Monday, June 4, 2012

Strategi dakwah Muhammadiyah

Tawaran Alternatif Model Dan Strategi Dakwah Muhammadiyah Memasuki Usia Satu Abad
Oleh: DR. Ali Imran Sinaga, M.Ag.
(Sumber : http://blog.beswandjarum.com/rosyidah/2010/06/12/tawaran-alternatif-model-dan-strategi-dakwah-muhammadiyah-memasuki-usia-satu-abad/; Date : June 12, 2010)
1. Da’wah bi as-Siyā (Dakwah dengan Wisata)
Kata as-Siyahah diartika sebagai wisata. Kara ini mengandung arti penyebaran. Oleh karena itu, dari kata itu dibentuk kata sahat yang berarti lapangan yang luas.
M. Quraisy Shihab pernah meruju’ pengertian siyahah (wisata) dari tafsir Alquran, di antaranya,
a. Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy,’Saya telah menemukan sekian banyak pakar yang berpendapat bahwa Kitab Suci memrintahkan manusia agar mengorbankan sebagian masa hidupnya untuk melakukan wisata dan perjalanan agar ia dapat menemukan peninggalan-peninggalan lama, mengetahui kabar berita umat-umat terdahulu agar semua itu dapat menjadi pelajaran dan ‘ibrah yang dengannya dapat diketuk dengan keras otak-otak yang beku’.
b. Muhammad Rasyid Ridha,’Kelompok sufi mengkhususkan arti as-saihun yang dipuji itu adalah mereka yang melakukan perjalanan di muka bumi dalam rangka mendidik kehendak dan memperhalus jiwa mereka’.
c. Fakhruddin ar-Raziy,’Perjalanan wisata mempunyai dampak yang sangat besar dalam rangka menyempurnakan jiwa manusia. Karena, dengan perjalanan itu, ia mungkin memperoleh kesulitan dan kesukaran dan ketika itu ia mendidik jiwanya untuk bersabar. Mungkin juga ia menemui orang-orang terkemuka, sehingga ia dapat memperoleh dari mereka hal-hal yang tidak dimilikinya. Selain itu, ia juga dapat menyaksikan aneka ragam perbedaan ciptaan Allah. Walhasil, perjalanan wisata mempunyai dampak yang kuat dalam kehidupan beragama seseorang’.
Berdasarkan pemaparan konsep perjalanan wisata di atas, M.Quraish Shihah membenarkan adanya dakwah dan wisata ziarah. Namun, penekanan wisata tersebut justeru pada ziarah kepada makam-makam para nabi, ulama, dan pahlawan dapat dijadikan nilai dan selanjutnya tidak dijelaskan bagaimana proses dakwah wisata itu terjadi.
Sementara itu, penulis lebih menekankan bagaimana keberadaan warga dan simpatisan Muhammadiyah di tempat-tempat wisata yang disetting tersebut dapat menjadikan dirinya ber-muhasabah dan semakin mencintai dan menyukai tempat-tempat tertentu sekaligus organisasi Muhammadiyah secara perlahan-lahan. Biasanya, seseorang dapat betah dan tahan berlama-lama di tempat sesuatu karena tempat itu telah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkannya seperti kenyamanan dan ketenangan.
Fakta di masyarakat membuktikan bahwa kesibukan manusia dalam bekerja selama sepekan telah membuat mereka mencari tempat-tempat hiburan untuk melepaskan kesuntukan dan kepenatan hati. Biasanya, manusia mencari tempat-tempat alam bebas yang menjanjikan ketenangan pikiran dan hati seperti pegunungan, sungai, air terjun, danau, laut, taman flora dan fauna, atau duplikan itu semua. Mereka akan meninggalkan rumah sebagai tempat tinggal selama ini sementara dan pergi menuju lokasi-lokasi tersebut. Bahkan, kegiatan-kegiatan mendadak yang ada hubungannya dengan undangan pesta, rapat kerja, atau organisasi yang biasanya dimanfaatkan di hari libur, justru sudah dipastikan akan tidak dihadiri mereka. Apalagi, kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di malam hari. Hal ini diperparah dengan terjadinya kelesuhan atau kejenuhan warga Muhammadiyah dan simpatisan untuk menghadiri pengajian-pengajian mingguan yang dilaksanakan di dalam mesjid atau kantor. Akibatnya, pengajian-pengajian tersebut sunyi dari warganya, padahal pengajian tersebut merupakan ruh kekuatan Muhammadiyah sebagaimana yang dibangun pertama sekali oleh KH. Ahmad Dahlan di kampong Kauman, Jogja dahulu.
Untuk mengembalikan ruh kekuatan yang sudah mulai lesuh tersebut dipandang perlu melakukan tindakan emergensi dakwah yang lain sebagai pendukung da’wah bi al-lisan dan da’wah bi al-hal yang selama ini telah berjalan cukup depensif, yaitu da’wah bi as-Siyahah.
Da’wah bi as-Siyasah adalah dakwah wisata dengan mengunjungi objek-objek wisata sebagai penarik minat massa dan bertahan sejenak untuk memperhatikan sekaligus menambah wawasan pengetahuan di tengah-tengah ketenangan dan kenyamanan lingkungan tanpa harus ditekan dengan pikiran keras.
Oleh karena itu, Muhammadiyah harus menjadikan dirinya sebagai objek wisata bagi warganya sendiri dan masyarakat luas. Strategi yang dapat dilakukan Muhammadiyah adalah:
a. Memperbesar dan memperindah Mesjidnya dan memperluas tanahnya agar semakin banyak menampung jema’ah sekaligus masyarakat sekitar semakin bergantung pada peran Muhammadiyah dalam banyak hal kepada diri mereka dalam berbagai hal. Jika mesjid sudah tidak memiliki tanah yang luas, apalagi di pinggir jalan raya yang menyebabkan kebisingan, maka ruangan yang ber-AC sebagai solusi yang tepat dan meredam kebisingan suara-suara kenderaan bermesin.
b. Muhammadiyah membangun citra syurga mini pada setiap gedung-gedung yang dimilikinya, seperti membuat taman yang berisikan air mancur yang dihuni ikan-ikan, bangku-bangku, tumbuhan-tumbuhan hijau baik mesjid, kantor, sekolah/madrasah ,perguruan tinggi, panti-panti asuhan dan koperasi. Hal ini pernah dilakukan oleh banyak dinasti-dinasti kecil dan besar dalam kekhalifahan Umayyah dan Abbasyiyah. Seperti: Alquran selalu menggunakan kata jannah untuk menyebut surganya, sedangkan kata jannah ini dapat berarti dua hal yaitu surga dan taman. Ketika jannah diartikan surga selalu saja Alquran mengelaborasinya dengan kata,’mengalir di bawahnya sungai-sungai’ atau ‘terdapat bangku-bangku’ atau ‘gelas-gelas’ atau ‘bidadari’ ataupun ‘pepohonan yang dihiasi dengan buah-buahan’. Beginilah, Alquran menggambarkan sebagian suasana surga. Kemudian, ulama dan intelektual muslim mendapat ilham menciptakan ‘taman/surga’ di dunia ini sebagai harapan semoga kehidupan di dunia sama seperti di surga yang dipenuhi dengan taman-taman, seperti di rumah, mesjid, dan sekitar gedung-gedung istana mereka. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa orang-orang muslim telah menciptakan taman tersebut, seperti:
1. Taman Herertal del Rey di Toledo.
2. Taman Raja Taifa di Spanyol.
3. Taman al-Khams dan Tamurid di Tabriz.
