sumber data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone.
2.      Jenis Data
Data yang diperoleh dari suatu sumber data berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dikategorikan menurut gambaran kualitas objek yang diperhatikan yang diperoleh melalui lembar observasi dan respons siswa, sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan yang diperoleh melalui tes hasil belajar.

3.      Cara Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Data hasil belajar matematika diperoleh dengan memberikan tes uraian pada setiap akhir siklus.
b.      Data tentang aktivitas siswa dan keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.
c.       Data tentang respons siswa diperoleh dengan memberikan angket respons/tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika.

G.    Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriftif. Analisis data deskriftif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar dalam bentuk nilai tertinggi, terendah, rentang nilai, standar deviasi, tabel distribusi frekuensi, persentase serta kategori hasil belajar. Data hasil belajar dikategorikan dengan menggunakan teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh Departemen pendidikan nasional (Megasari, 2011:24) sebagai berikut:
Tabel 3.1 Teknik Kategori Standar berdasarkan Ketetapan Depdiknas
No
Nilai
Kategori
1
0-54
Sangat Rendah
2
55-64
Rendah
3
65-79
Sedang
4
80-89
Tinggi
5
90-100
Sangat Tinggi

H.    Indikator Keberhasilan
               Indikator keberhasilan yang menunjukkan keberhasilan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) ini adalah adanya peningkatan skor rata-rata belajar matematika siswa setiap siklus setelah pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diterapkan, dengan tuntas secara klasikal. Siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 65,00 dari skor ideal 100 dan tuntas klasikal minimal 85% dari jumlah siswa telah tuntas belajar.         
   














BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil-hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa setelah pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II serta hasil observasi selama pelaksanaan tindakan. Data analisis dengan menggunakan statistika deskriptif untuk mengetahui skor rata-rata, standar deviasi, median, frekuensi dan persentase nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai siswa pada tes tersebut.
Sebelum pemberian tindakan peneliti terlebih dahulu dilakukan tes awal untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi yang diajarkan. Adapun data skor awal siswa sebagai berikut:
Tabel 4.1 Statistik Skor  hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone pada awal pembelajaran

Statistik
Nilai Statistik
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai maksimum
Nilai minimum
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
20
100
80
25
55
49.75
45
45
17.051

Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika sebelum diberikan tindakan sangat rendah hanya mencapai 49,75 yang berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65,00. Terlihat  dari  banyaknya siswa yang tidak mampu mengerjakan soal yang diberikan oleh guru, siswa kurang antusias untuk belajar, mereka cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru. Hal ini disebabkan metode yang diterapkan guru masih bersifat konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti memberikan tindakan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Dalam pembelajaran kooperatif  siswa diberi kesempatan untuk saling bekerjasama dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah secara bersama. Selain itu, metode make a match memiliki keunggulan dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan.
Dengan penerapan pembelajaran koopertaif tipe make a match diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone. Adapun hasil penelitian sebagai berikut:

A. Hasil Penelitian
1. Siklus I      
a.    Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan Siklus I ini peneliti telah menelaah silabus pada kurikulum pada materi pembelajaran matematika kelas VIII semester I pada satuan pendidikan SMP dengan materi sistem persamaan linear dua variabel. Setelah menetapkan materi penelitian kemudian membuat rencana kegiatan pembelajaran dengan metode make a match, menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban mengenai materi yang diajarkan dan mempelajari dengan baik materi yang akan diajarkan, serta menyiapkan contoh-contoh yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Selanjutnya peneliti menyiapkan bahan-bahan penunjang untuk kelancaran penelitian, antara lain, alat evaluasi, pedoman observasi, angket respon siswa, serta refrensi penunjang yang relevan dengan penelitian.
b.      Tahap Pelaksanaan
           Adapun kegiatan pada tahap pelaksanaan adalah melaksanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan, sebagaimana yang telah disusun pada RPP. Pada awal siklus I ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, serta mengecek kesiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pembelajaran, selanjutnya guru menyampaikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a match serta menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya. Selajutnya guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. Guru menjelaskan hal-hal penting pada pokok bahasan yang dipelajari sebagai pengantar sebelum kegiatan kelompok dilaksanakan. Kemudian guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban  dalam bentuk kartu. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok.  Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan. Bagi siswa yang berhasil menemukan pasangan kartu yang diambilnya sebelum batas waktu yang ditentukan akan mendapatkan poin.
c.    Tahap Observasi dan Evaluasi
1)      Hasil Belajar
            Pada siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan. Adapun data skor hasil belajar siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.2 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada Siklus I
Statistik
Nilai Statistik
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
Variansi
20
100,00
85,00
30,00
55,00
60,70
62,00
55,00
15,39
236,93

Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika setelah diterapkan pembelajaran kooperatif  tipe make a match  ,pada siklus I adalah 60,70 dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah 100. Dari skor rata-rata tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone pada siklus I sebesar 60,70%. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya perhatian siswa dengan melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung.
Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada Tabel 4.3 :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada Siklus I

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
  0 – 54
55 – 64
65 – 79
80 – 89
  90 – 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
5
6
5
4
0
25,00
30,00
25,00
20,00
0
Jumlah
20
100

Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diberi tindakan pada siklus I berada pada kategri rendah.
2)      Aktivitas Siswa
Pada siklus I tercatat sikap yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Sikap siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas.
Adapun sikap siswa dari siklus I adalah sebagai berikut :
1.      Kehadiran siswa
Siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah  95%. Kehadiran siswa yang tidak mencapai 100% disebabkan beberapa faktor antara lain ada siswa yang sakit, izin dan tanpa keterangan.
2.      Siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru pada saat penyajian materi pelajaran
Pada siklus I siswa yang mengajukan pertanyaan sebanyak 18,35%, hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa masih takut dan malu untuk mengajukan diri.
3.      Siswa yang menjawab pertanyaan guru
Pada siklus I siswa yang menjawab pertanyaan guru sebanyak 7,89%, hal ini masih rendah karena siswa masih cenderung untuk menjawab secara serentak.
4.      Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis
Pada siklus I kepasifan siswa dalam proses belajar mengajar masih tinggi, dalam hal ini mengajukan diri naik mengerjakan soal yang masih didominasi oleh siswa yang pintar dan itupun jika ditunjuk, penyebabnya siswa takut salah dalam menjawab soal. Pada siklus I, siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal  di papan tulis sebesar  13,33%.
5.      Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
        Pada siklus I, siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah (PR) sebesar 85%. Siswa yang kurang perhatian untuk menyetor pekerjaan rumah dengan berbagai alasan yang mereka berikan.
6.      Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut, bermain, dll)
Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut, bermain, dll) pada siklus I sebesar 26,65%.
3)      Keterlaksanaan Pembelajaran
            Adapun hasil analisis tentang keterlaksanaan pembelajaran Guru dalam pemgelolaan pembelajaran kooperatif tipe make a match yaitu:
·        Pertemuan I
            Pada pertemuan I dikegiatan awal, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, membaca doa sebelum belajar serta mengecek kesiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pembelajaran, selanjutnya guru menyampaikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a match serta menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya.
   Pada tahap kegiatan inti, guru menjelaskan materi mengenai Membedakan Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) dengan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Menyatakan variabel dengan variabel lain suatu Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) dan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan materi. Kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau memberikan tanggapan atas penjelasan diberikan. Selanjutnya, siswa diarahkan belajar kelompok, pada kegiatan ini peneliti membentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang.
Selanjutnya guru memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban  dalam bentuk kartu dengan masalah yang berbeda pada setiap siswa. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok.  Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan.
Pada saat proses kerja kelompok masih banyak siswa yang bingung bagaimana cara mencocokkan kartu yang dipengannya, karena siswa belum terbiasa dengan metode make a match, sehingga guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan siswa bagaimana cara mencocokkan kartu yang dipegangnya. Tapi walaupun masih belum sempurna, namun antusias dan kemamuan siswa untuk belajar sangat baik. Setelah siswa mencocokkan kartu yang dipegannya dalam batas waktu yang ditentukan, siswa diminta untuk mencatat kartu soal dan jawaban dan mempersentasikan hasil kerja kelompok.
Pada kegiatan penutup Siswa yang mampu mencocokkan kartunya dan mempunyai kerjasama yang baik mendapatkan penghargaan berupa pujian dari guru dan guru menyimpulkan materi pelajajaran, selanjutnya guru memberikan pekerjaan rumah.
·        Pertemuan II
            Pada pertemuan ini, peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran yang pada dasarnya sama dengan pertemuan pertama. Namun pada pertemuan kedua ini peneliti lebih memaksimalkan pengelolaan pembelajaran untuk mengatasi masalah yang ada pada pertemuan pertama.
