Friday, November 25, 2011

FILSAFAT PENDIDIKAN


·           PENDAHULUAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dan dinamis. Guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan, yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Kedua bidang diatas harus menjadi pengetahuan dasar (basic knowledge) bagi setiap pelaksana pendidikan, apakah ia guru ataukah sarjana pendidikan. Membekali mereka dengan pengetahuan dimaksud diatas berarti memberikan dasar yang kuat bagi sosialnya profesi mereka. Dengan demikian seorang guru dan sarjana pendidikan seyogyanya mengapproach masalah pendidikan dengan masalah dengan masalah approach yang komprehensif dan integral : dan bukan dengan approach yang elementer, bahkan tidak dengan approach ilmiah semata-mata. Untuk maksud ini perlu dipahami arti dan fungsi filsafat pendidikan di samping ilmu pendidikan (dan cabang-cabangnya).
·           PEMBAHASAN
A.   Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, philos artinya cinta dan shopia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Menurut Harold titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup.
Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, diantaranya :
1.    Muhammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat dari dua sisi. Pertama, filsafat sebagai aktivitas berfikir murni, atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara mendalam mengenai segala sesuatu. Pengertian filsafat disini ialah berfilsafat. Kedua, filsafat sebagai produk kegiatan berfikir murni. Jadi merupakan suatu wujud ilmu sebagai hasil pemikiran dan penyelidikan berfilsafat, sehingga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang terorganisasi, memiliki sistematika tertentu filsafat juga diartikan satu bentuk ajaran tentang sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai satu ideology.

2.    Menurut Hasbullah Bakry (dalam prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Para ahli mengemukakan definisi pendidikan adalah sebagai berikut :
McLeod : “pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.”
Tardif : “pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan prilaku-prilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.”
Poerbakawatja dan Harahap : “pendidikan ialah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.”
Henderson : “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.”
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun , orang lain, hewan, dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna yang sangat luas, yaitu transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arah penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya.
Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Dengan demikian, filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dengan segala tingkat.
Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentunya yang terperinci kemudian filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.
B.    Objek Kajian Filsafat Pendidikan

Kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai aspek yang juga menjadi karakteristik kajian filsafat pada umumnyayang meliputi semua realitas yang wujud maupun yang mumkin al-wujud. Hanya saja, dalam konteks filsafat pendidikan lebih menekankan pada upaya perenungan yang utuh dan terpadu dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan kebijakan-kebijakan yang berguna bagi kemajuan dunia kependidikan itu sendiri. Realitas kependidikan terkait dengan upaya-upaya sistematis dan terprogram untuk menjadikan subjek-subjek didiknya menjadi manusia idaman sebagaimana yang diinginkan. Spirit pendidikan di sini berada pada aktivitas pembelajaran. Kondisi ini meniscayakan filsafat pendidikan pun tentu juga akan mengonsentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai kemungkinan langkah yang dapat ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang diupayakannya benar-benar efektif dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan itu semua, maka realitas-ralitas kependidikan yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
1.    Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan
2.    Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat dalam tatanan hidup suatu masyarakat
3.    Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangunpengembangan pola dunia kependidikan
4.    Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam pelaksanaan proses edukasi.
5.    Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam aktivitas pendidikan

C.    Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut :
1.    Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta proses kejadian-kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata.
2.    Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi :
a.    Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature Of Education).
b.    Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c.     Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d.     Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e.    Merumuskan hubungan antara filsafat negara (Ideology), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
f.     Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Tujuan Filsafat Pendidikan

1.    Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan
2.    Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan
3.     Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut
4.    Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.