4. Taman Mahmud Ghazna di Balkh.
5. Taman Al-Mu’tasam di Samarra.
6. Taman Istana Amir Aghlabiyah di Tunisia.
7. Taman Hafsid di Tunisia (Dinasti Fathimiyah)
8. Taman di Fez dan Marakesh (Maroko)
9. Kebun Raya (Botanical Garden) ar-Rahman Amir I pada Dinasti Umayyah Spanyol.
10. Taman di dalam Istana Al-Hamra pada Dinasti Umayyah Spanyol.
11. Taman sekitar Taj Mahal di India.
Dengan demikian, layaklah kalau diartikan hadis Nabi saw.’Baiti jannati’ diartikan rumahku adalah tamanku’. Bukan surga sebab tidak mungkin manusia dapat menciptakan surga di dunia.
c. Ketika taman yang diinginkan telah tercapai, Muhammadiyah sedikit banyak menerapkan sistem pengkarangkengan sejumlah binatang-binatang langka di sela-sela taman tersebut untuk sedikit memecah keheningan, menarik perhatian, sekaligus menambah wawasan pengetahuan.
2. Da’wah bi al-Fann (Dakwah dengan Seni)
Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspesi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamban-Nya. Adalah merupakan satu hal yang mustahil bila Allah yang menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan, kemudian Dia melarangnya. Bukankah Islam adalah agama fitrah ? segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya dan yang mendukung kesuciannya ditopangnya.
Namun, ternyata Islam tiak sekaligus menerima segala macam seni yang berkembang walaupun dari hasil ekspressi manusia. Islam sangat berhati-hati dalam hal ini. Oleh karena itu, Tim Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan jawaban terhadap konsep seni bahwa Muhammadiyah tidak melarang kesenian yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam karena Muhammadiyah adalah gerakan Dakwah Islam Amar Makruf Nahi Mungkar. Hanya saja Muhammadiyah sangat berhati-hati dalam hal ini. Tidak memberikan tuntunan yang praktis dan terinci mengenai kesenian yag bagaimana yang boleh dan tidak boleh , tetapi dalam keputusannya memberikan pokok-pokok saja, seperti dalam menetapkan soal seni rupa dan seni suara:
a. Dalam seni hukumnya berkisar kepada illatnya (sebabnya), ialah ada tiga macam: 1) Untuk disembah, hukumnya haram berdasarkan nash, 2) Untuk pengajaran hukumnya mubah, 3) Untuk perhiasan ada dua: a) Tidak khawatir medatangkan fitnah hukumnya mubah, b) Mendatangkan fitnah ada dua macam: 1. Jika fitnah itu pada maksiat hukumnya makruh, 2. jika fitnah itu kepada musyrik hukumnya haram.
b. Seni suara, khususnya suara alat bunyi-bunyian. Alat bunyi-bunyian hukumnya berkisar pada illatnya, dan hal itu ada tiga macam: 1) Menarik kepada keutamaan hukumnya sunat, 2) Hanya sekedar untuk main-main belaka (tidak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, 3) Menarik kepada maksiat hukumnya haram. Dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dan memerlukan kearifan.
c. Seni bela diri, sekalipun tidak dirumuskan dalam suatu keputusan hukumnya, namun, dalam pelaksanaannya telah berdiri bahkan menjadi ortom, yakni Tapak Suci. Majlis Tarjih membolehkan hal itu sepanjang dalam pelaksanaannya dapat dijaga tidak menyimpang dari ajaran Islam, seperti dalam hal pakaiannya, dan hubungannya pria dan wanitanya.
Seringkali terjadi image di dalam masyarakat luas bahwa Muhammadiyah ’kering dan tandus’ dari suara-suara seni baik seni suara, seni lukis apalagi seni musik. Sepertinya Muhammadiyah selama ini menjauhkan diri dari kondisi tersebut. Untuk itu, Muhammadiyah harus kembali membangun kepercayaan masyarakat dengan cara menyahuti keinginan masyarakat tanpa harus mengorbankan ideologi Muhammadiyah yang telah mapan tersebut dengan cara melakukan strategi, yaitu:
a. Muhammadiyah menggalakkan kembali pemberantasan bisu lagu-lagu Alquran dengan cara terus-menerus memasukkan kurikulum di tingkat Sekolah /Madrasah yang diampu oleh guru-guru yang ahli dan profesional. Dengan demikian, kefasihan Imam salat terimbangi dengan lagu-lagu Alquran ditambah lagi dalam pembukaan acara-acara tertentu dibacakan Alquran oleh qari/qariah.
b. Muhammadiyah harus membangun musik-musik mandiri tanpa kehilangan citra kesyahduannya dan nilai-nilai ideologinya.
c. Muhammadiyah mandiri dalam seni kaligrafi Arab sebagai wujud dari keindahan tulisan.
3. Da’wah bi al-Iqtishadiyah (Dakwah Ekonomi)
Satu sisi Muhammadiyah mempunyai keistimewaan dalam mengumpulkan dana untuk suatu keperluan mendadak dan terjadwal melalui kegiatan yang disebut dengan GAS (Gerakan Amal Saleh) yang diperoleh dari anggota dan simpatisan. Dana tersebut dipergunakan biasanya untuk fakir miskin dalam bulan Ramadhan dan pembangunan tertentu. Namun, Muhammadiyah jarang memikirkan kondisi warga dan simpatisannya yang memerlukan dana untuk keperluan keluarganya sehingga mereka tidak bisa menghadiri pengajian perminggu disebabkan harus mencari nafkah di luar. Sedekah yang diberikan justru setahun sekali di bulan Ramadhan, padahal manusia makan tiap hari. Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan adalah:
a. Muhammadiyah mengitensifkan pemberdayaan Bank yang dimilikinya untuk keperluan anggota dan simpatisan dengan sistem bagi hasil.
b. Muhammadiyah dalam jangka panjang dapat memiliki stasiun Radio dan Televisi sendiri dalam menyampaikan pesan-pesan ideologinya.
4. Dakwah kader.
Untuk keberlangsungan Muhammadiyah di masa depan kader-kader perlu diintensifkan dengan melakukan strategi:
Ø Mengirim kader-kader Muhammadiyah untuk melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah dan atau Eropah agar lebih berkualitas.
Ø  Menggalakkan kembali pengajian-pengajian sebagai ruh Muhammadiyah sejak awal tumbuhnya dengan cara daftar hadir, inventaris kembali karyawan, guru, dosen, pejabat yang bekerja di amal usaha Muhammadiiyah harus terdaftar di rantingnya masing-masing sebab bagaimana mungkin bukan kader Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah secara ikhlas dan serius. Inilah mungkin pernyataan ’Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah’ wahai orang-orang yang bukan kader Muhammadiyah. Termasuk politikus harus terdaftar di ranting Muhammadiyah.
Kondisi yang menurun dilatar belakangi kejenuhan dalam pengajian bi al-lisan dan sedikit bi al-hal selama ini. Tentunya, diketahui akibat kejenuhan itu sendiri (surat al-Ma’arij ayat 19 dst) mengakibatkan berkurangnya respon dan antusiasita


























