|
2.1 Pengertian Apresiasi
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apresiatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Kata apresiato menurunkan kata appreciation (Inggris) atau appretiare (Perancis).
Istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna:
(1). Pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin.
(2). Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu:
(1). Aspek kognitif.
(2). Aspek emotif.
(3). Aspek evaluatif.
Akhirnya apresiasi sastra didefinisakan oleh Tengsoe Tjahjono sebagai aktivitas menggeluti sastra yang melibatkan unsur pikiran, perasaan, bahkan fisik, melalui langkah-langkah mengenali, menikmati dan memahami sehingga tumbuh penghargaan terhadap keindahan dan makna yang terkandung dalam sastra itu sendiri.
2.2 Kegiatan Apresiasi Sasra
Kegiatan apresiasi sasra dapat mengambil bentuk langsung atau tidak langsung, kegiatan dokumentatif maupun kegiatan kreatif.
1. Kegiatan langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain dengan membaca sasra, mendengarkan sasra dibaca atau dideklamasikan baik pertunjukan life, atau melalui media elektronika.
2. Kegiatan tidak langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain mempelajari konsep, teori, sejarah, ulasan, yang berhubungan dengan sastra, khususnya prosa.
3. Kegiatan dokumentatif.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain upaya mengumpulkan atau mengadakan koleksi tentang hasil-hasil karya sastrawan, mengumpulkan buku, artikel, atau pembahasan tentang sastra, khususnya prosa.
4. Kegiatan kreatif.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah melakukan upaya penciptaan prosa itu sendiri atau menulis tentang prosa.
Menurut Tengsoe Tjahjono kegiatan apresiasi sastra meliputi:
1. Kegiatan reseptif, kegiatan penerimaan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan membaca, kegiatan analitik, dan kegiatan interpretatif.
2. Kegiatan produktif, kegiatan penciptaan.
3. Kegiatan performansi.
4. Kegiatan dokumentatif.
5. Kegiatan menulis dan membaca prosa
2.3 Nilai Sasta/Manfaat Sastra
Penjelasan tentang pengertian dan hakikat sastra di atas, menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu hasil kreativitas dengan tujuan yang sangat mulia. Suatu ciptaan yang mengandung nilai tertentu. Pernyataan yang paling awal dikemukakan tentang nilai sastra adalah formula yang dikemukakan oleh Horace, yakni dulce et utile ( bermanfaat dan menghibur). Makna yang terkandung pada kata ‘bermanfaat’ adalah bahwasannya membaca karya sastra merupakan kegiatan yang tidak membuang-buang waktu, tidak merupakan kegiatan iseng, kegiatan yang perlu mendapat perhatian khusus.Pada kata ‘menghibur’ tersirat makna bahwa menikmati sastra tidak akan menimbulkan rasa bosan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenanagan (Wellek & Warren, 1989: 24-27)
Dalam polemik kebudayaan yang terjadi pada tahun 1930 antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane terdapat dua pendapat. Satu pihak berpendapat ‘seni untuk seni’ dan pihak yang lain berpendirian bahwa sastra untuk memberikan pelajaran tentang kehidupan. Pihak pertama lebih menekankan unsur seni atau keindahan yang terdapat dalam karya sastra, sedang pihak kedua berpandangan bahwa suatu karya sastra haruslah mengandung pelajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. Masing-masing pendapat tentu ada pengikutnya. Diantara kedua pendapat tersebut tentu tidak perlu dicari yang mana benar dan yang mana salah. Yang jelas dari peristiwa itu tersirat makna bahwa sastra dianggap sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia.
Dalam bukunya Penulisan Kreatif Prof.H.Saleh mengutarakan beberapa tugas sastra, sebagai berikut:
(a) Sebagai alat penting pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila ia menhhadapi masalah;
(b) Karya sastra yang baik selalu menjadi tempat nilai-nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya;
(c) Karya sastra berperan sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif ( dalam Semi, 1988:20-21).