D.   Metafisika, Epistemologi,  dan Aksiologi
1.    Metafisika
Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah istilah filsafat itu diidentikkan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin fisafat secara utuh, tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari keseluruhan bagian-bagian disiplinnya.
Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang berkenan dengan hakikat realitas. Konsentrasi filsafat di sini lebih diarahkan untuk menelaah secara mendalam dan menyeluruh tentang hakikat yang ada dan yang dianggap ada. Jika fisika membicarakan segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindera yang kebenarannya ditentukan oleh unsur pengamatan di mana pengukuran dan pengujiannya secara empiris, maka metafisika membincangkan sesuatu yang tidak terjangkau olehnya.
Istilah metafisika ini  dipakai untuk mengungkapkan masalah-masalah teoritis-intelektual filsafat dalam maknanya yang umum. Identitasnya menyangkut pandangan tentang realitas yang melampaui dunia riil. Oleh karena itu, yang termasuk bidang ini adalah kajian-kajian yang menyangkut persoalan kosmologis seperti pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dunia, proses, dan perkembangan alam semesta ; pembicaraan seputar ketuhanan, seperti apakah Tuhan itu ada, kekuasaan dan keadilan Tuhan, bagaimana proses pikir tentang adanya Tuhan, dan sebagainya.
Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah pada bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan antara yang riil dan ilusi ; antara pengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi dan empiris sebagaimana apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan hal yang esensi  yang berada di balik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah bagaimana melihat sesuatu realitas secara paripurna.
2.    Epistemologi
Dalam bidang epistemologi, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan problem pengetahuan dan persoalan yang berkenan dengan hakikat dan struktur pengetahuan. Secara akademis, epistemologi merupakan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar ilmu pengetahuan yang meliputi : hakikat ilmu, jenis ilmu pengetahuan yang mungkin dapat diraih manusia, sumber ilmu pengetahuan, dan batas-batas ilmu pengetahuan manusia.
Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu keputusan itu dapat dikatakan benar. Kebenaran diambil atas dasar pandangan atau pendapat ahli sajatidak dapat menjamin seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan seseorang ingin melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan bimbang atas apa yang diketahuinya. Hal ini mengingat pengetahuan manusia tidak terlepas dari ekspresi cara beradanya di dunia yang dalam banyak variannya terkait dengan konsep-konsep dan keyakinan-keyakinanyang telah terbangun dan terstruktur dalam dirinya.
3.    Aksiologi
Dalam bidang aksiologi, pemikiran fisafat diarahkan pada persoalan nilai, baik dalam konteks estetika, moral maupun agama. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah muara bagi keseluruhan aktivitas berfikir filsafat itu sendiri. Pendeknya, ujung dari keseluruhan aktivitas filsafat dalam bidang metafisika maupun epistemologi ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat tidak akan terwujud jika aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan menegasikan wilayah aksiologi.

Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaahan filsafat diarahkan untuk mencari pemecahan terhadap masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya memberikan jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, kriteria, validitas, sumber-sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam hal ini telaah filsafat berada dalam wilayah kajian epistemologi.

·           KESIMPULAN
filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Ruang lingkup filsafat pendidikan Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan.
·           ANALISIS MASALAH
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Lodge, yaitu bahwa: “life is education, and education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh pendidikan baginya. Dalam artinya yang sepit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiannya dan pendidikan formal di sekolah hanya bagian kecil saja dari padanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhannya. Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawabdengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1.    Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan.
Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia. Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?
2.       Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
3.       Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu? Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?
4.       Siapakah hakikat yang bertanggung jawab atas pendidikan?
Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan?
5.       Apakah hakikat kepribadian manusia itu? Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya atau kesemuanya itu?

HASIL ANALISIS MASALAH
Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang digunakan antara lain: Pendekatan secara spekulatif, Pendekatan normative, Pendekatan analisa konsep, dan Analisa ilmiah.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat sebagai berikut :
1.       Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rosulullah SAW. Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
2.        Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Sejak dahulu, disepakati bahwa dalam pribadi individu tumbuh atas dua kekuatan yaitu : kekuatan dari dalam (kemampuan-kemampuan dasar), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor dasar” dan kekuatan dari luar (faktor lingkungan), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor ajar”.
3.       Tujuan Pendidikan adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan tahun 2003, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
4.       Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia, secara kodrat bertugas mendidik anak. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di keluarga akan sangat membekas dalam diri individu setelah individu makin tumbuh berkembang. Selanjutnya pengaruh dari sekolah dan masyarakat yang akan tertanam dalam diri anak.
5.       Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin yang berarti kedok/ topeng) yang maksudnya menggambarkan perilaku, watak/ pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.

·           DAFTAR PUSTAKA
o  Arifin Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
o  Syar’i Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.
o  Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, Pekanbaru: Refika Aditama, 2011.
o  Hasil Diskusi Kelompok
http://pakguruonline.pendidikannet/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html#top

No comments:

Post a Comment