MAKALAH STRATEGI DAKWAH MUHAMMADIYAH
SEKAPUR SIRIH: Sebuah Pengantar

Alhamdulilah atas segala daya dan upayaNya, Penulis sadar ternyata tanpa kehendak-Nya makalah ini mustahil akan terselesaikan. Terkadang penulis merasa angkuh so’ jagan dan so’ gagah bisa melakukan segalanya dengan apa yang penulis rencanakan. Namun, benar manusia hanya merencanakan dan Dia lah yang menentukan (Al-insanu bitafkiri wallahu bitadbiri), Dialah di atas segalanya.

Ya. Semua ini penulis alami dalam pembuatan makalah ini, ketika soal ada ditangan penulis tepat hari UAS PMDI, penulis merencanakan untuk bisa menyelesaikan makalah ini lebih awal, namun karena kesibukan UAS mata kuliah yang lain ditambah ide dan ilham yang kunjung datang membuat pembuatan makalah ini jadi sedikit terlambat. Tapi puji serta syukur akhirnya makalah ini terselesaikan, dan memang benar cukuplah bagi penulis Dia menjadi penolong penulis dimana pun dan kapanpun.

Disamping itu penulis tahu diri, banyak sekali pihak yang ikut peran serta berpartisipasi dalam penyeselaian makalah ini, baik bantuan berupa moril ataupun materil. Maka pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
  1. Orang tua penulis, yang tak pernah padam dan surut dalam do’a dan harapan. “Allahumagfirli waliwadaya warhamhuma kamaa robayanii sogiro..”.
  2. Kakaku, T’Ira atas bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
  3. Drs. H. A. Darun Setiady, M.Si, selaku dosen mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam (PMDI), yang telah begitu banyak memberikan penulis pencerahan-pencerahan wacana dan intelektual.
  4. “Qurota A’yunii”, Peri kecilku yang secara tidak langsung menjadi pendorongan dan motivasiku, Izinkanlah Aku De’…Pliss!!!
  5. Barudax’s Jurnalistik 2005, sahabat perjuangan dalam menggapai cita dan asa.
    Dan sudah barang tentu makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karenanya penulis senantiasa membuka diri untuk menerima saran dan kritik sebagai perbaikan untuk masa yang akan datang, pembaca bisa mengirimkan kirim saran dan kritik ke alamat email:
    oki_slengean11@plasa.com atau bisa langsung berkunjung dan silaturahmi ke web penulis di: http://oki-sukirman.blogspot.com/. Terima kasih.
    Jatinangor, 28 Januari 2007.
    Oki Sukirman
    Sepi dalam hati, rindu dalam kalbu,
    optimis melawan pesimis
    semangat dalam asa, dan
    doa dalam usaha.