Dalam suatu wawancara antara wartawan Horison dengan Mochtar Lubis terungkap bahwa “sastra berperan sebagai kritik bangsa”. Pokok-pokok pikiran yang diungkapkan Mochtar Lubis itu dapat dirinci sebagai berikut:
1) Sastra dapat mengangkat harkat manusia;
2) Sastra dapat mengembalikan kemanusiaan agar tidak terperangkap nafsu kebinatangan;
3) Sastra dapat membuat perubahan sosial (bonus sastra);
4) Sastra dapat sebagai loncatan jembatan tranformasi budaya selekas-lekasnya dengan memberikan peneladanan;
5) Walau sangat tipis hasilnya, sastra dapat berfungsi sebagai reformasi nilai aktualisasi kesadaran bangsa;
6) Sastra dapat sebagai penggugat penyelewengan hukum, social, politik, ekonomi, dan lain-lain ( 1983:77-81).
Menurut Abdul Hadi W.M. “Sastra berperan dalam pembakuan bahasa”. Beberapa pokok pikiran yang termuat dalam ungkapannya itu dapar dirinci sebagai berikut:
a) Dalam sastra kemungkinan-kemungkinan bahasa digali semaksimal mungkin dan dimanfaatkan untuk memberikan lebih banyak makna.
b) Sastra dapat menjalankan peranan sebagai pembakuan bahasa, dalam arti sebagai penstabilan alat kominikasi yang lincah.
c) Gaya bahasa seorang pengarang; cara menyusun kalimat atau membuat uraian yang tepat dan lincah, efisien, dan mempesona bisa dijadikan model pemakaian bahasa yang baik dan benar.
d) Tak jarang penyair mampu menampilkan kata-kata lama yang hampir tak terpakai dan hilang dalam pemakaian sehari-hari menjadi kata-kata baru dan segar, contohnya kata santer (1980:225-233).
2.4 Manfaat Mengapresiasi Prosa
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan apresiasi sastra pada umumnya menurut Aminuddin, (dan apresiasi prosa pada khususnya, pen) dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Mendapatkan hiburan.
2. Mengisi waktu luang.
3. Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan.
4. Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri.
5. Pembaca dapat memperoleh dan memahami nilai-nilai budaya dari setiap jaman yang melahirkan cipta sastra itu sendiri.
6. Mengembangkan sikap kritis pembaca dalam mengamati perkembangan jamannya, sejalan dengan kedudukan sastra itu sendiri sebagai salah satu kreasi manusia yang mampu menjadi semacam peramal tentang perkembangan jaman itu sendiri di masa yang akan datang.
Senada dengan di atas Tengsoe Tjahjono mendeskripsikan manfaat mengapresiasi/membaca prosa sebagai:
1. Media hiburan, lebih-lebih hiburan rohani.
2. Memperluas dan memperkaya wawasan bahasa pembaca.
3. Media kontemplasi dan introspeksi (perenungan dan mawas diri).
4. Memperluas wawasan dan pengalaman kemanusiaan pembaca.
5. Memahami nilai-nilai kebenaran.
2.5 Strategi Memupuk Minat baca Sastra
Minat tehadap suatu objek sikap hendaknya ditumbuhkan dalam diri seseorang. Di lembaga pendidikan, usaha menumbuhkan dan memupuk minat baca ini hendaknya terintegrasi dalam pembelajaran. Agar dapat berhasil secara optimal ada beberapa strategi yang dapat digunakan. I.G. Wardani ( 1981 ) menawarkan seperangkat strategi, yaitu : 1) Pemberian contoh, 2) Saran, 3) Penguatan, dan 4) Perlengkapan. Selain itu, seorang guru pengajar sastra, Sri Kitonawangsih melakukan terobosan untuk meningkatkan minat baca sastra siswanya dengan cara: 1) Meyakinkan siswa, 2) Menceritakan, 3) Menggunakan tayangan TV sebagai bahan pembelajaran.
2.6 Membuat Kliping
Karya sastra yang dapat dinikmati tidak hanya berupa karya yang dipublikasikan dalam bentuk buku, tetapi banyak pula karya yang dipublikasikan melalui media massa, baik media massa cetak atau elektronik. Untuk karya sastra dalam bentuk buku, setelah dibaca atau dinikmati ditulis sinopsisnya atau ringkasannya, sedangkan karya yang dipublikasikan secara lepas di media massa dikliping. Maksud mengliping karya sastra di sini adalah menempel karya sastra yang telah dibaca dan melakukan analisis terhadapnya.
