BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan program pendidikan melalui proses
belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: siswa, kurikulum, tenaga
kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila
faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses
belajar-mengajar sehingga menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal.
Oleh
karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat
pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga
masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan. Sehingga sekolah diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan
secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional.
Matematika sebagai salah satu ilmu
dasar yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka penguasaan
teknologi, baik bagi siswa, masyarakat pada umumnya, negara dan bagi matematika
itu sendiri. Hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar untuk menata nalar
dan membentuk sikap untuk berpikir secara logis, sistematis dan kreatif. Oleh
karena itu, seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar harus
mampu menerapkan cara efektif dan efesien agar tujuan pembelajaran terlaksana
sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya
pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan
dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu
pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar
dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong pelajar agar mampu
memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami.
Demikian halnya pada siswa SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone, yang menurut informasi yang diperoleh dari
guru bidang studi matematika bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA
masih rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian siswa hanya
mencapai 54,65 yang masih berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 65,00 dari skor ideal 100 sehingga masih perlu ditingkatkan. Informasi lain yang diperoleh dari guru
tersebut bahwa dalam proses belajar mengajar
matematika, peserta didik kurang antusias untuk belajar, peserta didik lebih
cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, diam dan enggan
mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional
yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka
pembelajaran matematika, peserta didik mesti dilibatkan secara mental, fisik
dan sosial untuk membuktikan sendiri kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum
matematika yang telah dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak
tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep
matematika akan kurang.
Selain itu hasil belajar juga merupakan
indikator keberhasilan proses pembelajaran karena dengan adanya hasil belajar
yang baik dapat menunjukkan apakah materi pelajaran yang telah diberikan oleh
guru dapat dipahami siswa dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu
alternatif pembelajaran untuk lebih meningkatkan lagi hasil belajar siswa.
Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan suatu model
pembelajaran kelompok atau pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran
kooperatif siswa diberi kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
menyelesaikan dan memecahkan masalah secara bersama.
Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan bagi siswa
untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik teman sebaya, yang
membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam
materi tertentu. Jadi tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Berdasarkan materi pelajaran matematika mengenai Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel (SPLDV) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone, maka tipe
pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan adalah tipe Make a Match. Penerapan
tipe ini dimulai dari teknik yaitu guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban,
kemudian peserta didik dibagi dalam kelompok kecil, setelah itu setiap kelompok
menerima satu paket kartu soal/kartu jawaban, kartu dikocok kemudian dibagikan
pada setiap anggota kelompok, setiap anggota kelompok memikirkan dan mencari
pasangan dari kartu yang diambilnya sebelum batas waktunya, peserta didik yang
dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Atas dasar uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu
penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match pada Siswa Kelas VIIIA SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone”.
B. Identifikasi Masalah
1. Peserta didik kurang antusias
untuk belajar dan lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru.
2. Model pembelajaran yang digunakan
masih bersifat konvensional.
3. Rendahnya hasil belajar siswa
khususnya mata pelajaran matematika.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan maka rumusan masalahnya adalah “Apakah dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone?”
D. Cara Memecahkan Masalah
Masalah tentang rendahnya hasil belajar matematika
siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten
Bone akan dipecahkan melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan
rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make
a Match”.
F.
Batasan
Istilah
1.
Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau
tidaknya seseorang siswa dalam proses belajar mengajar.
2.
Hasil belajar matematika adalah prestasi yang dicapai
oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang berkenaan dengan
materi suatu mata pelajaran.
3.
Pembelajaran kooperatif merupakan startegi pembelajaran
yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
4.
Pembelajaran make
a match adalah pembelajaran yang dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh
mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Dengan adanya
penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu
pembelajaran matematika.
2.
Siswa semakin
termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam proses pembelajaran
dan suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak monoton.
3.
Dapat memberikan
masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam rangka perbaikan atau
peningkatan pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR
DAN
HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1.
Pengertian
Belajar
Belajar merupakan suatu proses aktif sehingga siswa harus berpartisipasi
aktif dalam belajar. Motivasi terbaik sehingga belajar bisa aktif ialah siswa
haruslah aktif dan tidak pasif sebagai penerima. Karena demikian pentingnya
belajar maka tidak heran bila masalah-masalah belajar terus menjadi kajian
menarik bagi banyak ahli pendidikan.
Menurut Winkel (2004:58) belajar merupakan kegiatan
mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.
Menurut Morgan (Thobroni dan Arif Mustofa, 2011:20)
“belajar dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”.
Dalam Trianto (2009:15), Anthony Robbins
Mendefinisikan “belajar
sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah
dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru”.
Menurut
Jerome Brunner (Trianto, 2009:15) “belajar adalah suatu proses aktif dimana
siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang
sudah dimilikinya”.
Sedangkan Slameto (Haling, 2007:1) mengemukakan “belajar
ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan belajar
adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan prilaku dan mental yang
relatif tetap sebagai bentuk respon terhadap suatu situasi atau sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dari lingkungan.
2. Hasil Belajar Matematika
Belajar matematika adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika
serta hubungan antara konsep dan struktur matematika. Matematika berkenaan
dengan ide atau konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarki.
Hasil belajar merupakan suatu ukuran berhasil atau tidaknya seseorang
siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keberhasilan seseorang
dalam belajar, diperlukan suatu alat ukur. Dengan mengukur hasil belajar
seseorang dapat diketahui batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang
tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan.
Menurut Nana Sudjana (Kunandar, 2008:276) menyatakan bahwa “hasil
belajar adalah suatu akibat dari
proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”.
Sedangkan S. Nasution (Kunandar, 2008:276) berpendapat bahwa “hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu
yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan
dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar”.
Hasil belajar matematika adalah prestasi yang dicapai oleh siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar yang berkenaan dengan materi suatu mata
pelajaran. Hasil belajar ini dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.
Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan kepada pencapaian suatu tujuan.
Sehingga kualitas belajar matematika adalah mutu atau tingkat prestasi yang
dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar matematika.
Keberhasilan seseorang mempelajari matematika tidak hanya dipengaruhi
minat, kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampuannya terhadap
matematika serta diperlukan keterampilan intelektual, misalnya keterampilan
berhitung. Hasil yang dimaksud adalah tingkat penguasaan untuk mengukur hasil
belajar sesuai dengan tujuan pencapaian kognitif disesuaikan dengan taraf kognitif
siswa.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Menurut Nurulhayati (Rusman, 2010:203) berpendapat bahwa “pembelajaran kooperatif adalah strategi
pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk
saling berinteraksi”.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa menemukan dan memahami
konsep-konsep yang dianggap sulit dengan cara bertukar pikiran (berdiskusi)
dengan teman-temannya. Diskusi merupakan salah satu metode yang dapat
mengaktifkan siswa dan memungkinkan siswa menguasai konsep atau memecahkan
suatu masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan berfikir,
berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.
Menurut Johnson & Johnson
(1994) dan Sutton (1992) terdapat unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif (Trianto, 2009:60), yaitu:
a.
Saling
ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Siswa akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap
suksenya kelompok.
b.
Interaksi
antara siswa yang semakin meningkat, dalam hal tukar-menukar ide mengenai
masalah yang sedang dipelajari bersama.
c.
Tanggung
jawab individual, dalam hal membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa tidak dapat
hanya sekadar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya.
d.
Bagaimana
siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok
menuntut keterampilan khusus.
e.
Adanya
proses kerja kelompok, misalnya diskusi.
Sedangkan ciri-ciri pembelajaran kooperatif (Ibrahim, 2000:6-7)adalah
sebagai berikut :
a.
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
b.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.
Bilamana mungkin angggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
d.
Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu.
Menurut Suherman (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam
pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif.
Hal-hal tersebut meliputi:
a. Para
siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah
bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b. Para
siswa tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah mereka
hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu
akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
c. Untuk
mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu
harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
d. Para
siswa tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan
siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.