Pada pertemuan II, sebelum memulai materi baru,guru dan siswa membaca doa, mengecek kehadiran siswa, guru melakukan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi sebelumnya. Setelah itu, guru bersama siswa bersama-sama memulai membuka dengan pelajaran dengan materi mengenal  variabel  dan  koefisien  sistem  persamaan  linear dua variabel serta menentukan
penyelesain persamaan linear dua variabel, Peserta didik diminta untuk menyediakan seluruh alat tulis menulis dalam memulai proses belajar mengajar  memberikan siswa untuk bertanya. Guru harus dapat menumbuh kembangkan keberanian siswa agar mereka dapat siswa meyampaikan materi yang akan di pelajari dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya.
Selanjutnya, siswa diarahkan belajar kelompok, pada kegiatan ini peneliti membentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang, selanjutnya guru memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban  dalam bentuk kartu dengan masalah yang berbeda pada setiap siswa. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok.  Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan.
Kegiatan akhir, guru memberikan penghargaan pada siswa yang dapt mempersenatasikan hasi kerja kelompok,siswa dan guru menyimpulkan seluruh materi yang telah diajarkan.guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa.
·        Pertemuan III
            Pada pertemuan III, materi yang diajarkan mengenai cara Menentukan akar dan bukan akar Sistem Persamaan Linear   Dua Variabel SPLDV, pada kegiatan awal, membaca doa bersama, guru mengecek kehadiran siswa guru melakukan apersepsi,menyampaikan tujuan dan memotivasi siwa untuk belajar.
            Pada kegiatan inti dan kegiatan penutup pada pertemuan ini berjalan seperti halnya pada pertemuan kedua.
·        Pertemuan IV
           Kegiatan awal guru mempersiapkan tes hasil belajar (siklus I), guru menjelaskan tujuan  melakukan tes hasil belajar (siklus I) serta mengecek bagaimana kesiapan siswa daam mempersiapkan ulangan. Guru mengabsen nama–nama siswa, setalah itu guru memulai ulangan.
           Kegiatan inti setiap siswa mendapatkan lembar tes hasil belajar dan angket mengenai respons siswa terhadap pembelajaran kooperati tipe make a match yang di bagikan oleh guru setelah itu guru menjelaskan tujuan tes hasil belajar (siklus II) dan Kegiatan akhir. Setelah selesai ulangan, guru menutup pelajaran.
4)      Respons Siswa
Berdasarkan angket yang dibagikan pada siswa maka diperoleh respons/tanggapan siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut:
1.      Apakah Anda menyukai pelajaran matematika dengan metode make a match?.
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 10%.
2.      Apakah Anda menyukai cara guru mengajar yang diterapkan dengan metode make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”.
3.      Apakah dengan metode make a match dapat membantu Anda memahami materi pelajaran matematika?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 10%.
4.      Apakah Anda antusias belajar dengan metode make a match yang diterapkan guru?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 80% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 20%.
5.      Apakah Anda merasakan ada kemajuan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”.
6.      Apakah Anda senang mengerjakan pekerjaan rumah?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 95% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 15%
d.      Refleksi
Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match  yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Pada siklus I tampak masih ada beberapa siswa yang tidak hadir mengikuti pelajaran baik itu tidak hadir tanpa keterangan maupun yang sakit. Hal ini disebabkan karena siswa menganggap bahwa pelajaran matematika itu sulit dan rumit dengan rumus-rumusnya serta soal-soal matematika yang sulit diselesaikan.
Sebelum masuk pada materi pelajaran guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian memberikan motivasi kepada siswa agar siswa tertarik terhadap materi pelajaran tersebut, tetapi dengan begitu masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru.
Pada setiap selesai satu kali pertemuan guru selalu memberikan pekerjaan rumah (PR) dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih diri dalam menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpul pada pertemuan berikutnya. Tetapi pada pertemuan berikutnya masih ada siswa yang tidak meyelesaikan pekerjaan rumah tersebut dengan berbagai alasan yang mereka berikan.
Pembelajaran kooperatif pada fase terakhir adalah pemberian penghargaan kepada kelompok. Pada siklus I ini siswa dengan pemberian penghargaan pada kelompok belum dapat meningkatkan minat dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. Hal ini disebabkan karena siswa baru mengenal model pembelajaran kooperatif yang sebelumnya tidak pernah digunakan oleh guru kelasnya, meskipun mereka menyukai pelajaran matematika dengan metode make a matc.
Karena hasil yang didapat pada akhir siklus I belum menunjukkan hasil yang optimum dan metode yang digunakan belum terserap dengan baik pada siswa, maka perlu dilanjutkan pada siklus II.