Kegiatan mengliping karya sastra menurut Suroto ( 1990 ) dapat mendatangkan tiga manfaat. Sebagaimana dijelaskannya, manfaat mengliping karya sastra tersebut adalah: 1) Kita dapat mengikuti karya-karya yang baru, 2) Melakukan pekerjaan mengliping dapat membina ketekunan bekerja, dan 3) Seseorang yang senantiasa melakukan kegiatan mengliping yang membaca atau menikmati karya tersebut terlebih dahulu akan terbina pada dirinya rasa cinta pada sastra.
Kliping yang dibuat sesuai dengan pengertian yang di atas, berarti kliping itu merupakan kliping bertipe kompleks. Kliping tipe ini tidak hanya sebatas menempelkan karya yang telah dibaca di sebidang kertas saja, tetapi dilengkapi dengan identitas sumber tempat kliping itu dipublikasikan dan disampaikan pula analisis atau tanggapan terhadapnya. Adapun identitas sumber dimaksud adalah: judul karya, nama pengarang, nama Koran, majalah, atau tabloid, waktu publikasi ( hari, tanggal, dan tahun ). Kedalam kliping yang bertipe kompleks ini termasuk juga pengertian bahwa kliping itu dikerjakan dengan menerapkan prinsip-prinsip penciptaan karya seni. Membuat kliping termasuk kegiatan kreatif. Oleh sebab itu, sangatlah perlu memperhatikan kerapian, penataan bidang tempel, pewarnaan, dan pemakaian besar dan bentuk huruf yang variatif.
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan kliping di atas sekaligus menjadi aspek penilaian sebuah kliping. Pembobotan yang dapat dikenakan pada aspek-aspek penilaain tersebut, adalah: 1) kelengkapan bahan 30%, 2) Identitas sumber 20%, 3) intensitas tanggapan atau analisis 30%, dan 4) penataan 20%.
Adapun berkenaan dengan teknik atau prosedur pengerjaan kliping tersebut, dirasa Anda telah memahaminya, karena kegiatan ini telah Anda lakukan pada jenjang pendidikan sebelumnya.
2.7 Sinopsis dan Tanggapan
Sinopsis dan tanggapan adalah dua kegiatan yang biasa dilakukan setelah menikmati suatu karya sastra. Kegiatan ini dapat terlaksana apabila pembaca melakukan identifikasi terhadap unsur-unsur pembangun karya baik secara fisik maupun secara mental. Identifikasi ini akan lahir dalam bentuk analisis atau penguraian karya atas unsur-unsur yang membangunnya.
Pada dasarnya sinopsis adalah penyampaian kembali secara ringkas karya sastra yang telah dibaca seseorang kepada pihak lain atau orang lain. Panuti Sudjiman ( 1986:63) mengatakannya sebagai ikhtisar sebuah karya yang memberikan gambaran umum tentangnya. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam sebuah sinopsis adalah identitas karya dan unsur-unsur intrinsik karya tersebut. Kedalam identitas karya mencakup: Judul, pengarang, tahun terbit, jumlah halaman, kota dan nama penerbit, dan identitas lain yang ada dan perlu diungkapkan. Unsur-unsur intrinsic yang dikemukakan tentu tergantung pula pada jenis karya yang disinopsis. Unsur intrinsik puisi tentu berbeda dengan unsur sinopsis novel atau naskah drama.
Tanggapan adalah sambutan pembaca atau penikmat terhadap sebuah karya sastra sesuai dengan apa yang diterimanya baik secara indrawi atau bayangan di dalam angan-angan. Tanggapan dapat disampaikan dalam bentuk kritik atau komentar ( KBBI, 2001 ). Perihal suatu kritik atau komentar ia termasuk ke dalam bentuk hasil kajian atau telaah sastra. Sebuah telaah sastra mengandung tiga aspek pokok, yaitu analisis, interpretasi, dan penilaian. Jadi, tiga hal inilah yang perlu disampaikan dalam sebuah tanggapan. Tentu penyampaiannya tidak berurutan secara kaku seperti itu, tetapi ketiganya dapat terintegrasi, disampaikan dalam urutan yang bervariasi. Adapun yang perlu ditanggapi itu tak lain dan tak bukan adalah unsur-unsur pembangun karya tersebut. Misalnya pada novel, disampaikan tanggapan terhadap tema cerita, alur cerita, penokohan atau perwatakan, pemakaian bahasa, dan sebahgainya.