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Muhammadiyah dalam usianya yang hampir seabad ( 94 tahun, tepat pada tangal 18 November 2006) merupakan sebuah fenomena tersendiri dalam khazanah sejarah Islam di Indonesia. Ia (Muhammadiyah –pen) telah cukup banyak menghiasi berbagai ruang dan tempat sejarah indonesia dari mulai pra-kemerdekaan (sebelum 1945, Muhammadiyah sendiri didirikan tahun 1912) sampai pasca kemerdekaan, eksistensi Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan tak perlu diragukan lagi.
Seiring perkembangan masyarakat yang dinamis dan sangat kompleks memaksa Muhammadiyah untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan tersebut. Sebagaimana organisasi-organisasi keagamaan lainnya, Muhammadiyah dituntut oleh keadaan untuk menilai kembali identitasnya agar tetap relevan dan mampu mengatasi tantangan-tantangan yang ada yang semakin kompleks.
Muhammadiyah dikenal sebagai suatu organisasi medernis (Tajdid). Kesediaan Muhammadiyah untuk mengadopsi metode-metode modern (Barat) dalam kehidupan organisasi sehari-hari, Misalnya dalam sistem pendidikan, Muhammadiyah mengambil alih sistem pendidikan barat yakni dengan tanpa memisahkan (dikhotomi) antara pendidikan agama dan pendidikan umum, Muhammadiyah hadir dengan memadukan mata pelajaran agama dan umum, ini merupakan upaya praktis modernisasi yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Itu salah satunya, dan salah satu studi kasus terbaru adalah Muhammadiyah tengah mengembangkan strategi dakwah terbaru dengan melibatkan teknologi informasi (TI) sebagai sarananya.
Baru-baru ini tepatnya hari Jum’at tanggal 12 Januari 2007 Muhammadiyah melaunching website resmi organisasi dengan alamat www.muhammadiyah.or.id.
Penulis memandang hal ini sebagai upaya dan penguatan (taukid) yang memberi Muhammadiyah label sebagai gerakan modernis jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi masyarakat lainya.
Namun dengan makin kompleknya permasalahan yang harus dihadapi oleh Muhammadiyah disatu pihak dan respons yang diberikannya dipihak lain, sering pada akhir-akhir ini menimbulkan tudingan bahwa organisasi ini sedang mengalami kejumudan (kemandegan).
Oleh karenanya, hal ini sangat menarik untuk dicermati bagaimana Muhammadiyah dalam dakwah amar ma’ruf nahyi munkarnya menggunakan media teknologi informasi (TI). Apakah Ini merupakan proses penyesuaian strategi dakwah Muhammadiyah di era globalisasi seperti sekarang?
Pada makalah ini penulis mencoba mencermati fenomena tersebut, bagaimana Muhammadiyah dan teknologi informasi saling bersinergi untuk membangun masyarakat yang sebenar-benarnya (sebagaimana tujuan utama Muhammadiyah), juga apakah teknologi informasi (TI) menjadi pendukung yang tepat bagi dakwah amar ma’ruf nahyi munkar Muhammadiyah atau malah sebaliknya menjadi blunder, hal ini bisa terjadi jika Muhammadiyah tidak bisa mengelola dan memanage dengan profesional dan proporsional, sebab telah kita ketahui bersama bahwa teknologi informasi yang tengah maju melesat saat ini bagai “buah simalakama”, keduanya mempunyai akses dan ekses yang positif dan negatife. Penulis mengangkat judul makalah ini:

“Muhammadiyah dan Teknologi Informasi”
Sebuah Tinjauan Analisis Strategi Dakwah Muhammadiyah dalam Menjawab Tantangan Era Globalisasi dan Informasi
(Studi Kasus Relaunching Website Muhammadiyah:
http://www.muhammadiyah.or.id/ )
B. Rumusan Masalah.
Pada makalah ini, penulis “mencetak tebal” bebarapa pertanyaan-pertanyaan diantaranya:
  1. Bagaimana Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaharuan) menjawab tantangan masa depan?
  2. Bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah dalam menjawab tantangan era globaliasi dan informasi seperti saat ini?

C. Tujuan Penulisan.
Tujuan penulisan ini adalah sebagai realisasi tugas ujian akhir semester (UAS) mata kuliah pemikiran modern dalam Islam (PMDI), selain itu diharapkan makalah ini menjadi satu dari sekian banyak sumber pengetahuan bagi pembaca sekalian.
Selain itu yang paling utama, makalah ini bertujuan untuk:
  1. Mengetahui seluk beluk muhammadiyah dari mulai berdiri sampai saat ini, serta upaya Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dalam menjawab tantangan masa depan.
  2. Mengetahui strategi dakwah Muhammadiyah khususnya dalam menghadapi objek dan kondisi dakwah di tengah-tengah era globalisasi dan informasi.