Slavin (Trianto, 2009:61)
mengemukakan bahwa konsep utama dari
belajar koopertif, yakni:
a.
Penghargaan
kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
b.
Tanggung
jawab individual, berfokus dalam usaha untuk membantu yang
lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi
tanpa bantuan yang lain.
c.
Kesempatan
yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan
cara meningkatkan belajar mereka sendiri.
Terdapat enam langkah utama di dalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model
Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
|
Fase-2
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
|
Fase-3
Mangorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
belajar agar melakukan transisi secara efesien.
|
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
|
Guru membimbing kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
|
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase-5
Evaluasi
|
Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
|
Fase-6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
|
Sumber: Trianto (2009:66)
Menurut Slavin (Taniredja, dkk, 2011:60), tujuan dari pembelajaran kooperatif
adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan dan
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Menurut Depdiknas tujuan
pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Meningkatkan hasil akademik
Siswa yang lebih mampu akan
menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan
bahasa yang sama.
b. Penerimaan
akan Keanekaragaman
Belajar kooperatif menyajikan
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi sosial, untuk
bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan kooperatif dapat belajar menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial yang
dimaksud antara lain: berbagai
tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
4.
Pembelajaran
Make a Match
Metode Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai
dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya
diberi poin.
Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode Make a Match (Ramadhan, 2008) sebagai berikut:
1. Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu
soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.
Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan
soal/jawaban.
3.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang
dipegang.
4.
Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan
kartunya.
5.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin.
6.
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
7.
Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya
yang memegang kartu yang cocok.
8.
Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi pelajaran.
5. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
(SPLDV)
a. Bentuk-Bentuk
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
·
Persamaan linear dengan satu variabel
Persamaan
linear dengan satu variabel adalah persamaan yang memiliki satu variabel dan
peubahnya berpangkat satu.
Perhatikan
persamaan berikut ini:
1.
a + 5 = 7
- 3p
– 2 = 13
-
= 9
- x
= 3x + 6
Masing-masing persamaan di atas hanya
memiliki satu variabel yaitu a, p, m, dan x, dengan masing-masing
variabelnya berpangkat satu.
Untuk menyelesaikan persamaan ini dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Dengan
cara subsitusi.
Contoh:
x + 7 = 10
Untuk x = 0, maka 0 + 7 = 10
(merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 1,
maka 1 + 7 = 10 (merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 2, maka 2 + 7 = 10
(merupakan kalimat yang salah)
Untuk x = 3, maka 3 + 7 = 10
(merupakan kalimat yang benar)
Jadi, x = 3 adalah solusi dari x
+ 7 = 10, maka HP = {3}.
b. Dengan
cara menambah dan mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama dan jika
perlu dengan mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan yang sama.
Contoh:
=
=
=
=
=
·
Persamaan Linear Dengan Dua Variabel
Persamaan
linear dengan dua variabel ialah persamaan yang mengandung dua variabel dimana pangkat/derajat
tiap-tiap variabelnya sama dengan satu.
Bentuk
Umum PLDV :
dan
disebut variabel
Perhatikan
persamaan 3x + 2y = 6. Persamaan 3x + 2y = 6
memiliki dua variabel yaitu x dan y, dan masing-masing
variabel tersebut berpangkat satu. Maka persamaan seperti 3x + 2y
= 6 disebut persamaan linear dengan dua variabel.
Contoh persamaan linear dengan dua variabel
1.
x + y = 4
2.
x – y = 3
3.
3a – b = 0
·
Sistem Persamaan Linear Dengan Dua Variabel
Sistem
persamaan linear dua variabel adalah dua persamaan linear dua variabel yang mempunyai
hubungan diantara keduanya dan mempunyai satu penyelesaian.
Bentuk
umum SPLDV :
dengan
,
disebut variabel
disebut keifisien
,
disebut konstanta
Sistem persamaan dua variabel dapat
dinyatakan dalam berbagai bentuk dan variabel, misalnya:
1.
x + 2y = 15 dan 3x + y = 10
2.
3p – q + 10 = 0 dan 2p + q
– 2 = 0
a)
Perbedaan
antara Persamaan Linear Dua Variabel dan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Persamaan linear dengan dua variabel
hanya terdiri dari satu persamaan, dan pengganti-pengganti dari
variabel-variabelnya hanya memenuhi untuk persamaan tersebut.
Contoh:
2x + y = 4 adalah persamaan linear dengan
dua variabel
1. Penyelesaian
1; x = 1 dan y = 2
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi
untuk persamaan 2x + y = 4
2. Penyelesaian
2; x = 2 dan y = 0
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi
untuk persamaan 2x + y = 4
3. Penyelesaian
3; x = 0 dan y = 4
Penyelesaian tersebut hanya memenuhi
untuk persamaan 2x + y = 4
Jadi, penyelesaian untuk 2x + y = 4 memiliki
lebih dari satu pasangan nilai x dan y.
Sistem persamaan linear dengan dua variabel terdiri dari
dua persamaan, dan pengganti-pengganti dari variabelnya harus memenuhi untuk
kedua persamaan tersebut.
Contoh:
x + y = 5
dan 2x + 3y = 13 adalah sistem persamaan linear dua
variabel.
Penyelesaiannya x = 2 dan y = 3
Penyelesaian tersebut memenuhi untuk persamaan x + y
= 5 maupun 2x + 3y = 13. Jadi, penyelesaian untuk sistem
persamaan x + y = 5 dan 2x + 3y = 13, hanya
memiliki satu pasangan nilai x dan y.
b)
Menyatakan
suatu Variabel Dengan Variabel Lain pada Persamaan Linear
Contoh:
Tentukan penyelesaian dari x dan y pada
persamaan-persamaan berikut ini
1. x + a = 4a
2. 5p + 2x = 3p
Penyelesaian
1. x + a = 4a
x = 4a – a
x = 3a
2. 5p + 2x = 3p
2x = 3p – 5p
2x = -2p
x =
x = -p
Pada jawaban 1 dan 2, nilai variabel x dinyatakan
dalam variabel a atau variabel p.
c)
Mengenal
Variabel dan Koefisien pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Contoh:
1. 4x
+ 5y = 10
Koefisien dari x adalah 4
Koefisien dari y adalah 5
x dan y adalah variabel
2.
ax – by = 5
Koefisien dari x adalah a
Koefisien dari y adalah -b
x dan y adalah variabel
d) Akar
dan Bukan Akar Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Dalam sistem persamaan linear dua
variabel terdapat pengganti-pengganti dari variabel sehingga kedua persamaan
menjadi kalimat benar. Pengganti-pengganti variabel yang demikian disebut
penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel. Penyelesaian ini
disebut juga akar dari sistem persamaan.
Pengganti-pengganti dari variabel yang mengakibatkan salah satu atau
kedua persamaan menjadi kalimat tidak benar disebut bukan penyelesaian sistem
persamaan atau bukan akar sistem persamaan tersebut.
Contoh:
Diketahui sistem persamaan x + 2 y = 10 dan 2x – y
= 5. Tunjukkan bahwa x = 4 dan y = 3 merupakan penyelesaian
Penyelesaian:
Nilai x dan y di
substitusi pada persamaan x + 2 y = 10 dan 2x – y = 5 sehingga: x + 2 y = 10 2x – y = 5
4
+ 2(3) = 10 2(4) – 3 =
5
4
+ 6 = 10 8 – 3 =
5
10 = 10 (benar) 5 = 5 (benar)
Pada
sistem persamaan x + 2 y
= 10 dan 2x – y =
5, jika x = 4 dan y = 3, ternyata menghasilkan kalimat benar.
Oleh karena itu x = 4 dan y = 3 adalah penyelesaian atau akar
dari sistem persamaan x + 2 y
= 10 dan 2x – y = 5
b.
Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel
Untuk menentukan penyelesaian dari
sistem persamaan linear dengan dua variabel dapat ditentukan dengan 3 cara
yaitu:
1.
Metode subsitusi
Subsitusi berarti mengganti, menentukan
anggota himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dengan dua variabel
dengan metode subsitusi, dilakukan dengan cara mengganti salah satu variabel
lainnya, yaitu mengganti x dengan y, atau mengganti y
dengan x.
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian
sistem persamaan
2 x + y =
10….(1)
x= 2y…(2)
Penyelesaian:
Karena pada persamaan
ke dua x = 2 y, maka gantilah 2 y pada persamaan
2 x + y =
10, sehingga diperoleh:
2
x + y = 10
2 (2
y) + y = 10
4 y + y = 10
5 y =
y = 2
Untuk memperoleh nilai x, gantilah y
dengan 2 pada persamaan
2 x + y = 10 atau x = 2
y sehingga diperoleh:
2 x + 2 = 10 atau x = 2 y
2 x = 10 – 2 x = 2 (2)
x =
x = 4
x = 4
Jadi,
himpunan penyelesaiannya adalah {(4,2)}.
2.
Metode Eliminasi
Dilakukan dengan menghilangkan salah
satu variabel. Pada metode eliminasi, angka dari koefisien variabel yang akan
dihilangkan harus sama atau dibuat menjadi sama.
Contoh:
Tentukan penyelesaian sistem persamaan x + y =
8……….(1)
x
– y = 2………. (2)
Penyelesaian:
Dari persamaan-persamaan yang diketahui
ternyata koefisien x sama besar dan koefisien y juga sama besar.
Penyelesaian sistem persamaan dapat ditentukan dengan menghilangkan
(mengeliminasi) x atau y, sehingga penyelesaiannya adalah sebagai
berikut:
(i). Menghilangkan (mengeliminasi) y
Karena
koefisien berlawanan tandanya, maka untuk menghilangkan y dilakukan
dengan menjumlahkan.
x + y = 8 Keterangan: x + x = 2 x
x
– y = 2 y
+ (-y) = y - y = 0
2 x = 10
x =
x = 5
Untuk
menentukan nilai y, subsitusikan x = 5 pada salah satu persamaan
yang diketahui:
x + y = 8 atau x – y = 2
5 + y = 8 5 – y = 2
y = 8 – 5 -
y = 2 – 5
y = 3 -
y = -3
y =
y =
3
Jadi,
himpunan penyelesaiannya adalah {(5,3)}.
(ii). Menghilangkan (mengeliminasi) x
Karena
koefisien x sama, maka untuk menghilangkan x dilakukan dengan
cara mengurangkan.
x + y = 8 Keterangan: x – x = 0
x
– y = 2 y
– (-y) = y + y = 2 y
2 y = 6
y =
y = 3
Untuk
menentukan nilai x, subsitusikan y = 3 pada salah satu persamaan
yang diketahui:
x + y = 8 atau x – y = 2
x + 3 = 8 x
– 3 = 2
x = 8 –
3 x = 2 + 3
x = 5 x =
5
Jadi
himpunan penyelesaiannya adalah {(5,3)}.
3.
Metode Grafik
Untuk menyelesaikan sistem persamaan
linear dengan metode grafik (berupa garis-garis lurus) dari persamaan-persamaan
linear yang diketahui dalam satu diagram. Koordinat titik potong garis-garis
tersebut merupakan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan.
Contoh:
Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian
sistem persamaan x + y = 6 dan 2 x – y = 0 untuk x,
y
R.
Jawab:
Perhatikan persamaan x + y = 6
Titik potong pada sumbu X, Titik
potong pada sumbu Y,
maka
y = 0, sehingga maka x = 0, sehingga
x + 0
= 6
0 + y = 6
ó x = 6
ó y = 6
Atau
menggunakan tabel berikut:
X
|
0
|
6
|
Y
|
6
|
0
|
(x,y)
|
(0,6)
|
(6,0)
|
Perhatikan
persamaan 2x – y = 0
Untuk
x = 0, maka: Untuk
x = 1, maka:
2 x 0 – y = 0 2 x 1 – y
= 0
0 – y = 0 2 –
y = 0
y = 0 -
y = 0 - 2
y = 2
X
|
0
|
1
|
Y
|
0
|
2
|
(x,y)
|
(0,0)
|
(1,2)
|
Grafik dari sistem persamaan tersebut ditunjukkan pada gambar
berikut ini:
Koordinat titik potong kedua grafik adalah (2,4). Jadi, himpunan
penyelesaiannya adalah {(2,4)}.
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka dan latar belakang, diperoleh bahwa Matematika
berkenaan dengan ide atau konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarki. Oleh karena itu, matematika merupakan dasar untuk menata nalar dan membentuk sikap
untuk berpikir secara logis, sistematis dan kreatif.
Bila kita perhatikan secara seksama
metode mengajar yang diterapkan guru masih bersifat konvensional yaitu ceramah
akibatnya siswa kurang antusias dalam belajar matematika, peserta didik lebih cenderung menerima apa saja yang
disampaikan oleh guru, diam dan enggan mengemukakan pertanyaan maupun pendapat.
Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif
sangat cocok diterapkan dalam proses belajar mengajar agar pembelajaran
berjalan lancar, efektif, dan efisien.
Berdasarkan materi pelajaran matematika
mengenai Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja
Kabupaten Bone, maka tipe pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan
adalah tipe Make a Match. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki keunggulan, yaitu
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan, sehingga siswa dapat saling membantu dan bekerja
sama dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir di atas, maka
hipotesis tindakan dalam hal ini adalah jika diterapkan pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match maka hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3
Lappariaja Kabupaten Bone dapat
meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research). Tindakan yang diberikan adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
dengan tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi.
B. Subjek dan Tempat Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone sebanyak 20 siswa, terdiri dari
11 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.
C. Faktor yang Diselidiki
Untuk menjawab pertanyaan ada
beberapa faktor yang diselidiki yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor siswa dan prosesnya yaitu dengan mengamati
aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Aktivitas yang
dimaksud adalah:
a.
Siswa yang hadir pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
b.
Siswa yang mengajukan pertanyaan/permasalahan mengenai
materi yang telah dijelaskan oleh guru.
c.
Siswa yang menjawab pertanyaan/permasalahan yang
diajukan guru.
d.
Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah.
2.
Faktor guru: dengan memperhatikan bagaimana guru
melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Make
a Match.
3.
Faktor hasil: dengan melihat hasil belajar matematika
siswa dan respons siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, setelah pembelajaran kooperatif
tipe Make a Match diterapkan.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian
ini berbentuk penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus.
Tiap siklus dilaksanakan sesuai rancangan siklus yang ingin dicapai. Kedua
siklus merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan artinya pelaksanaan
siklus II merupakan rangkaian kelanjutan dan perbaikan dari siklus I. Setiap siklus dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan.
Dengan
berdasarkan rencana pembelajaran di atas, maka dilaksanakan penelitian tindakan
kelas dengan prosedur: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan
evaluasi, dan (4) refleksi (Arikunto, 2011:20).
Berikut gambaran umum pelaksanaan penelitian pada siklus awal.
Gambaran umum siklus awal
Langkah awal yang akan dilakukan pada siklus ini adalah menyiapkan materi
pelajaran yang akan diajarkan.
1.
Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang akan dilakukan tahap perencanaan
a.
Menelaah SMP kelas VIII semester ganjil pada mata
pelajaran matematika.
b.
Membuat perangkat pembelajaran setiap pertemuan yang
terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kartu soal dan kartu
jawaban pada setiap pertemuan.
c.
Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas
siswa dan lembar keterlaksanaan pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung.
d.
Menyiapkan alat bantu pembelajaran yang dibutuhkan.
e.
Membuat tes hasil belajar matematika
f.
Membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap pembelajaran koopertif tipe Make
a Match.
2.