2.      Siklus II
a.       Tahap perencanaan
            Siklus II dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Dari hasil telaah silabus sub pokok bahasan yang diajarkan yaitu menentukan penyelesain Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode subtitusi, metode eliminasi, metode grafik dan menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang dipaparkan pada bab 3 bahwa perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II ini pada dasarnya mengulang langkah-langkah pada siklus I. Namun yang berbeda adalah pada siklus II dilakukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kendala yang muncul pada siklus I.
b.      Tahap Pelaksanaan
            Setelah merefleksi hasil pelaksanaan siklus I, diperoleh suatu gambaran tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus II, sebagai perbaikan dari tindakan yang telah dilakukan pada siklus I. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan bahwa pada siklus II ini lebih difokuskan pada tindakan-tindakan baru yang dilakukan antara lain:
1)        Guru menjelaskan materi pokok secara rinci disertai dengan contoh.
2)        Lebih membimbing siswa dalam proses kerja kelompok
3)        Memotivasi siswa bahwa penilaian kelompok dilihat dari siswa yang berani mempersentasikan kelompok tanpa di tunjuk oleh guru, artinya dalam proses pemebelajaran penilaiannya berfokus pada unjuk kerja siswa di dalam pembelajaran.
Pada siklus II ini diadakan juga observasi kegiatan siswa dan guru selama pembelajaran. Sama halnya pada siklus I fokus pengamatan adalah mengenai keaktifan, kekreatifan siswa selama empat kali pertemuan yang dirangkum pada lembar observasi siswa dan guru.
c.       Tahap Observasi dan Evaluasi
1)  Hasil Belajar
Sama halnya pada siklus I, tes hasil belajar pada siklus II ini dilaksanakan dengan bentuk ulangan harian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone yang diajarkan dengan menggunakan model kooperatif tipe make a match pada siklus II disajikan dalam Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP   Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada Siklus II
Statistik
Nilai Statistik
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
Variansi
20
100
94,00
56,00
38,00
80,05
81,00
89,00
10,19
103,84

Dari Tabel 4.4 skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siklus II adalah 80,05 dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah 100. Dari skor rata-rata tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone pada siklus II sebesar 80,05%. Sekalipun sudah terjadi peningkatan pada siklus ini, namun masih terdapat siswa yang melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung.
Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti pada Tabel 4.5:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada  Siklus II