D. Kerangka Pemikiran
Muhammadiyah dan teknologi informasi, judul yang penulis angkat pada makalah ini memang sedikit memberikan tanda-tanya, memang ada apa muhammadiyah dan teknologi dan informasi itu? Sehingga harus diangkat menjadi judul dan dibahasnya. Sebagaimana kita ketahui kata pengubung “dan” merupakan kata penghubung yang mempunyai interpreatsi kebuhubungan, keterkaitan dan kedekatan. Lalu kalau muhammadiyah dengan teknologi informasi apakah ada hubungan atau keterkaitanya?
Jangan sinis dulu, pertama penulis menganngkat judul tersebut berdasarkan berita yang penulis baca di website resmi organisasi masyarakat muhammadiyah (www.muhammadiyah.or.id) lebih jelasnya seperti ini:
Dien Syamsuddin Resmikan Relaunching Website Muhammadiyah
Jakarta – Ketua umum PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin meresmikan relaunching website Muhammadiyah, Jum’at (12/01) di kantor PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya No 62 Jakarta. Peresmian dilakukan di sela-sela sambutannya pada acara relaunching website Muhammadiyah yang diadakan oleh Lembaga Pustaka dan Informasi (LPI) PP Muhammadiyah.
Website Muhammadiyah adalah situs resmi milik Muhammadiyah di bawah naungan LPI PP Muhammadiyah. Meski keberadaannya sejak tahun 1997, namun selalu mengalami pasang surut dalam hal manajemennya. Peluncuran kembali (relaunching) kali ini dimaksudkan sebagai bentuk peremajaan kembali website Muhammadiya.1
Berita tersebut mengindikasikan gerakan muhammadiyah akan dan telah menjamah teknologi informasi, dengan dilauncingkannya website resmi muhammadiyah tersebut, muhammadiyah berusaha untuk mengembangkan startegi dakwah baru, diharapkan dalam berdakwah amar ma’ruf nahyi munkar baik kepada umat islam dan dalam hal ini anggotanya (ummatu dakwah) atau pun kepada non-muslim (umatu ijabah) bisa lebih efektif dan efisien.
Apabila dicermati dengan seksama sejak kelahiran dan perkembangannya perserikatan menujukan identitasnya, salah satunya adalah sebagai gerakan tajdid (PP Muhammadiyah, Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999:38). Sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan, Muhamamdiyah yakin bahwa dengan memahami secara sungguh-sungguh, baik, dan benar akan ajaran Islam, maka menjadi baik dan benar pula pengalamannya. Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid yaitu pembaharuan cara berpikir dan memahami ajaran Islam agar diterima oleh individu dan masyarakat pada setiap saat dan tempat










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.

A. Landasan Teori.
A.1. Apa Muhammadiyah itu? Kapan Muhammadiyah didirikan? Siapa pendiri Muhammadiyah?
Kata ”Muhammadiyah” secara etimologi (bahasa) berasala dari bahasa arab Muhammad yang di tambah dengan “yah” nisbah ( ) yang berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.
Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Oleh karenanya, jika bersandar pada defenisi Muhammadiyah secara bahasa maka seluruh umat Islam termasuk organiasasi-organisasi masyarakat seperti Nahdatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad, Persatuan Umat Islam (PUI), Mathla’ul Anwar, dan lain-lain adalah termasuk pada golongan Muhammadiyah.
Secara terminologis (istilah) Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan berdasarkan Islam yang bersumber pada Al-Qur’anulkarim dan Al-Hadits Nabi Muhammad SAW yang shahih2. Muhammadiyah didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 M.
B.1. Apa itu Teknologi Informasi?
Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah
teknologi dan informasi. Secara mudahnya teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga:
  1. lebih cepat
  2. lebih luas sebarannya
  3. lebih lama penyimpanannya
Agar lebih mudah memahaminya kita lihat perkembangan teknologi informasi. Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya. Setelah ucapan itu selesai maka informasi berada ditangan si penerima. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Sampai jarak tertentu meskipun masih terdengar informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali.
Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan jaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Adanya alfabet dan angka arabik memudahkan penyampaian informasi dari yang sebelumnya satu gambar mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau penulisan angka yang tadinya MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi ini memudahkan penulisan informasi.
Teknologi percetakan memungkinkan pembuatan pintu informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer bahkan membuat informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan.
Adanya perkembangan teknlogi informasi menyebabkan adanya “virus” globalisasi, saat ini nilai ruang waktu bisa digantikan dan dicabut. Seseorang yang ingin mengetahui apa yang terjadi hari ini bahkan detik ini di ujung dunia, di Brazil misalnya tidak perlu lagi pergi jauh-jauh ke Brazil dan menghamburkan energi, waktu dan materi, tapi cukup duduk manis di depan komputer dan “klik” website yang relevan dengan dunia Brazil, dan ia bisa mendapatkan informasi tanpa batas dengan hanya duduk manis tanpa keluar “keringat”.