Tahap Pelaksanaan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa siklus awal berlangsung selama 4 kali
pertemuan, yang terdiri dari pelaksanaan tindakan selama 3 kali pertemuan dan
tes akhir siklus 1 kali pertemuan. Adapun kegiatan pada tahap pelaksanaan
adalah melaksanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan, sebagaimana yang telah
disusun pada RPP.
Pada awal siklus I ini, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, serta mengecek
kesiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pembelajaran, selanjutnya guru
menyampaikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe make a match serta
menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya. Selajutnya guru menjelaskan materi
yang akan dipelajari. Guru menjelaskan hal-hal penting pada pokok bahasan yang
dipelajari sebagai pengantar sebelum kegiatan kelompok dilaksanakan. Kemudian
guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Selanjutnya guru memberikan
pertanyaan/masalah dan jawaban dalam
bentuk kartu. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu
jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok. Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau
jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari
kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan. Bagi siswa yang
berhasil menemukan pasangan kartu yang diambilnya sebelum batas waktu yang
ditentukan akan mendapatkan poin.
3. Tahap
Observasi dan Evaluasi
Selama proses
pembelajaran dilaksanakan pengamatan tentang kondisi pembelajaran baik itu pada
siswa maupun pada guru menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Dalam
pelaksanaan observasi ini, guru dibantu oleh seorang observer. Sedangkan data
evaluasi diperoleh dengan melihat hasil latihan mandiri, PR, dan tes hasil belajar
matematika siswa pada akhir siklus I. Tanggapan atau saran siswa mengenai
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
juga merupakan sumber informasi yang berharga dalam mengevaluasi pelaksanaan
pembelajaran.
4.
Refleksi
Hasil yang didapat pada tahap observasi dan evaluasi, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, dikumpulkan dan dianalisis untuk
dijadikan bahan pemikiran dalam merefleksi kegiatan selama tindakan dilakukan.
Dari hasil refleksi ini, guru mengetahui hal-hal yang masih perlu dibenahi dan
untuk selanjutnya diterapkan pada siklus berikutnya. Hasil ini menjadi acuan
untuk merencanakan siklus selanjutnya yang diharapkan memberikan hasil yang
lebih baik dari siklus awal, dan tentunya tetap mempertahankan hal-hal yang
sudah dianggap baik pada siklus I.
Jika pada siklus awal/siklus I tidak tercapai maka dilakukan siklus
berikutnya/siklus II.
Gambaran umum siklus II
Sebagaimana halnya siklus I, siklus II juga berlangsung selama 4 kali
pertemuan.
1. Tahap Perencanaan
a. Melanjutkan
tahap perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I.
b. Dari
hasil refleksi pada siklus I, guru menyusun rencana baru untuk ditindak
lanjuti, antara lain mengawasi siswa lebih tegas lagi dan memberikan arahan
atau motivasi kepada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran atau tidak
aktif.
2.
Tahap Pelaksanaan
Tindakan siklus II ini adalah melanjutkan langkah-langkah yang telah
dilakukan pada siklus I dan beberapa perbaikan yang dianggap perlu dalam
memecahkan masalah yang muncul pada siklus sebelumnya. Tindakan yang perlu
dilakukan adalah :
a.
Melanjutkan tindakan model pembelajaran kooperatif.
b.
Siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugas diberikan bimbingan secara lansung.
3.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi siklus II ini adalah melanjutkan kegiatan pada siklus I
yang dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar.
4.
Refleksi
Pada tahap refleksi umumnya langkah-langkah yang dilakukan pada siklus II
seperti halnya yang dilakukan pada siklus I, yaitu :
a.
Menilai dan mengamati perkembangan hasil belajar siswa
dan nilai tes akhir siklus II.
b.
Mengamati dan mencatat perkembangan-perkembangan atau
hal-hal yang dialami oleh siswa selama berlansungnya proses belajar mengajar.
c.
Menarik beberapa kesimpulan dari hasil analisis
refleksi dan keseluruhan data yang telah diperoleh selama dua siklus.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini dalah:
1.
Lembar tes hasil belajar
Tes hasil
belajar digunakan untuk mengetahui gambaran hasil belajar siswa. Tes hasil
belajar berbentuk essay yang dibuat oleh penulis berdasarkan kisi-kisi tes yang
meliputi materi kelas VIII.
2.
Lembar observasi aktivitas siswa
Lembar
obervasi siswa digunakan untuk melihat aktivitas siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar dengan penerapan pembelajara kooperatif tipe make a match,
dalam hal kehadiran siswa, kesungguhan
siswa mengikuti proses belajar mengajar, kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal
dan rasa percaya diri.
3.
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
Lembar
observasi ini di gunakan untuk mendapatkan informasi mengetahui kemampuan guru
dalam mengelolah pembelajaran dan menilai kualitas pembelajaran mulai dari
kegiatan awal sampai kegiatan penutup sesuai dengan RPP.
4.
Lembar respons siswa
Lembar Respons/tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran
yang digunakan diambil dengan menggunakan angket yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menuliskan tanggapannya pada akhir setiap siklus.
F. Teknik Pengumpulan Data
1.
Sumber Data
Sumber data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten
Bone.
2. Jenis
Data
Data yang diperoleh dari suatu sumber data berupa data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dikategorikan menurut gambaran
kualitas objek yang diperhatikan yang diperoleh melalui lembar observasi dan
respons siswa, sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan
yang diperoleh melalui tes hasil belajar.
3.
Cara Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Data hasil belajar matematika diperoleh dengan
memberikan tes uraian pada setiap akhir siklus.
b.
Data tentang aktivitas siswa dan keterlaksanaan
pembelajaran diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.
c.
Data tentang respons siswa diperoleh dengan memberikan angket
respons/tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriftif. Analisis data deskriftif digunakan untuk mendeskripsikan
hasil belajar dalam bentuk nilai tertinggi, terendah, rentang nilai, standar
deviasi, tabel distribusi frekuensi, persentase serta kategori hasil belajar. Data
hasil belajar dikategorikan dengan menggunakan teknik kategorisasi standar yang
ditetapkan oleh Departemen pendidikan nasional (Megasari, 2011:24)
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Teknik Kategori
Standar berdasarkan Ketetapan Depdiknas
No
|
Nilai
|
Kategori
|
1
|
0-54
|
Sangat
Rendah
|
2
|
55-64
|
Rendah
|
3
|
65-79
|
Sedang
|
4
|
80-89
|
Tinggi
|
5
|
90-100
|
Sangat
Tinggi
|
H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan yang menunjukkan keberhasilan
pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research) ini adalah adanya peningkatan skor rata-rata belajar
matematika siswa setiap siklus setelah pembelajaran kooperatif tipe Make a Match diterapkan, dengan tuntas
secara klasikal. Siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal
65,00 dari skor ideal 100 dan tuntas klasikal minimal 85% dari jumlah siswa
telah tuntas belajar.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang hasil-hasil penelitian yang menunjukkan
peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3
Lappariaja Kabupaten Bone setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh
dari tes hasil belajar siswa setelah pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus
II serta hasil observasi selama pelaksanaan tindakan. Data analisis dengan
menggunakan statistika deskriptif untuk mengetahui skor rata-rata, standar
deviasi, median, frekuensi dan persentase nilai terendah dan nilai tertinggi
yang dicapai siswa pada tes tersebut.