2.8 Penilaian Minat Baca
Penilaian terhadap minat baca dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengadakan ujian lisan, dengan pengamatan, melalui penyelesaian suatu proyek, atau dengan self report (laporan diri sendiri), atau self evaluation (penilaian diri ).
Penilaian dengan pengamatan terhadap sikap positif pembelajar ( siswa / mahasiswa) memang sulit dilakukan. Akan tetapi, pada ivent-ivent tertentu pengamatan itu bisa dilakukan, misalnya ketika ada kegiatan lomba di sekolah atau dikampus. Pengajar dapat mengamati pembelajar yang mengikuti atau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Tiga strategi penilaian yang lainnya sangat mudah dilakukan. Dosen atau guru menyiapkan rubrik-rubrik penilaian yang dipahami dan dapat diisi dengan mudah oleh mahasiswa. Namun harus diingat, prosedur pengerjaan tugas dan kriteria penilaian yang akan diterapkan harus diinformasikan kepada pembelajar.
III. Pendekatan dalam Berapresiasi Sastra
3.1. Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis dalam mengapresiasi puisi adalah pendekatan yang secara sistematis obyektif berusaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam puisi, mengidentifikasi peranan setiap unsur intrinsik dalam puisi serta berusaha memahami bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya.
3.2. Pendekatan Sosiopsikologis
Pendekatan sosiopsikologis dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi.
2. Pendekatan yang berusaha memahami terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat baik secara individual, maupun kelompok salam suatu puisi.
Pendekatan yang berusaha memahami sikap penyair terhadap kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.
3.3. Pendekatan Historis
Pendekatan historis (kesejarahan) dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Berusaha memahami biografi pengarang.
2. Berusaha memahami peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terwujudnya puisi.
3. Berusaha memahami perkembangan puisi pada suatu jaman.
Selanjutnya kita gunakan pendekatan historis dalam mengapresiasi puisi di bawah ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami tanggal, bulan, dan tahun puisi itu diciptakan.
2. Memahami peristiwa sejarah yang terjadi pada masa itu.
3. Mamahi peranan penyairnya.
4. Membaca puisi secara keseluruhan.
Menghubungkan peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi lahirnya puisi itu dengan gagasan yang terdapat di dalamnya.
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apresiatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Kata apresiato menurunkan kata appreciation (Inggris) atau appretiare (Perancis).
Istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna:
(1). Pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin.
(2). Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu:
(1). Aspek kognitif.
(2). Aspek emotif.
(3). Aspek evaluatif.
Akhirnya apresiasi sastra didefinisakan oleh Tengsoe Tjahjono sebagai aktivitas menggeluti sastra yang melibatkan unsur pikiran, perasaan, bahkan fisik, melalui langkah-langkah mengenali, menikmati dan memahami sehingga tumbuh penghargaan terhadap keindahan dan makna yang terkandung dalam sastra itu sendiri.
2.2 Kegiatan Apresiasi Sasra
Kegiatan apresiasi sasra dapat mengambil bentuk langsung atau tidak langsung, kegiatan dokumentatif maupun kegiatan kreatif.
1. Kegiatan langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain dengan membaca sasra, mendengarkan sasra dibaca atau dideklamasikan baik pertunjukan life, atau melalui media elektronika.
2. Kegiatan tidak langsung.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain mempelajari konsep, teori, sejarah, ulasan, yang berhubungan dengan sastra, khususnya prosa.
3. Kegiatan dokumentatif.
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain upaya mengumpulkan atau mengadakan koleksi tentang hasil-hasil karya sastrawan, mengumpulkan buku, artikel, atau pembahasan tentang sastra, khususnya prosa.
4. Kegiatan kreatif.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah melakukan upaya penciptaan prosa itu sendiri atau menulis tentang prosa.
Menurut Tengsoe Tjahjono kegiatan apresiasi sastra meliputi:
1. Kegiatan reseptif, kegiatan penerimaan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan membaca, kegiatan analitik, dan kegiatan interpretatif.