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 54
55 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0
1
8
8
3
0
5,00
40,00
40,00
15,00
Jumlah
20
100
Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diberi tindakan pada siklus II berada pada kategori tinggi.
2)      Aktivitas Siswa
Selama penelitian, selain terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Perubahan tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas
Adapun perubahan sikap siswa pada siklus II adalah sebagai berikut :
1.      Kehadiran siswa
 Pada siklus II kehadiran siswa mengalami peningkatan menjadi 96,67%.
2.      Siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru pada saat penyajian materi pelajaran
Perhatian siswa pada siklus II tampak terjadi peningkatan pada saat proses belajar mengajar, siswa yang mengajukan pertanyaan mencapai 21,67%.
3.      Siswa yang menjawab pertanyaan guru
Pada siklus II keaktifan siswa sudah meningkat dalam proses belajar mengajar seperti menjawab pertanyaan sudah mencapai 25%, siswa sudah berani bertanya dan berebutan menaikkan tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru.
4.      Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis
Pada siklus II siswa mulai berani dan tidak canggung lagi mengajukan diri menyelesaikan soal di papan tulis sehingga mengalami peningkatan mencapai 30%.
5.      Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
Selama siklus II berlangsung, perhatian siswa sudah meningkat dengan ditandai banyaknya siswa yang menyetor pekerjaan rumah mencapai 96,67%.
6.      Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut, bermain, dll)
Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut, bermain, dll) pada siklus II sudah menurun menjadi 6,65%.
3)      Keterlaksanaan Pembelajaran
            Adapun hasil analisis tentang keterlaksanaan pembelajaran Guru dalam pemgelolaan pembelajaran kooperatif tipe make a match yaitu:
·        Pertemuan V
            Pada pertemuan ini terlihat siswa sudah lebih bersemangat untuk memulai pelajaran, pada saat guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi kepada siswa, demikaian halnya ketika guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi sebelumnya, siswa terlihat lebih siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya guru meminta siswa untuk duduk bersama teman kelompoknya tanpa diarahkan lagi siswa langsung bergabung dengan kelompoknya dan mengambil tempat masing-masing dengan tenang.
            Guru menyampaikan materi mengenai cara menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode Subtitusi dan metode Eliminasi. Keaktifan siswa sudah mulai meningkat di tandai dengan banyaknya siswa yang bertanya, dan menjawab pertanyaan dari guru. Siswa di bagi dalam kelompok belajar yamg terdiri dari 5 orang pada setiap kelompok.kemudian setiap siswa dibagikan kartu soal/jawaban yang berbeda, siswa mencocokkan dan mencari pasangan kartu yang di pegangnya, disini siswa mengalami kemajuan terbukti dari banyaknya siswa yang dapat memasangkan kartu yang di pegangnya sebelum batas waktu yang ditentukan. Siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan bimbingan atau arahan dari Guru.
            Setelah itu siswa mempersentasikan hasil kerja kelompok, dan siswa diberikan penghargaan berupa pijian. Dan pada kegiatan penutup seperti biasa guru memberikan pekerjaan rumah.
·        Pertemuan VI
          Guru mengecek kesiapan siswa dalam  menerima materi, peserta didik di minta untuk menyediakan seluruh alat tulis menulis dalam memulai proses belajar mengajar. Materi yang diajarkan mengenai cara menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode grafik.
            Pada pertemuan ini, peneliti memfokuskan perhatian terhadap kendala yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan masalah yang ada. Setelah peneliti memerintahkan siswa untuk menyelesaikan LKS yang dibagikan kepada masing-masing kelompok, kemudian peneliti mengadakan bimbingan secara langsung kepada siswa yang masih kesulitan memahami materi yang dibahas sehingga tidak ada lagi siswa yang bermain-main atau melakukan hal-hal yang tidak berhubungan dengan pembelajaran, sikap kerjasama siswa sudah terlihat. Ungkapan-ungkapan penghargaan terus diberikan guru untuk membangkitkan kepercayaan dan kebanggaan siswa dalam belajar sehingga siswa tidak lagi malu ataupun takut untuk mengajukan pertanyaan dan tanggapan pada saat persentasi berlangsung. Seperti biasa di akhir pembelajaran siswa sendiri membuat kesimpulan dari materi hari ini dan guru hanya memperbaiki atau menambahkan sedikit yang dianggap masih kurang dan perlu.
·        Pertemuan VII
            Pada pertemuan ini guru membahas materi mengenai membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang    melibatkan SPLDV. Pada pertemuan ini dilaksanakan sama halnya dengan pertemuan-pertemuan sebelumya. Pada pertemuan ini siswa lebih diarahkan bagaimana membuat model matematika dalam bentuk persamaan, sehingga terlihat bahwa antusias siswa untuk mengikuti pelajaran meningkat, pada pertemuan ini guru lebih banyak meminta siswa untuk mempersentasikan hasil kerja mereka tanpa harus ditunjuk oleh guru, memotivasi siswa dengan memberikan penghargaan berupa pujian, memberikan nilai tambahan sehingga siswa berlomba-lomba mengajukan diri untuk mempersentasikan hasil kerjanya, selain itu siswa sudah mampu mencocokkan kartu yang dipegannya tanpa bantuan guru, karena mereka sudah memahami bagaimana pelaksanaan pembelajaran koopertauf tipe make a match.


