Sunday, November 27, 2011

prinsip2 pembelajaran IPA


PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN IPA
Belajar dan mengajar adalah dua proses yang harus terjalin harmoni dalam pengajaran agar dapat mencapai hasil yang diinginkan. Menurut John S. Richardson (1957) bahwa ada tujuh prinsip dalam proses belajar-mengajar agar suatu pengajaran IPA dapat berhasil, prinsip tersebut adalah keterlibatan siswa secara aktif, berkesinambungan, motivasi, multi saluran, penemuan, totalitas, dan perbedaan individual.
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat sebagai berikut:
1.        Prinsip keterlibatan siswa secara aktif

“ Mengajar “ berbeda dengan “ memberitahu “, mengajar dilakukan dengan melibatkan siswa, bukan dengan memberi ceramah kepada anak didik tentang segala yang ada dalam buku tes. Kadang-kadang karena dituntut oleh kurikulum yang harus diselesaikan, maka guru melupakan prinsip keterlibatan siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa dengan cara mendengarkan relatif lebih cepat dilupakan, bahkan memungkinkan mereka tidak menggunakan logikanya dalam berusaha memahami apa yang disampaikan gurunya.

Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu.

Menurut teori belajar Kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi.

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pegertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt, 1989).

Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa kemampuan; (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.

Implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah:
a. Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam prose pembelajarannya.
b. Memberikan kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
c. Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
d. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
e. Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.

Objek IPA terdapat dimana-mana, disekeliling kita merupakan sekumpulan objek IPA, maka tidaklah sulit bagi seorang guru IPA untuk membimbing dan melibatkan siswa dalam belajar IPA. Siswa hendaknya belajar IPA dengan melakukan pencarian sendiri, sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman yang selanjutnya menjadi sebuah kesan atau pengetahuan.

Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir maupun kegiatan yang bersifat motorik.
2.    Prinsip berkesinambungan

Seorang guru hendaknya mengetahui apa yang telah diketahui siswanya, sebab pengetahuan dasar siswa akan dijadikan sebagai jembatan untuk memberi mereka pengetahuan yang baru. Untuk menyempurnakan prinsip ini, data minat siswa baik perorangan maupun secara berkelompok dapat menjadi modal dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
3.    Prinsip motivasi
Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam bebagai bentuk kegiatan.
Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah, 2006:148).
Motivasi dalam pembelajaran IPA dapat diartikan sebagai dorongan untuk belajar IPA.dorongan itu dapat bersumber dari kebutuhan (a) kebutuhan Fisiologis, (b) kebutuhan rasa aman, (c) kebutuhan rasa cipta, (d) kebutuhan rasa cinta, (e) kebutuhan akan pengakuan atas kemampuannya untuk melakukan sesuatu, termasuk kemampuan untuk berhasil dalam cita-citanya.
Selain dorongan dari dalam dirinya (intrinksik) terdapat pula dorongan yang datang dari luar dirinya, misalnya orang tua menjanjikan hadiah pada anaknya bila hasil ujiannya baik, atau janji dari sekolah untuk bebas SPP bagi siswa peringkat satu. Motivasi semacam ini disebut motivasi ekstrinksik. Dari kedua jenis motivasi, yang dianjurkan dalam pembelajaran IPA adalah motivasi intrinksik, namun tidak dilarang motivasi ekstrinksik.
Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Motivasi eksternal melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif” (Dimyati dan Mudjiono, 1994:41).
Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut :
a. Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
b. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha.
c.  Motivasi dipengaruhi oleh unsr-unsur kepribadian.
d. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar.
e. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
f. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terdapat motivasi dan perilaku.
g. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar.
h. Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
i. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
j. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
Berikut ini beberapa alternative yang dapat dilakukan oleh guru dalam memotivasi siswanya:
a.       Membiasakan siswa untuk bekerja secara mandiri, lalu melaporkan hasilnya.
b.      Memberi tanggung jawab pada seorang atau sekelompok siswa untuk menjadi penanggung jawab upacara bendera.
c.       Memberi penghargaan berupa kesempatan bagi siswa untuk menampilkan hasil karya, hasil studi wisata, atau hasil eksperimen mereka di depan kelas atau melalui pameran.
d.      Memberi dukungan dana atau pikiran kepada kelompok studi IPA yang mereka bentuk sendiri untuk melaksanakan kegiatannya.
e.       Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik.
f.       Mengkondisikan proses belajar aktif.
g.      Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan.
h.      Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan, dsb)
i.        Meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mencapai suatu prestasi.
j.        Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula memberitahukan hasilnya kepada siswa.
k.      Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari.