2. Kegiatan produktif, kegiatan penciptaan.
3. Kegiatan performansi.
4. Kegiatan dokumentatif.
5. Kegiatan menulis dan membaca prosa
2.3 Nilai Sasta/Manfaat Sastra
Penjelasan tentang pengertian dan hakikat sastra di atas, menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu hasil kreativitas dengan tujuan yang sangat mulia. Suatu ciptaan yang mengandung nilai tertentu. Pernyataan yang paling awal dikemukakan tentang nilai sastra adalah formula yang dikemukakan oleh Horace, yakni dulce et utile ( bermanfaat dan menghibur). Makna yang terkandung pada kata ‘bermanfaat’ adalah bahwasannya membaca karya sastra merupakan kegiatan yang tidak membuang-buang waktu, tidak merupakan kegiatan iseng, kegiatan yang perlu mendapat perhatian khusus.Pada kata ‘menghibur’ tersirat makna bahwa menikmati sastra tidak akan menimbulkan rasa bosan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenanagan (Wellek & Warren, 1989: 24-27)
Dalam polemik kebudayaan yang terjadi pada tahun 1930 antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane terdapat dua pendapat. Satu pihak berpendapat ‘seni untuk seni’ dan pihak yang lain berpendirian bahwa sastra untuk memberikan pelajaran tentang kehidupan. Pihak pertama lebih menekankan unsur seni atau keindahan yang terdapat dalam karya sastra, sedang pihak kedua berpandangan bahwa suatu karya sastra haruslah mengandung pelajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. Masing-masing pendapat tentu ada pengikutnya. Diantara kedua pendapat tersebut tentu tidak perlu dicari yang mana benar dan yang mana salah. Yang jelas dari peristiwa itu tersirat makna bahwa sastra dianggap sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia.
Dalam bukunya Penulisan Kreatif Prof.H.Saleh mengutarakan beberapa tugas sastra, sebagai berikut:
(a) Sebagai alat penting pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila ia menhhadapi masalah;
(b) Karya sastra yang baik selalu menjadi tempat nilai-nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya;
(c) Karya sastra berperan sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif ( dalam Semi, 1988:20-21).
Dalam suatu wawancara antara wartawan Horison dengan Mochtar Lubis terungkap bahwa “sastra berperan sebagai kritik bangsa”. Pokok-pokok pikiran yang diungkapkan Mochtar Lubis itu dapat dirinci sebagai berikut:
1) Sastra dapat mengangkat harkat manusia;
2) Sastra dapat mengembalikan kemanusiaan agar tidak terperangkap nafsu kebinatangan;
3) Sastra dapat membuat perubahan sosial (bonus sastra);
4) Sastra dapat sebagai loncatan jembatan tranformasi budaya selekas-lekasnya dengan memberikan peneladanan;
5) Walau sangat tipis hasilnya, sastra dapat berfungsi sebagai reformasi nilai aktualisasi kesadaran bangsa;
6) Sastra dapat sebagai penggugat penyelewengan hukum, social, politik, ekonomi, dan lain-lain ( 1983:77-81).
Menurut Abdul Hadi W.M. “Sastra berperan dalam pembakuan bahasa”. Beberapa pokok pikiran yang termuat dalam ungkapannya itu dapar dirinci sebagai berikut:
a) Dalam sastra kemungkinan-kemungkinan bahasa digali semaksimal mungkin dan dimanfaatkan untuk memberikan lebih banyak makna.
b) Sastra dapat menjalankan peranan sebagai pembakuan bahasa, dalam arti sebagai penstabilan alat kominikasi yang lincah.
c) Gaya bahasa seorang pengarang; cara menyusun kalimat atau membuat uraian yang tepat dan lincah, efisien, dan mempesona bisa dijadikan model pemakaian bahasa yang baik dan benar.
d) Tak jarang penyair mampu menampilkan kata-kata lama yang hampir tak terpakai dan hilang dalam pemakaian sehari-hari menjadi kata-kata baru dan segar, contohnya kata santer (1980:225-233).
2.4 Manfaat Mengapresiasi Prosa
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan apresiasi sastra pada umumnya menurut Aminuddin, (dan apresiasi prosa pada khususnya, pen) dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Mendapatkan hiburan.
2. Mengisi waktu luang.
3. Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-nilai kehidupan.
4. Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri.
5. Pembaca dapat memperoleh dan memahami nilai-nilai budaya dari setiap jaman yang melahirkan cipta sastra itu sendiri.
6. Mengembangkan sikap kritis pembaca dalam mengamati perkembangan jamannya, sejalan dengan kedudukan sastra itu sendiri sebagai salah satu kreasi manusia yang mampu menjadi semacam peramal tentang perkembangan jaman itu sendiri di masa yang akan datang.