Sebelum pemberian tindakan
peneliti terlebih dahulu dilakukan tes awal untuk mengetahui hasil belajar
siswa pada materi yang diajarkan. Adapun data skor awal siswa sebagai berikut:
Tabel 4.1 Statistik Skor hasil
belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten
Bone pada awal pembelajaran
Statistik
|
Nilai Statistik
|
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai maksimum
Nilai minimum
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
|
20
100
80
25
55
49.75
45
45
17.051
|
Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar
matematika sebelum diberikan tindakan sangat rendah hanya mencapai 49,75 yang
berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65,00. Terlihat dari banyaknya siswa yang tidak mampu mengerjakan
soal yang diberikan oleh guru, siswa kurang antusias untuk belajar, mereka
cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru. Hal ini disebabkan
metode yang diterapkan guru masih bersifat konvensional yakni ceramah, tanya jawab
dan pemberian tugas.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti memberikan tindakan
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Dalam pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk saling
bekerjasama dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah secara bersama. Selain
itu, metode make a match memiliki
keunggulan dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep
dalam suasana yang menyenangkan.
Dengan penerapan pembelajaran koopertaif tipe make a match diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone. Adapun
hasil penelitian sebagai berikut:
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I
a.
Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan Siklus I ini
peneliti telah menelaah silabus pada kurikulum pada materi pembelajaran
matematika kelas VIII semester I pada satuan pendidikan SMP dengan materi sistem
persamaan linear dua variabel. Setelah menetapkan materi penelitian kemudian
membuat rencana kegiatan pembelajaran dengan metode make a match, menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban mengenai
materi yang diajarkan dan mempelajari dengan baik materi yang akan diajarkan,
serta menyiapkan contoh-contoh yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Selanjutnya peneliti menyiapkan
bahan-bahan penunjang untuk kelancaran penelitian, antara lain, alat evaluasi, pedoman observasi, angket
respon siswa, serta refrensi penunjang yang relevan dengan penelitian.
b.
Tahap Pelaksanaan
Adapun
kegiatan pada tahap pelaksanaan adalah melaksanakan pembelajaran yang akan
dilaksanakan, sebagaimana yang telah disusun pada RPP. Pada awal siklus I ini, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar, serta mengecek kesiapan siswa dalam menghadapi
kegiatan pembelajaran, selanjutnya guru menyampaikan model pembelajaran yang
digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a match serta menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya. Selajutnya
guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. Guru menjelaskan hal-hal penting
pada pokok bahasan yang dipelajari sebagai pengantar sebelum kegiatan kelompok
dilaksanakan. Kemudian guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Selanjutnya
guru memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban
dalam bentuk kartu. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan
atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota
kelompok. Kemudian siswa memikirkan
pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari
pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan. Bagi
siswa yang berhasil menemukan pasangan kartu yang diambilnya sebelum batas
waktu yang ditentukan akan mendapatkan poin.
c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Belajar
Pada
siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah
penyajian materi selama 3 kali pertemuan. Adapun data skor hasil belajar siklus
I dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.2 Statistik Skor Hasil
Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada
Siklus I
Statistik
|
Nilai Statistik
|
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
Variansi
|
20
100,00
85,00
30,00
55,00
60,70
62,00
55,00
15,39
236,93
|
Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar
matematika setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make
a match ,pada siklus I adalah 60,70
dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah 100. Dari skor rata-rata tersebut
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone pada siklus I sebesar 60,70%. Hal ini
disebabkan karena masih kurangnya perhatian siswa dengan melakukan kegiatan
lain selama proses pembelajaran berlangsung.
Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka
diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada Tabel 4.3 :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone
Pada Siklus I
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
0 – 54
55 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
5
6
5
4
0
|
25,00
30,00
25,00
20,00
0
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas
VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diberi tindakan
pada siklus I berada pada kategri rendah.
2) Aktivitas Siswa
Pada siklus I tercatat sikap yang terjadi pada setiap siswa terhadap
pelajaran matematika. Sikap siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi pada
setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut
untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar
berlangsung di kelas.
Adapun sikap siswa dari siklus I adalah sebagai berikut :
1. Kehadiran siswa
Siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah 95%. Kehadiran siswa yang tidak mencapai 100%
disebabkan beberapa faktor antara lain ada siswa yang sakit, izin dan tanpa
keterangan.
2. Siswa yang mengajukan pertanyaan kepada
guru pada saat penyajian materi pelajaran
Pada siklus I siswa yang mengajukan pertanyaan
sebanyak 18,35%, hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa masih takut dan
malu untuk mengajukan diri.
3. Siswa yang menjawab pertanyaan guru
Pada siklus I siswa yang menjawab pertanyaan guru
sebanyak 7,89%, hal ini masih rendah karena siswa masih cenderung untuk
menjawab secara serentak.
4.
Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan
tulis
Pada siklus I kepasifan siswa dalam proses belajar
mengajar masih tinggi, dalam hal ini mengajukan diri naik mengerjakan soal yang
masih didominasi oleh siswa yang pintar dan itupun jika ditunjuk, penyebabnya siswa takut salah dalam menjawab
soal. Pada siklus I, siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis sebesar 13,33%.
5. Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah
(PR)
Pada
siklus I, siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah (PR) sebesar 85%. Siswa
yang kurang perhatian untuk menyetor pekerjaan rumah dengan berbagai alasan
yang mereka berikan.
6. Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut,
bermain, dll)
Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut,
bermain, dll) pada siklus I sebesar 26,65%.
3) Keterlaksanaan Pembelajaran
Adapun hasil analisis tentang
keterlaksanaan pembelajaran Guru dalam pemgelolaan pembelajaran kooperatif tipe
make a match yaitu:
·
Pertemuan
I
Pada pertemuan I dikegiatan
awal, guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, membaca doa sebelum
belajar serta mengecek kesiapan siswa dalam menghadapi kegiatan pembelajaran,
selanjutnya guru menyampaikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe make a match
serta menjelaskan langkah-langkah pelaksanaannya.
Pada tahap kegiatan inti, guru menjelaskan materi mengenai Membedakan
Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) dengan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV) Menyatakan variabel
dengan variabel lain suatu Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) dan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan materi. Kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau memberikan tanggapan
atas penjelasan diberikan. Selanjutnya, siswa diarahkan belajar kelompok, pada kegiatan ini peneliti membentuk kelompok
yang beranggotakan 5 orang.
Selanjutnya guru
memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban
dalam bentuk kartu dengan masalah yang berbeda pada setiap siswa. Setiap
kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan atau kartu jawaban. Kemudian kartu
tersebut dibagi kepada setiap anggota kelompok.
Kemudian siswa memikirkan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang mereka
ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka ambil sebelum
batas waktu yang ditentukan.
Pada saat proses kerja
kelompok masih banyak siswa yang bingung bagaimana cara mencocokkan kartu yang
dipengannya, karena siswa belum terbiasa dengan metode make a match, sehingga guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan
siswa bagaimana cara mencocokkan kartu yang dipegangnya. Tapi walaupun masih belum sempurna, namun antusias dan
kemamuan siswa untuk belajar sangat baik. Setelah siswa mencocokkan kartu yang
dipegannya dalam batas waktu yang ditentukan, siswa diminta untuk mencatat
kartu soal dan jawaban dan mempersentasikan hasil kerja kelompok.
Pada kegiatan penutup Siswa yang
mampu mencocokkan kartunya dan mempunyai kerjasama yang baik mendapatkan
penghargaan berupa pujian dari guru dan guru menyimpulkan
materi pelajajaran, selanjutnya guru memberikan pekerjaan rumah.
·
Pertemuan
II
Pada pertemuan ini, peneliti
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang pada dasarnya sama dengan pertemuan
pertama. Namun pada pertemuan kedua ini peneliti lebih memaksimalkan pengelolaan
pembelajaran untuk mengatasi masalah yang ada pada pertemuan pertama.
Pada pertemuan II, sebelum memulai materi baru,guru dan siswa membaca
doa, mengecek kehadiran siswa, guru melakukan apersepsi dengan bertanya kepada
siswa tentang materi sebelumnya. Setelah itu, guru bersama siswa bersama-sama
memulai membuka dengan pelajaran dengan materi mengenal variabel
dan koefisien sistem
persamaan linear dua variabel serta menentukan
penyelesain persamaan
linear dua variabel, Peserta didik diminta untuk menyediakan seluruh alat tulis
menulis dalam memulai proses belajar mengajar
memberikan siswa untuk bertanya. Guru
harus dapat menumbuh kembangkan keberanian siswa agar mereka dapat siswa meyampaikan materi yang akan di
pelajari dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya.