4.    Prinsip multi metode

Didasari bahwa daya serap tiap siswa berbeda-beda, demikian pula jenis metode pembelajaran yang disenangi juga berbeda. Tugas guru adalah mengorganisasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa bosan dan dapat menangkap materi pelajaran yang diberikan.

5.    Prinsip penemuan

Prinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak. Masnur Muslichah, dalam Istiqomah, Lailatul (2009:32) berpendapat bahwa penemuan diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperolah siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Beberapa komponen inqiuri yang terdapat dalam pembelajaran antara lain: (a) pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (b) informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, dan (c) siklus inquiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.

Untuk memahami suatu konsep, atau simbol dalam IPA, maka dengan prinsip penemaun siswa tidak disuapi, akan tetapi mereka diajak untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga nantinya siswa akan memperoleh pengalaman yang sekaligus menjadi pengantar untuk memahami konsep atau simbol IPA tersebut.
Menurut J. Bruner (1961) ada empat alasan pentingnya prinsip penemuan:
a.       Dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa
b.      Dapat menjadi motivasi intrinksik
c.       Menghayati bagaimana ilmu itu diperoleh
d.      Memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya.

prinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak. Masnur Muslichah, dalam Istiqomah, Lailatul (2009:32) berpendapat bahwa penemuan  diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperolah siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Beberapa komponen inqiuri yang terdapat dalam pembelajaran antara lain: (a) pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (b) informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, dan (c) siklus penemuan adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.



6.    Prinsip totalitas

Prinsip totalitas bertolak dari paham bahwa siswa belajar dengan segenap kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu panca inderanya, perasaan dan pikirannya. Dalam proses belajar siswa tidak hanya tergantung pada materi yang diajarkan, tetapi semua faktor-faktor atau kondisi yang berada disekitarnya turut menjadi penentu akan keberhasilan belajar yang dilakukan. Faktor atau kondisi yang dimaksud termasuk guru, metode, fasilitas, lingkungan, teman-temannya, pencahayaan, bahkan semua yang dapat mempengaruhi jiwa raganya ikut mempengaruhi keberhasilannya.

7.    Prinsip perbedaan individu

Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri, yang berbeda-beda satu sama lain. Karena hal inilah setiap siswa belajar menurut kecepatannya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar. Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa yang lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual dalam, bagi siswa diantaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas dan menyusun jadwal belajar. Dengan kata lain prinsip ini dapat berpengaruh pada aspek fisik maupun psikis siswa.

Bertolak dari kenyataan bahwa tiap siswa memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya, terutama ditujukan kepada adanya perbedaan kemampuan (termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar). Prinsip ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh kesempatan belajar sesuai dengan kapasitas dan minatnya. Untuk melaksanakan prinsip tersebut, maka perlu diupayakan kesempatan belajar IPA melalui pengalaman lapangan, karena dengan menjadikan alam sebagai objek dalam belajar IPA maka kesempatan untuk memperoleh variasi sasaran belajar lebih banyak, yang dapat dipilih oleh siswa sesuai minat dan kapasitasnya. Penggunaan media dan hasil tekhnologi juga dapat menambah variasi sasaran belajar yang dilakukan, misalnya pemutaran video, film, gambar, buku, alat-alat peraga, pameran, kompuer, dan sebagainya.

Jadi perbedaan individual berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Perbedaan tersebut terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.

Umumnya pembelajaran yang bersifat klasikal mengabaikan perbedaan individual siswa karena pada pembelajaran secara klasikal, siswa dilihat sebagai individu dengan kemampuan rata-rata. Untuk itu pembelajaran secara klasikal diupayakan menggunakan metode dan media secara bervariasi sehingga dapat memenuhi karakteristik siswa. Selain itu tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga siswa yang pandai, sedang, dan kurang akan merasakan berhasil di dalam belajar.

Ketujuh prinsip itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA yang kontekstual di SD. Hal ini bertujuan agar pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal.

No comments:

Post a Comment