Senada dengan di atas Tengsoe Tjahjono mendeskripsikan manfaat mengapresiasi/membaca prosa sebagai:
1. Media hiburan, lebih-lebih hiburan rohani.
2. Memperluas dan memperkaya wawasan bahasa pembaca.
3. Media kontemplasi dan introspeksi (perenungan dan mawas diri).
4. Memperluas wawasan dan pengalaman kemanusiaan pembaca.
5. Memahami nilai-nilai kebenaran.
2.5 Strategi Memupuk Minat baca Sastra
Minat tehadap suatu objek sikap hendaknya ditumbuhkan dalam diri seseorang. Di lembaga pendidikan, usaha menumbuhkan dan memupuk minat baca ini hendaknya terintegrasi dalam pembelajaran. Agar dapat berhasil secara optimal ada beberapa strategi yang dapat digunakan. I.G. Wardani ( 1981 ) menawarkan seperangkat strategi, yaitu : 1) Pemberian contoh, 2) Saran, 3) Penguatan, dan 4) Perlengkapan. Selain itu, seorang guru pengajar sastra, Sri Kitonawangsih melakukan terobosan untuk meningkatkan minat baca sastra siswanya dengan cara: 1) Meyakinkan siswa, 2) Menceritakan, 3) Menggunakan tayangan TV sebagai bahan pembelajaran.
2.6 Membuat Kliping
Karya sastra yang dapat dinikmati tidak hanya berupa karya yang dipublikasikan dalam bentuk buku, tetapi banyak pula karya yang dipublikasikan melalui media massa, baik media massa cetak atau elektronik. Untuk karya sastra dalam bentuk buku, setelah dibaca atau dinikmati ditulis sinopsisnya atau ringkasannya, sedangkan karya yang dipublikasikan secara lepas di media massa dikliping. Maksud mengliping karya sastra di sini adalah menempel karya sastra yang telah dibaca dan melakukan analisis terhadapnya.
Kegiatan mengliping karya sastra menurut Suroto ( 1990 ) dapat mendatangkan tiga manfaat. Sebagaimana dijelaskannya, manfaat mengliping karya sastra tersebut adalah: 1) Kita dapat mengikuti karya-karya yang baru, 2) Melakukan pekerjaan mengliping dapat membina ketekunan bekerja, dan 3) Seseorang yang senantiasa melakukan kegiatan mengliping yang membaca atau menikmati karya tersebut terlebih dahulu akan terbina pada dirinya rasa cinta pada sastra.
Kliping yang dibuat sesuai dengan pengertian yang di atas, berarti kliping itu merupakan kliping bertipe kompleks. Kliping tipe ini tidak hanya sebatas menempelkan karya yang telah dibaca di sebidang kertas saja, tetapi dilengkapi dengan identitas sumber tempat kliping itu dipublikasikan dan disampaikan pula analisis atau tanggapan terhadapnya. Adapun identitas sumber dimaksud adalah: judul karya, nama pengarang, nama Koran, majalah, atau tabloid, waktu publikasi ( hari, tanggal, dan tahun ). Kedalam kliping yang bertipe kompleks ini termasuk juga pengertian bahwa kliping itu dikerjakan dengan menerapkan prinsip-prinsip penciptaan karya seni. Membuat kliping termasuk kegiatan kreatif. Oleh sebab itu, sangatlah perlu memperhatikan kerapian, penataan bidang tempel, pewarnaan, dan pemakaian besar dan bentuk huruf yang variatif.
Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan kliping di atas sekaligus menjadi aspek penilaian sebuah kliping. Pembobotan yang dapat dikenakan pada aspek-aspek penilaain tersebut, adalah: 1) kelengkapan bahan 30%, 2) Identitas sumber 20%, 3) intensitas tanggapan atau analisis 30%, dan 4) penataan 20%.
Adapun berkenaan dengan teknik atau prosedur pengerjaan kliping tersebut, dirasa Anda telah memahaminya, karena kegiatan ini telah Anda lakukan pada jenjang pendidikan sebelumnya.
2.7 Sinopsis dan Tanggapan
Sinopsis dan tanggapan adalah dua kegiatan yang biasa dilakukan setelah menikmati suatu karya sastra. Kegiatan ini dapat terlaksana apabila pembaca melakukan identifikasi terhadap unsur-unsur pembangun karya baik secara fisik maupun secara mental. Identifikasi ini akan lahir dalam bentuk analisis atau penguraian karya atas unsur-unsur yang membangunnya.