Selanjutnya, siswa
diarahkan belajar kelompok, pada
kegiatan ini peneliti membentuk kelompok yang beranggotakan 5
orang, selanjutnya guru memberikan pertanyaan/ masalah dan jawaban dalam bentuk kartu dengan masalah yang
berbeda pada setiap siswa. Setiap kelompok mengambil 1 paket kartu pertanyaan
atau kartu jawaban. Kemudian kartu tersebut dibagi kepada setiap anggota
kelompok. Kemudian siswa memikirkan pertanyaan
atau jawaban dari kartu yang mereka ambil. Setelah itu siswa mencari pasangan
dari kartu yang mereka ambil sebelum batas waktu yang ditentukan.
Kegiatan
akhir, guru memberikan penghargaan pada siswa yang dapt mempersenatasikan hasi
kerja kelompok,siswa dan guru menyimpulkan seluruh materi yang telah
diajarkan.guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa.
·
Pertemuan
III
Pada pertemuan III, materi yang
diajarkan mengenai cara Menentukan akar dan bukan akar Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel SPLDV, pada kegiatan awal, membaca doa bersama, guru
mengecek kehadiran siswa guru melakukan apersepsi,menyampaikan tujuan dan
memotivasi siwa untuk belajar.
Pada kegiatan inti dan kegiatan
penutup pada pertemuan ini berjalan seperti halnya pada pertemuan kedua.
·
Pertemuan
IV
Kegiatan
awal guru mempersiapkan tes hasil
belajar (siklus I), guru menjelaskan tujuan melakukan tes
hasil belajar (siklus I) serta mengecek bagaimana kesiapan siswa daam
mempersiapkan ulangan. Guru mengabsen nama–nama siswa, setalah itu guru memulai
ulangan.
Kegiatan
inti setiap siswa mendapatkan lembar tes hasil belajar
dan angket mengenai respons siswa terhadap pembelajaran kooperati tipe make a match yang di bagikan oleh guru
setelah itu guru menjelaskan tujuan tes hasil belajar (siklus II) dan Kegiatan akhir. Setelah selesai
ulangan, guru menutup
pelajaran.
4) Respons Siswa
Berdasarkan angket yang dibagikan pada siswa maka diperoleh
respons/tanggapan siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut:
1.
Apakah Anda menyukai pelajaran matematika dengan metode
make a match?.
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar
10%.
2.
Apakah Anda menyukai cara guru mengajar yang diterapkan
dengan metode make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab
”tidak”.
3.
Apakah dengan metode make a match dapat membantu Anda memahami materi pelajaran
matematika?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar
10%.
4.
Apakah Anda antusias belajar dengan metode make a match yang diterapkan guru?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 80% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar
20%.
5.
Apakah Anda merasakan ada kemajuan setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe make a
match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya”
sebesar 100% dan tidak ada siswa
yang menjawab ”tidak”.
6.
Apakah Anda senang mengerjakan pekerjaan rumah?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 95% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar 15%
d. Refleksi
Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe make a match yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Pada siklus I tampak masih ada beberapa siswa yang tidak hadir mengikuti
pelajaran baik itu tidak hadir tanpa keterangan maupun yang sakit. Hal ini
disebabkan karena siswa menganggap bahwa pelajaran matematika itu sulit dan
rumit dengan rumus-rumusnya serta soal-soal matematika yang sulit diselesaikan.
Sebelum masuk pada materi pelajaran guru selalu menyampaikan tujuan
pembelajaran kemudian memberikan motivasi kepada siswa agar siswa tertarik
terhadap materi pelajaran tersebut, tetapi dengan begitu masih banyak siswa
yang tidak memperhatikan guru.
Pada setiap selesai satu kali pertemuan guru selalu memberikan pekerjaan
rumah (PR) dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih diri dalam
menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpul pada pertemuan berikutnya. Tetapi
pada pertemuan berikutnya masih ada siswa yang tidak meyelesaikan pekerjaan
rumah tersebut dengan berbagai alasan yang mereka berikan.
Pembelajaran kooperatif pada fase terakhir adalah pemberian penghargaan
kepada kelompok. Pada siklus I ini siswa dengan pemberian penghargaan pada
kelompok belum dapat meningkatkan minat dan semangat siswa dalam mengikuti
pelajaran. Hal ini disebabkan karena siswa baru mengenal model pembelajaran
kooperatif yang sebelumnya tidak pernah digunakan oleh guru kelasnya, meskipun
mereka menyukai pelajaran matematika dengan metode make a matc.
Karena hasil yang didapat pada akhir siklus I belum menunjukkan hasil
yang optimum dan metode yang digunakan belum terserap dengan baik pada siswa,
maka perlu dilanjutkan pada siklus II.
2.
Siklus II
a.
Tahap perencanaan
Siklus II dilaksanakan selama 4 kali
pertemuan. Dari hasil telaah silabus sub pokok bahasan yang diajarkan yaitu
menentukan penyelesain Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode
subtitusi, metode eliminasi, metode grafik dan menyelesaikan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang dipaparkan pada bab 3
bahwa perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II ini pada dasarnya
mengulang langkah-langkah pada siklus I. Namun yang berbeda adalah pada siklus II
dilakukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kendala yang muncul pada siklus
I.
b.
Tahap Pelaksanaan
Setelah merefleksi hasil pelaksanaan
siklus I, diperoleh suatu gambaran tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
II, sebagai perbaikan dari tindakan yang telah dilakukan pada siklus I. Oleh
karena itu, peneliti merekomendasikan bahwa pada siklus II ini lebih difokuskan
pada tindakan-tindakan baru yang dilakukan antara lain:
1)
Guru menjelaskan materi pokok secara rinci disertai
dengan contoh.
2)
Lebih membimbing siswa dalam proses kerja kelompok
3)
Memotivasi siswa bahwa penilaian kelompok dilihat dari
siswa yang berani mempersentasikan kelompok tanpa di tunjuk oleh guru, artinya
dalam proses pemebelajaran penilaiannya berfokus pada unjuk kerja siswa di dalam
pembelajaran.
Pada siklus II ini diadakan juga observasi
kegiatan siswa dan guru selama pembelajaran. Sama halnya pada siklus I fokus
pengamatan adalah mengenai keaktifan, kekreatifan siswa selama empat kali
pertemuan yang dirangkum pada lembar observasi siswa dan guru.
c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Belajar
Sama halnya pada siklus I, tes hasil belajar pada siklus II ini
dilaksanakan dengan bentuk ulangan harian. Hasil analisis kuantitatif
menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas VIIIA
SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone yang diajarkan dengan menggunakan model
kooperatif tipe make a match pada siklus
II disajikan dalam Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Statistik Skor Hasil
Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Pada
Siklus II
Statistik
|
Nilai Statistik
|
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Rentang skor
Skor rata-rata
Median
Modus
Standar deviasi
Variansi
|
20
100
94,00
56,00
38,00
80,05
81,00
89,00
10,19
103,84
|
Dari Tabel 4.4 skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika siswa kelas
VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diterapkan
pembelajaran kooperatif tipe make a match
pada siklus II adalah 80,05 dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah
100. Dari skor rata-rata tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika
siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone pada siklus
II sebesar 80,05%. Sekalipun sudah terjadi peningkatan pada siklus ini, namun
masih terdapat siswa yang melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran
berlangsung.
Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka
diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti pada Tabel 4.5:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi
dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone
Pada
Siklus II
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
0 – 54
55 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
0
1
8
8
3
|
0
5,00
40,00
40,00
15,00
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas
VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diberi tindakan
pada siklus II berada pada kategori tinggi.