·        Pertemuan VIII
            Kegiatan awal guru mempersiapkan tes hasil belajar (siklus II), guru menjelaskan tujuan  melakukan tes hasil belajar (siklus II) serta mengecek bagaimana kesiapan siswa daam mempersiapkan ulangan. Guru mengabsen nama–nama siswa, setalah itu guru memulai ulangan.
            Kegiatan inti setiap siswa mendapatkan lembar tes hasil belajar dan angket mengenai respons siswa terhadap pembelajaran kooperati tipe make a match yang di bagikan oleh guru setelah itu guru menjelaskan tujuan tes hasil belajar (siklus II) dan Kegiatan akhir. Setelah selesai ulangan, guru menutup pelajaran.
4)      Respons Siswa
Berdasarkan angket yang dibagikan pada siswa maka diperoleh respons/tanggapan siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut:
1.      Apakah Anda menyukai pelajaran matematika dengan metode make a match?.
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”
2.      Apakah Anda menyukai cara guru mengajar yang diterapkan dengan metode make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”.
3.      Apakah dengan metode make a match dapat membantu Anda memahami materi pelajaran matematika?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 10%.
4.      Apakah Anda antusias belajar dengan metode make a match yang diterapkan guru?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 10%.
5.      Apakah Anda merasakan ada kemajuan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”.
6.      Apakah Anda senang mengerjakan pekerjaan rumah?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab ”tidak”
Memasuki siklus II terlihat bahwa perhatian, motivasi, keaktifan serta semangat siswa untuk belajar semakin memperlihatkan kemajuan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Ini terlihat dari keaktifan siswa memberikan respon jika guru memberikan pertanyaan maupun keberanian dan kepercayaan diri dari siswa untuk tampil di depan mengerjakan soal yang diberikan. Antusisme dan rasa ingin tahu siswa untuk menanyakan materi yang kurang dipahami juga sudah terlihat, mereka sudah berani mengajukan pertanyaan kepada guru, bahkan berlomba-lomba menaikkan tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru. Semakin tingginya rasa percaya diri siswa, ini terlihat dari banyaknya siswa mengajukan diri untuk menyelesaikan soal di papan tulis. Mereka mengaku satu hal yang memotivasi mereka dengan adanya nilai tambah yang diberikan dan selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match rasa percaya diri dan keberanian mereka semakin tinggi.
            Begitupun jumlah siswa yang mengerjakan dan mengumpulkan PR sudah mengalami peningkatan dari sebelumnya. Ini menandakan tingkat pemahaman dan kesungguhan siswa dalam mengerjakan soal atau tugas yang diberikan semakin meningkat.
Pada siklus II ini umumnya siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Pada saat kerja kelompok siswa yang melakukan kegiatan lain seperti ribut, mengganggu teman semakin berkurang sehingga semua kelompok dapat menyelesaikan tugas yang di berikan dalam jangka waktu yang tertentu.
d.      Refleksi
Berdasarkan rangkaian kegiatan pada siklus II, mulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi semua mengalami kemajuan ke arah positif yang signifikan. Semua siswa aktif dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, tujuan pembelajaran telah dicapai dengan maksimal, ketuntasan belajar klasikal yang ditetapkan sekolah telah tercapai tanpa remedial yang ditetapkan sekolah.

B.     Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini membuahkan hasil yang signifikan yakni meningkatnya kualitas proses dan hasil belajar matematika di kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Peningkatan yang terjadi dilihat dari Tabel 4.6:
Tabel 4.6 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone
Siklus
Nilai perolehan dari 20 siswa
Maks
Min
Mean
Median
Modus
StDev
I
85,00
30,00
60,70
62,00
55,00
15.38
II
94,00
56,00
80,05
81,00
89,00
10,19

Berdasarkan perbandingan hasil belajar pada  Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa setelah dilaksanakan dua kali tes, rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I adalah 60,70 dan pada siklus II meningkat menjadi 80,05. Sedangkan peningkatan kualitas proses belajar siswa pada hasil observasi menunjukkan pada siklus I rendah, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan strategi pembelajaran yang diterapkan, akibatnya hasil belajar matematika juga rendah. Pada siklus II terjadi peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar matematika. Hal ini dsebabkan siswa mulai beradaptasi dengan strategi pembelajaran yang diterapkan, selain itu siswa lebih termotivasi dengan penghargaan. Adapun hasil pengamatan menunjukkan bahwa keterampilan sosial dalam belajar kelompok secara kooperatif masih perlu ditingkatkan terutama menjalin kerjasama yang baik. Dengan peningkatan keterampilan sosial akan lebih memudahkan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Rencana pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini sesuai dengan waktu yang diberikan, namun waktu yang digunakan kenyataannya tidak cukup dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan hal di atas secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan dan keseriusan siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar yang berlangsung selama siklus II.
            Pada pertemuan terakhir siklus II, siswa diberi tes untuk menguji kemampuan mereka terhadap materi yang telah dibahas pada siklus II ini dan dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tes yang dilaksanakan diakhir siklus I.