BAB III
TINJAUAN ANALISIS
A.  Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaharuan) dalam menjawab tantangan masa depan.
Apabila dicermati dengan seksama sejak kelahiran dan perkembangannya perserikatan menujukan identitasnya, salah satunya adalah sebagai gerakan tajdid (PP Muhammadiyah, Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999:38). Sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan, Muhamamdiyah yakin bahwa dengan memahami secara sungguh-sungguh, baik, dan benar akan ajaran Islam, maka menjadi baik dan benar pula pengalamanya. Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid yaitu pembaharuan cara berpikir dan memahami ajaran Islam agar diterima oleh individu dan masyarakat pada setiap saat dan tempat.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Memang menarik, Dahlan yang lahir dalam tradisi santri “tradisional” dam budaya Jawa Kraton yang penuh dengan “pakem” yang juga konservatif, pergi naik haji dan bermukin di sebuah negeri yang berada dalam pengaruh Wahabisme yang kental, justru pulang ke Tanah Air sebagai sosok pembaru. Hasil itu tidak mungkin terjadi jika di dalam dirinya tidak terdapat “energi” intelektual yang kritis dan haus akan pembaruan. Dia bukan seorang “pencari ilmu yang mudah taklid”, kendati belajar di pusat sejarah dan kekuasaan Islam. Menurut penilaian Nurcholish Madjid (1983: 310), Dahlan memang sosok ”pencari kebenaran yang hakiki, yang nenangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al Manar” dan tokoh unik karena ”usaha pembaruannya tidak melalui pendahuluan atau pra-kondisi tertentu sebelumnya.”
Gagasan pembaruan Kyai Dahlan yang memiliki aspek “pemurnian” (purifikasi) selain dalam memurnikan aqidah dari syirk, bid’ah, khurafat, tahayul, juga dalam praktik pelaksanaan ibadah. Contoh yang paling populer ialah dalam meluruskan arah kiblat yang benar. Setelah gagal meyakinkan 17 ulama di sekitar kota Yogyakarta tentang arah kiblat yang benar pada suatu malam tahun 1898, dan juga ”gegernya” pembuatan garis putih setebal 5 cm di masjid besar Kauman Yogyakarta yang menghebohkan, Kyai Dahlan mereovasi surau milik keluarganya dan menjadikannya sebagai mushalla yang memakai arah kiblat yang benar, kendati surau ini pernah dirusak secara paksa oleh penduduk Kauman setelah ada larangan dari Penghulu Kraton karena berbeda dengan arah kiblat Masjid Besar Kraton Yogyakarta dan paham yang berkembang saat itu. Gagasan serupa juga dapat ditunjukkan dalam aspek ibadah, yakni pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan, yang awalnya banyak penolakan, tetapi akhirnya diikuti dan sejarah kemudian menunjukkan fenomena sholat dua Hari Raya di lapangan itu melekat dengan ciri Muhammadiyah kendati kini telah menjadi praktik umum pengamalan kaum Muslimin di negeri ini.
Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.
Bahkan tulis Nurkholish Madjid (1990:407) Muhammadiyah adalah organisasi Islam “modern” yang terbesar di dunia, lebih besar daripada yang mana pun di negeri-negeri Islam lain.
Pernyataan Cak Nur –sapaan akrab (alm) Nurkholish Madjid- tidak keluar dengan begitu saja, banyak pertimbangan-pertimbangan fakta dan realita yang mendukung statemen beliau, dari aspek sosial dalam masyarakat misalnya peran dan jasa Muhammadiyah sangatlah besar. Secara fisik kegaiatan Muhammadiyah nampak dalam berbagai macam manisfestasi baik yang berkaitan dengan bidang pendidikan, kesehatan masyarakat dan kegiatan-kegiatan sosial lainya. Saat ini saja di seluruh Indonesia terdapat lebih 80 lembaga pendidikan tinggi baik yang berupa unibersitas, insitut, sekolah tinggi maupun akademi, lebih dari 10.000 sekolah dasar dan menengah, lebih kurang 115 rumah sakit dan pliklinik, serta lebih 100 panti asuhan, mesjid dan mushola.
Lanjutnya menurut Cak Nur Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang relatif paling berhasil, jika dilihat ciri kelembagaan yang relatif modern dengan produk-produk sosial kelembagaannya yang sangat mengesankan.
Label yang melekat pada tubuh organisasi Islam terbesar di dunia ini disebabkan karena pemikiran-pemikiran yang ada dalam Muhammadiyah seringkali diasosiasikan dengan pemikiran-pemikiran para tokoh pembaharu Islam seperti Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Mereka ini dikenal sebagai tokoh-tokoh “modernis” Islam.
Kata modernis sendiri adalah kata yang bahasa Indonesia selalu dipakai kata modern, modernisasi dan modernisme yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” dan “Islam dan modernisasi”.Moderniasasi dalam masyarakat barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi modern (Prof. Dr. Haruun Nasution, 1992: 11).
Maka Muhammadiyah sebagai –yang oleh pihak lain disebut-sebut- gerakan modernis, adalah sebuah keharuasan yang tidak bisa ditawar lagi bahwa Muhammadiyah harus memberi jawaban terhadap arus-arus yang dibawa oleh “gelombang” globalisasi dan informasi. Bagaimanapun Muhammadiyah harus berupaya untuk selalu up-to date, jangan sampai stagnan bahkan ketinggalan. Khususnya dalam merealiasasikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar perlu startegi yang “selalu” baru, agar objek dari dakwah tersebut bisa lebih “tepat sasaran”.


















B.  Teknologi Informasi Sebagai Strategi Dakwah Baru

Dari sekian organisasi sosial kemasyarakatan yang ada, daya survival Muhammadiyah cukup mengagumkan. Sungguh pun Muhammadiyah lahir dalam masa penjajahan Barat (Belanda) di Nusantara, ternyata Muhammadiyah tetap mampu bertahan, bahkan menjadi salah satu motor penggerak untuk melawan penjajah.
Tantangan terhadap Muhammadiyah kini tentu berbeda dengan tantangan di masa 'kecilnya'. Penjajahan telah selesai, namun saat ini Muhammadiyah dihadapkan pada situasi yang tidak kalah krusialnya, yaitu globalisasi.
Mampukah Muhammadiyah dalam proses globalisasi ini mendorong umat Islam untuk tampil sebagai pihak yang mewarnai dan mengarahkan jalannya proses tersebut?
Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu saja tidak sederhana sebagaimana tidak sederhananya proses globalisasi itu sendiri. Namun satu hal yang jelas adalah Muhammadiyah tidak boleh berpangku tangan melihat umat Islam menjadi korban dari arus globalisasi dan tenggelam didasarnya hanya lantaran tidak paham bagaimana berenang di atasnya.