2) Aktivitas Siswa
Selama penelitian, selain terjadi peningkatan hasil belajar matematika
pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada
setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Perubahan tersebut diperoleh dari
lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar
observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung di kelas
Adapun perubahan sikap siswa pada siklus II adalah sebagai berikut :
1. Kehadiran siswa
Pada
siklus II kehadiran siswa mengalami peningkatan menjadi 96,67%.
2. Siswa yang mengajukan pertanyaan kepada
guru pada saat penyajian materi pelajaran
Perhatian siswa pada siklus II tampak
terjadi peningkatan pada saat proses belajar mengajar, siswa yang mengajukan
pertanyaan mencapai 21,67%.
3. Siswa yang menjawab pertanyaan guru
Pada siklus II keaktifan siswa sudah meningkat dalam
proses belajar mengajar seperti menjawab pertanyaan sudah mencapai 25%, siswa sudah berani bertanya dan
berebutan menaikkan tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru.
4. Siswa
yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis
Pada siklus II siswa mulai berani dan tidak
canggung lagi mengajukan diri menyelesaikan soal di papan tulis sehingga
mengalami peningkatan mencapai 30%.
5. Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah
(PR)
Selama siklus II berlangsung, perhatian siswa sudah
meningkat dengan ditandai banyaknya siswa yang menyetor pekerjaan rumah
mencapai 96,67%.
6. Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut,
bermain, dll)
Siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut,
bermain, dll) pada siklus II sudah menurun menjadi 6,65%.
3) Keterlaksanaan Pembelajaran
Adapun hasil analisis tentang
keterlaksanaan pembelajaran Guru dalam pemgelolaan pembelajaran kooperatif tipe
make a match yaitu:
·
Pertemuan
V
Pada pertemuan ini terlihat siswa
sudah lebih bersemangat untuk memulai pelajaran, pada saat guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan memberi motivasi kepada siswa, demikaian halnya ketika
guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi sebelumnya, siswa terlihat lebih
siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya guru meminta
siswa untuk duduk bersama teman kelompoknya tanpa diarahkan lagi siswa langsung
bergabung dengan kelompoknya dan mengambil tempat masing-masing dengan tenang.
Guru menyampaikan materi mengenai
cara menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode Subtitusi
dan metode Eliminasi. Keaktifan siswa sudah mulai meningkat di tandai dengan
banyaknya siswa yang bertanya, dan menjawab pertanyaan dari guru. Siswa di bagi
dalam kelompok belajar yamg terdiri dari 5 orang pada setiap kelompok.kemudian
setiap siswa dibagikan kartu soal/jawaban yang berbeda, siswa mencocokkan dan
mencari pasangan kartu yang di pegangnya, disini siswa mengalami kemajuan
terbukti dari banyaknya siswa yang dapat memasangkan kartu yang di pegangnya
sebelum batas waktu yang ditentukan. Siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan
bimbingan atau arahan dari Guru.
Setelah itu siswa mempersentasikan
hasil kerja kelompok, dan siswa diberikan penghargaan berupa pijian. Dan pada
kegiatan penutup seperti biasa guru memberikan pekerjaan rumah.
·
Pertemuan
VI
Guru mengecek kesiapan siswa dalam
menerima materi, peserta
didik di minta untuk menyediakan seluruh alat tulis menulis dalam memulai
proses belajar mengajar. Materi yang diajarkan mengenai cara menyelesaikan
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode grafik.
Pada pertemuan ini, peneliti
memfokuskan perhatian terhadap kendala yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan
masalah yang ada. Setelah peneliti memerintahkan siswa untuk menyelesaikan LKS
yang dibagikan kepada masing-masing kelompok, kemudian peneliti mengadakan
bimbingan secara langsung kepada siswa yang masih kesulitan memahami materi
yang dibahas sehingga tidak ada lagi siswa yang bermain-main atau melakukan
hal-hal yang tidak berhubungan dengan pembelajaran, sikap kerjasama siswa sudah
terlihat. Ungkapan-ungkapan penghargaan terus diberikan guru untuk
membangkitkan kepercayaan dan kebanggaan siswa dalam belajar sehingga siswa
tidak lagi malu ataupun takut untuk mengajukan pertanyaan dan tanggapan pada
saat persentasi berlangsung. Seperti biasa di akhir pembelajaran siswa sendiri
membuat kesimpulan dari materi hari ini dan guru hanya memperbaiki atau
menambahkan sedikit yang dianggap masih kurang dan perlu.
·
Pertemuan
VII
Pada pertemuan ini guru membahas
materi mengenai membuat model
matematika dari masalah sehari-hari yang melibatkan SPLDV. Pada pertemuan ini
dilaksanakan sama halnya dengan pertemuan-pertemuan sebelumya. Pada pertemuan
ini siswa lebih diarahkan bagaimana membuat model matematika dalam bentuk
persamaan, sehingga terlihat bahwa antusias siswa untuk mengikuti pelajaran
meningkat, pada pertemuan ini guru lebih banyak meminta siswa untuk
mempersentasikan hasil kerja mereka tanpa harus ditunjuk oleh guru, memotivasi
siswa dengan memberikan penghargaan berupa pujian, memberikan nilai tambahan
sehingga siswa berlomba-lomba mengajukan diri untuk mempersentasikan hasil
kerjanya, selain itu siswa sudah mampu mencocokkan kartu yang dipegannya tanpa
bantuan guru, karena mereka sudah memahami bagaimana pelaksanaan pembelajaran
koopertauf tipe make a match.
·
Pertemuan
VIII
Kegiatan awal guru
mempersiapkan tes hasil belajar
(siklus II), guru menjelaskan tujuan
melakukan tes hasil belajar (siklus
II) serta mengecek bagaimana kesiapan siswa daam mempersiapkan ulangan.
Guru mengabsen nama–nama siswa, setalah itu guru memulai ulangan.
Kegiatan inti setiap
siswa mendapatkan lembar tes
hasil belajar dan angket mengenai respons siswa terhadap pembelajaran kooperati
tipe make a match yang di bagikan
oleh guru setelah itu guru menjelaskan tujuan tes hasil belajar (siklus II) dan Kegiatan akhir. Setelah
selesai ulangan, guru menutup
pelajaran.
4) Respons Siswa
Berdasarkan angket yang dibagikan pada siswa maka diperoleh
respons/tanggapan siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe make a match sebagai berikut:
1.
Apakah Anda menyukai pelajaran matematika dengan metode
make a match?.
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan
jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak
ada siswa yang menjawab ”tidak”
2.
Apakah Anda menyukai cara guru mengajar yang diterapkan
dengan metode make a match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab
”tidak”.
3.
Apakah dengan metode make a match dapat membantu Anda memahami materi pelajaran
matematika?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar
10%.
4.
Apakah Anda antusias belajar dengan metode make a match yang diterapkan guru?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 90% dan siswa yang menjawab ”tidak” sebesar
10%.
5.
Apakah Anda merasakan ada kemajuan setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe make a
match?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya”
sebesar 100% dan tidak ada siswa
yang menjawab ”tidak”.
6.
Apakah Anda senang mengerjakan pekerjaan rumah?
Siswa yang menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” sebesar 100% dan tidak ada siswa yang menjawab
”tidak”
Memasuki siklus II terlihat bahwa perhatian, motivasi, keaktifan serta
semangat siswa untuk belajar semakin memperlihatkan kemajuan setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe make a
match. Ini terlihat dari keaktifan siswa memberikan respon jika guru
memberikan pertanyaan maupun keberanian dan kepercayaan diri dari siswa untuk
tampil di depan mengerjakan soal yang diberikan. Antusisme dan rasa ingin tahu
siswa untuk menanyakan materi yang kurang dipahami juga sudah terlihat, mereka
sudah berani mengajukan pertanyaan kepada guru, bahkan berlomba-lomba menaikkan
tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru. Semakin tingginya rasa percaya diri
siswa, ini terlihat dari banyaknya siswa mengajukan diri untuk menyelesaikan
soal di papan tulis. Mereka mengaku satu hal yang memotivasi mereka dengan
adanya nilai tambah yang diberikan dan selama diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match rasa
percaya diri dan keberanian mereka semakin tinggi.