C. Analisis Refleksi Siswa
Dari hasil analisis terhadap refleksi atau tanggapan siswa dapat disimpulkan kedalam kategori sebagai berikut:
1.      Pendapat siswa tentang pelajaran matematika
Sebagian besar siswa senang dengan pelajaran matematika, sehingga siswa merasa bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat penting untuk dikuasai karena berguna dalam kehidupan atau bidang lain. Adapula siswa yang beranggapan menyenangkan belajar matematika karena dapat mengasah otak dan melatih mereka untuk berfikir memecahkan masalah.
            Adapula kesenangan siswa belajar matematika tergantung dari cara guru menjelaskan materi, jika cara guru menjelaskan baik, tidak tergesa-gesa maka siswa cenderung cepat memahami materi yang diberikan, begitupun apabila guru memberikan penjelasan secara rinci mengenai materi atau penyelesaian soal-soal dengan baik maka siswa akan senang belajar matematika. Tetapi ada pula siswa yang tidak suka belajar matematika karena menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dimengerti, penuh dengan rumus-rumus yang harus dihapal.
Ada beberapa siswa mengaku sebelumnya tidak senang dengan pelajaran matematika tetapi, setelah diajar oleh peneliti mereka menjadi senang dan termotivasi untuk belajar matematika dengan alasan senang dengan cara mengajar peneliti.
2.      Bagaimana tanggapan siswa tentang model pembelajaran make a match
Siswa merasa senang dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe make a match. Karena model pembelajaran ini dapat melatih siswa mengembangkan sendiri ide-ide serta dapat memudahkan siswa memahami materi yang dipelajarinya.



                                                       















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.      Pembelajaran kooperatif tipe make a match cocok digunakan di kelas tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diadakan pembelajaran kooperatif tipe make a match.
2.      Hasil belajar yang diperoleh dari tes akhir siklus, pada akhir siklus I dengan skor rata-rata 60,70 dari skor ideal 100 dengan standar deviasi 15,38 sedangkan pada akhir siklus II dengan skor rata-rata 80,05 dari skor ideal 100 dengan standar deviasi 10,19.
3.      Proses keterlaksanaan Pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone dari pertemuan pertama sampai terakhir terlakasana dengan baik.
4.      Terjadi perubahan sikap siswa selama proses pembelajaran sesuai dengan hasil observasi yaitu dengan adanya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa untuk bertanya kepada guru dan dapat meningkatkan kehadiran siswa.


B.  Saran
            Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Kepada guru matematika khususnya agar dapat mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.      Guru matematika sebaiknya kreatif dalam menciptakan suasana kelas agar siswa tidak cepat bosan dan tegang dalam belajar serta lebih termotivasi untuk memperhatikan apa yang diajarkan.
3.      Sebaiknya kepada pihak sekolah memaksimalkan sarana dan prasarana di sekolah, misalnya peningkatan kualitas dan kuantitas buku-buku perpustakaan, sehingga siswa yang tidak memiliki buku pelajaran belajarnya tidak terhambat dengan meminjam keperpustakaan.
4.      Diharapkan kepada peneliti yang akan melakukan penelitian sebaiknya mengambil satu permasalahan misalnya kombinasi antara model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dengan salah satu metode pembelajaran, untuk mengetahui apa dengan penerapannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.





DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi., dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Haling, Abdul. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Ibrahim, Muslim. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Kunandar. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers.

Megasari. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (Tai) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Mappedeceng. Skripsi. Makassar : FKIP UNISMUH.

Nuharini, Dewi. dan Tri Wahyuni. 2008. Matematika SMP Kelas VIII/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Ramadhan, Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif “Make a Match”. Artikel (http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match, diakses 15 juli 2012).

Rusman. 2010.  Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Salama, Umi. 2008. Berlogika dengan Matematika 2 SMP kelas VIII/MTs. Solo: PT Tiga Serangkai.

Suherman, Herman., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Taniredja, Tukiran., dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Thobroni, Muhammad. & Arif Mustofa. 2011. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto. 2009. Medesaian Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:      Kencana Prenada Media Group.

Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.