Globalisasi sebagai suatu proses pada akhirnya akan membawa seluruh penduduk planet bumi menjadi suatu world society dan global society. Hal ini harus dipandang dan dipahami sebagai proses wajar yang tak terhindarkan yang diakibatkan oleh semakin majunya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), khususnya teknologi komunikasi dan informasi. Ini menampakkan wujudnya yang paling nyata. Peristiwa di pojok bumi manapun dengan cepat dapat dikomunikasikan ke seluruh dunia. Akibatnya manusia semakin menyadari posisinya sebagai sesama warga satu desa dunia atau a global village. Sebagaimana halnya warga desa yang saling kenal mengenal satu sama lain serta selalu saling bergotong royong dalam mewujudkan keamanan dan kesejahteraan seluruh warga, demikian pula hendaknya sikap manusia sebagai sesama warga planet bumi.
Menyadari bahwa kesatuan umat manusia adalah konsekuensi dari kemajuan peradaban manusia, maka globalisasi justru harus dihadapi dengan kesiapan untuk berlomba dalam mendakwahkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat dunia. Dengan cara bersikap kreatif dengan menggali tak kenal henti saripati dan hikmah ajaran Islam untuk didakwahkan dan disumbangkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan li al-alamin) Tidak bisa dinafikan bahwa ada sisi lain dari globalisasi yang berdampak tidak menguntungkan bagi umat Islam. Sebab pihak yang diuntungkan adalah yang paling menguasai teknologi dan bermodal besar. Dalam situasi inilah globalisasi muncul dalam bentuk dominasi Barat terhadap negara-negara Timur (Islam). Salah satu faktor yang menyebabkan muncul dan meluasnya radikalisme serta terorisme adalah dominasi tersebut. John L Esposito misalnya, melihat bahwa dominasi Barat terhadap negara-negara Islam menyebabkan umat Islam resisten terhadap peradaban Barat. Celakanya, resistensi tersebut acapkali disertai dengan generalisasi bahwa semua yang berasal dari Barat harus ditolak dan dimusuhi.
Dengan demikian sedikit banyak globalisasi memiliki kontribusi dalam konflik Islam-Barat. Ini bukan berarti kita harus menolak globalisasi, sebab ada nilai-nilai dan produk globalisasi yang bermanfaat bagi kehidupan bersama.
Globalisasi sebagai fenomena tercabutnya ruang dari waktu bukan hanya sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditampik, melainkan juga menguntungkan bagi interaksi peradaban seluruh umat manusia. Kemunculannya seiring dengan kemajuan peradaban manusia itu sendiri. Namun globalisasi sebagai sebuah ideologi, dimana liberalisme ekonomi yang menjadi spiritnya, tentu harus diwaspadai.
Yang patut diperhatikan, dunia tanpa batas menuntut kemajuan Muhammadiyah dalam memperbaiki akhlak dan moral. Betapa beratnya tugas dakwah Nasional sebagai bagian umat Islam terbesar dunia-sekaligus dengan beban citra umat dan bangsa terkorup. Namun di tengah pesimisme itu Muhammadiyah harus mampu mendorong Umat Islam Indonesia agar dapat menjadi tauladan bagi umat manusia dan jembatan Barat dengan Islam.
Dalam konteks dakwah global, Muhammadiyah memiliki kemampuan untuk mengarahkan warganya-yang sebagian besar telah mengenyam sarjana S1, S2, dan S3-untuk berpartisipasi mensosialisasikan nilai-nilai Islam moderat dalam kancah pergaulan global. Sesungguhnya mereka (warga Muhammadiyah) telah siap menjadi dai MML (Mandiri dan Multi-Lingual). Mereka berdakwah atas dasar panggilan nurani.
Dengan demikian, kita bisa berharap bahwa umat Islam tidak gampang terseret dalam menghadapi arus globalisasi. Sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia, umat Islam dengan kemampuannya menggali dan mendayagunakan ajaran agamanya untuk menjawab tantangan globalisasi, justru diharapkan untuk mampu memelopori dan membawa bangsa ini tampil di gelanggang percaturan dan persaingan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beriman dan bertakwa. Ini sekaligus merupakan upaya konkrit untuk turut mengarahkan aliran arus globalisasi.
Dengan teknologi komunikasi dan informasi dunia memang terasa menjadi sempit dan kecil. Tanpa keimanan kecanggihan produk Iptek tersebut dapat membawa manusia ke sikap sombong dan melupakan Tuhan. Namun dari sudut iman dunia yang terasa kecil itu justru mengugah agar manusia lebih merasa kecil dihadapan Tuhan Yang Maha Pencipta. Tanpa pegangan iman pola kehidupan yang makin mengglobal ini akan mudah membawa orang-orang terombang-ambing, terlanda stress dan keterasingan (alienated). Tetapi dengan keimanan orang akan tangguh menghadapinya karena proses tersebut dipahami sebagai bagian dari sunnatullah yang tak mungkin dihindari.
Pendakwah di zaman ini tidak lagi mapan dengan hanya kebolehan berpidato atau berceramah. Tetapi pendakwah zaman ini adalah penyelidik dan penggerak kepada penyelesaian masalah semasa secara praktis. Ia memerlukan kemahiran dan kebijaksanaan sebagai pendakwah dan sekaligus penyumbang kepada pembinaan tamadun yang dibentuk berasaskan acuan Islam. Artinya dalam posisi ini Muhammdiyah mempunyai kesadaran dan telah menempatkan pada posisi startegis dengan menghadirkan dan mengikutsertakan teknologi informasi sebagai mitranya dalam dakwah amar ma’ruf nahyiu munkar.
Relauncing website resmi muhammadiyah bagi penulis dapat diartikan sebagai proses Muhammadiyah menjawab tantangan era globaliasasi dan informasi, rupanya Muhammadiyah memang resfect terhadap tantangan ini karena bagaiamanapun kalaupun Muhammadiyah berpangku tangan dan hanya menjadi penonton atau pengawas dari besarnya arus gelombang globalisasi dan informasi tersebut, arus tersebut tetap akan menyeret Muhammadiyah baik secar pelahan atau bahakn “dipaksa” ikut serta didalamnya.
Penulis menyambut baik dengan strategi dakwah ini, sebagaimana yang dikatakn oleh Ketua Umum PP Muhammadiayh, Din Syamsudin bahwa Muhammadiyah dan umat Islam harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan arus global yang tengah terjadi. Karena kalau tidak, kita (Muhammadiyah) tidak hanya ketinggalan tetapi umat Islam juga akan ketinggalan dari proses globalisasi itu sendiri.
Begitu juga dengan harapan yang dikatakan oleh H. Budi Setiawan, S.T. ketua Lembaga Pustaka dan Informasi (LPI) PP Muhammadiyah, bahwa diharapkan dengan adanya website ini Muhammadiyah dakwah Muhammadiyah tak terbatas ruang dan waktu, Muhamaidyah bisa berdakwah sampai pelosok dunia terkecil sekalipun.






BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Label Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaharuan) bukan isapan jempol belaka, buktinya Muhammadiyah saat ini dan ke depan senantiasa memberi bukti untuk hadir yang terdepan dalam dakwah amar ma’ruf nahyi munkar kapanpun dan dimanapun. Muhammadiyah harus sadar untuk menjadi pewarna, bukan yang diwarnai pada era globalisasi ini. Sebab bagaimanapun, global society yang oleh Miriam L Campanella dalam buku Transition to a Global Society diartikan sebagai an idealistic cosmopolitan and universal society that includes all the people, living on earth, without regard to cultural and ethical beliefs lambat maupun cepat akhirnya akan menjadi kenyataan.

Kita (muhammdiyah dan umat islam) tidak bisa menutup mata atau bahkan menghindar dari arus globalisasi ini, arus ini sangat elastis dan menampilkan dua wajah yang berbeda ia bisa sangat kejam menyeret kemanapun kalau kita tak pernah siap untuk menjadi pemain bukan hanya sebagai penonton, namun ia juga bisa berubah menjadi wajah “malaikat” yang membawa kita pada kemajuan. Dengan dilaunchingkannya website Muhammadiyah ini secara tidak langsung telah menjawab tantangan itu walaupun itu adalah bagian terkecil dari “pertanyaan-pertanyaan” tantangan tersebut, masih banyak “tanda tanya-tanda tanya” lain yang harus dijawab, diharapkan Muhammadiyah menjadi motor pendorong dan penggerak dalam menjawab tantangan masa depan tersebut..

B. Saran-saran

Seperti yang penulis singgung didepan (latar belakang) bahwa bisa jadi penggunaan teknologi informasi menjadi blunder bagi muhammadiyah sendiri, jika tidak bisa menyiapkan SDM yang kompetitif dan kreatif dalam mengelola dan memanage website tersebut, sebab secara tidak langsung Muhammadiyah akan bersaing musuh / lawan yang nyata (non-muslim), artinya kalau tampilan/ bungkusan dan program-program biasa-biasa saja bahkan tidak menarik bagi pengunjung websiet tersebut, bisa jadi muhammadiyah akan kalah bersaing dengan website-website umat non-islam yang lebih bagus tampilan/bungkusnya. Kesan pertama ketika penulis berkunjung ke website Muhammadiyah adalah kurang menarik, tampilannya yang sederhana serta program-program yang dihadirkan tidak ada bedanya dengan website-website lainya. Harapan penulis agar wesbite Muhammadiyah bisa lebih kreatif dan inovatif serta bisa “tampil beda”.

DAFTAR PUSTAKA.
  1. Nasution Harun, 1992, Pembaharuan dalam Islam. Yogyakarta: PT Bulan Bintang.
  2. Sujarwanto, dkk. 1990, Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
  3. Madjid, Nurcholish. 1999, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan.
  4. Nasery, Akmal dan A.M Saefudin. 1994. Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia. Bandung: Mizan
  5. Quthb, Muhammad.1995, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam. Jakarta: Gema Insani Press
  6. Mulkhan, Abdul Munir.1990. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
  7. Ali, Abdul Mukti. 1985. Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta: Harapan Melati.
  8. PP Muhammadiyah, 1999, Kemuhammadiyahan 1 untuk SLTP Muhammadiyah.. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah.
  9. ________________, 1996, Kemuhammadiyahan 2 untuk SLTP Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah
  10. www.muhammadiyah.or.id
  11. www.wikipedia.com
  12. www.republika.com
  13. http://oki-sukirman.blogspot.com
Keterangan:

1 Penggalan berita ini dikutip dari website resmi Muhammadiyah:
http://www.muhammadiyah.or.id/, dengan penulis berinisial Adh.

2 Tim Penulis Naskahdan Penyusun Buku PP Muhammadiyah Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah, “Kemuhammadiyahan 1 untuk SLTP Muhammadiyah”. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, Hal:28

3 Sumber dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

4 Lihat dalam buku Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan, Sujarwanto dkk. 1990, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Hal: Xi


No comments:

Post a Comment