Begitupun jumlah siswa yang
mengerjakan dan mengumpulkan PR sudah mengalami peningkatan dari sebelumnya. Ini
menandakan tingkat pemahaman dan kesungguhan siswa dalam mengerjakan soal atau
tugas yang diberikan semakin meningkat.
Pada
siklus II ini umumnya siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match. Pada saat kerja kelompok siswa yang
melakukan kegiatan lain seperti ribut, mengganggu teman semakin berkurang sehingga
semua kelompok dapat menyelesaikan tugas yang di berikan dalam jangka waktu
yang tertentu.
d. Refleksi
Berdasarkan
rangkaian kegiatan pada siklus II, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan evaluasi semua mengalami kemajuan ke arah positif yang
signifikan. Semua siswa aktif dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, tujuan
pembelajaran telah dicapai dengan maksimal, ketuntasan belajar klasikal yang
ditetapkan sekolah telah tercapai tanpa remedial yang ditetapkan sekolah.
B.
Pembahasan
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match yang terdiri dari dua
siklus. Penelitian ini membuahkan hasil yang signifikan yakni meningkatnya
kualitas proses dan hasil belajar matematika di kelas VIIIA SMP
Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone Peningkatan yang terjadi dilihat dari Tabel 4.6:
Tabel 4.6 Perbandingan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Lappariaja
Kabupaten Bone
Siklus
|
Nilai perolehan dari 20 siswa
|
Maks
|
Min
|
Mean
|
Median
|
Modus
|
StDev
|
I
|
85,00
|
30,00
|
60,70
|
62,00
|
55,00
|
15.38
|
II
|
94,00
|
56,00
|
80,05
|
81,00
|
89,00
|
10,19
|
Berdasarkan perbandingan hasil belajar pada Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa setelah
dilaksanakan dua kali tes, rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I
adalah 60,70 dan pada siklus II meningkat menjadi 80,05. Sedangkan peningkatan
kualitas proses belajar siswa pada hasil observasi menunjukkan pada siklus I
rendah, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan strategi pembelajaran
yang diterapkan, akibatnya hasil belajar matematika juga rendah. Pada siklus II
terjadi peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang diikuti dengan
peningkatan hasil belajar matematika. Hal ini dsebabkan siswa mulai beradaptasi
dengan strategi pembelajaran yang diterapkan, selain itu siswa lebih
termotivasi dengan penghargaan. Adapun hasil pengamatan menunjukkan bahwa
keterampilan sosial dalam belajar kelompok secara kooperatif masih perlu
ditingkatkan terutama menjalin kerjasama yang baik. Dengan peningkatan
keterampilan sosial akan lebih memudahkan siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Rencana pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini
sesuai dengan waktu yang diberikan, namun waktu yang digunakan kenyataannya
tidak cukup dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan hal di atas secara
umum dapat dikatakan bahwa kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan
dibandingkan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan dan keseriusan
siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar yang berlangsung selama siklus
II.
Pada
pertemuan terakhir siklus II, siswa diberi tes untuk menguji kemampuan mereka
terhadap materi yang telah dibahas pada siklus II ini dan dapat dikatakan bahwa
hasil yang diperoleh siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tes
yang dilaksanakan diakhir siklus I.
C. Analisis Refleksi Siswa
Dari hasil analisis terhadap refleksi atau tanggapan siswa dapat disimpulkan
kedalam kategori sebagai berikut:
1. Pendapat
siswa tentang pelajaran matematika
Sebagian besar siswa senang dengan pelajaran matematika, sehingga siswa
merasa bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat penting untuk dikuasai
karena berguna dalam kehidupan atau bidang lain. Adapula siswa yang beranggapan
menyenangkan belajar matematika karena dapat mengasah otak dan melatih mereka
untuk berfikir memecahkan masalah.
Adapula kesenangan siswa belajar
matematika tergantung dari cara guru menjelaskan materi, jika cara guru
menjelaskan baik, tidak tergesa-gesa maka siswa cenderung cepat memahami materi
yang diberikan, begitupun apabila guru memberikan penjelasan secara rinci
mengenai materi atau penyelesaian soal-soal dengan baik maka siswa akan senang
belajar matematika. Tetapi ada pula siswa yang tidak suka belajar matematika
karena menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dimengerti, penuh
dengan rumus-rumus yang harus dihapal.
Ada beberapa siswa mengaku sebelumnya tidak senang dengan pelajaran matematika
tetapi, setelah diajar oleh peneliti mereka menjadi senang dan termotivasi
untuk belajar matematika dengan alasan senang dengan cara mengajar peneliti.
2. Bagaimana
tanggapan siswa tentang model pembelajaran make
a match
Siswa merasa senang dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe make a match. Karena model pembelajaran
ini dapat melatih siswa mengembangkan sendiri ide-ide serta dapat memudahkan
siswa memahami materi yang dipelajarinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
1.
Pembelajaran kooperatif tipe make a match cocok digunakan di kelas tersebut. Hal tersebut dapat
dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa kelas VIIIA SMP Negeri
3 Lappariaja Kabupaten Bone setelah diadakan pembelajaran kooperatif tipe make a match.
2.
Hasil belajar yang diperoleh dari tes akhir siklus,
pada akhir siklus I dengan skor rata-rata 60,70 dari skor ideal 100 dengan
standar deviasi 15,38 sedangkan pada akhir siklus II dengan skor rata-rata 80,05
dari skor ideal 100 dengan standar deviasi 10,19.
3.
Proses keterlaksanaan Pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa kelas VIIIA
SMP Negeri 3 Lappariaja Kabupaten Bone dari pertemuan pertama sampai terakhir
terlakasana dengan baik.
4.
Terjadi perubahan sikap siswa selama proses
pembelajaran sesuai dengan hasil observasi yaitu dengan adanya penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match
dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa untuk bertanya kepada guru dan dapat
meningkatkan kehadiran siswa.
B. Saran
Berdasarkan
hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka penulis mengajukan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Kepada
guru matematika khususnya agar dapat mencoba menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match dalam
proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Guru
matematika sebaiknya kreatif dalam menciptakan suasana kelas agar siswa tidak
cepat bosan dan tegang dalam belajar serta lebih termotivasi untuk
memperhatikan apa yang diajarkan.
3. Sebaiknya
kepada pihak sekolah memaksimalkan sarana dan prasarana di sekolah, misalnya
peningkatan kualitas dan kuantitas buku-buku perpustakaan, sehingga siswa yang
tidak memiliki buku pelajaran belajarnya tidak terhambat dengan meminjam
keperpustakaan.
4. Diharapkan
kepada peneliti yang akan melakukan penelitian sebaiknya mengambil satu
permasalahan misalnya kombinasi antara model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dengan salah satu
metode pembelajaran, untuk mengetahui apa dengan penerapannya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi., dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Haling, Abdul. 2007. Belajar
dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Ibrahim, Muslim. 2005. Belajar
dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Kunandar. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers.
Megasari. 2011. Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Assisted Individualization (Tai) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Mappedeceng. Skripsi.
Makassar : FKIP UNISMUH.
Nuharini, Dewi. dan Tri
Wahyuni. 2008. Matematika SMP Kelas
VIII/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Salama, Umi. 2008. Berlogika
dengan Matematika 2 SMP kelas VIII/MTs. Solo: PT Tiga Serangkai.
Suherman, Herman., dkk. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Taniredja, Tukiran., dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:
Alfabeta.
Thobroni, Muhammad. & Arif Mustofa. 2011. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Trianto. 2009. Medesaian Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media
Abadi.