Pada dasarnya sinopsis adalah penyampaian kembali secara ringkas karya sastra yang telah dibaca seseorang kepada pihak lain atau orang lain. Panuti Sudjiman ( 1986:63) mengatakannya sebagai ikhtisar sebuah karya yang memberikan gambaran umum tentangnya. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam sebuah sinopsis adalah identitas karya dan unsur-unsur intrinsik karya tersebut. Kedalam identitas karya mencakup: Judul, pengarang, tahun terbit, jumlah halaman, kota dan nama penerbit, dan identitas lain yang ada dan perlu diungkapkan. Unsur-unsur intrinsic yang dikemukakan tentu tergantung pula pada jenis karya yang disinopsis. Unsur intrinsik puisi tentu berbeda dengan unsur sinopsis novel atau naskah drama.
Tanggapan adalah sambutan pembaca atau penikmat terhadap sebuah karya sastra sesuai dengan apa yang diterimanya baik secara indrawi atau bayangan di dalam angan-angan. Tanggapan dapat disampaikan dalam bentuk kritik atau komentar ( KBBI, 2001 ). Perihal suatu kritik atau komentar ia termasuk ke dalam bentuk hasil kajian atau telaah sastra. Sebuah telaah sastra mengandung tiga aspek pokok, yaitu analisis, interpretasi, dan penilaian. Jadi, tiga hal inilah yang perlu disampaikan dalam sebuah tanggapan. Tentu penyampaiannya tidak berurutan secara kaku seperti itu, tetapi ketiganya dapat terintegrasi, disampaikan dalam urutan yang bervariasi. Adapun yang perlu ditanggapi itu tak lain dan tak bukan adalah unsur-unsur pembangun karya tersebut. Misalnya pada novel, disampaikan tanggapan terhadap tema cerita, alur cerita, penokohan atau perwatakan, pemakaian bahasa, dan sebahgainya.
2.8 Penilaian Minat Baca
Penilaian terhadap minat baca dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengadakan ujian lisan, dengan pengamatan, melalui penyelesaian suatu proyek, atau dengan self report (laporan diri sendiri), atau self evaluation (penilaian diri ).
Penilaian dengan pengamatan terhadap sikap positif pembelajar ( siswa / mahasiswa) memang sulit dilakukan. Akan tetapi, pada ivent-ivent tertentu pengamatan itu bisa dilakukan, misalnya ketika ada kegiatan lomba di sekolah atau dikampus. Pengajar dapat mengamati pembelajar yang mengikuti atau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Tiga strategi penilaian yang lainnya sangat mudah dilakukan. Dosen atau guru menyiapkan rubrik-rubrik penilaian yang dipahami dan dapat diisi dengan mudah oleh mahasiswa. Namun harus diingat, prosedur pengerjaan tugas dan kriteria penilaian yang akan diterapkan harus diinformasikan kepada pembelajar.
III. Pendekatan dalam Berapresiasi Sastra
3.1. Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis dalam mengapresiasi puisi adalah pendekatan yang secara sistematis obyektif berusaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam puisi, mengidentifikasi peranan setiap unsur intrinsik dalam puisi serta berusaha memahami bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya.
3.2. Pendekatan Sosiopsikologis
Pendekatan sosiopsikologis dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial masyarakat, baik secara individual maupun kelompok yang mempengaruhi terwujudnya suatu gagasan dalam puisi.
2. Pendekatan yang berusaha memahami terwujudnya gagasan tentang kehidupan sosial masyarakat baik secara individual, maupun kelompok salam suatu puisi.
Pendekatan yang berusaha memahami sikap penyair terhadap kehidupan sosial masyarakat yang dipaparkannya.
3.3. Pendekatan Historis
Pendekatan historis (kesejarahan) dalam mengapresiasi puisi adalah:
1. Berusaha memahami biografi pengarang.
2. Berusaha memahami peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terwujudnya puisi.
3. Berusaha memahami perkembangan puisi pada suatu jaman.
Selanjutnya kita gunakan pendekatan historis dalam mengapresiasi puisi di bawah ini dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami tanggal, bulan, dan tahun puisi itu diciptakan.
2. Memahami peristiwa sejarah yang terjadi pada masa itu.
3. Mamahi peranan penyairnya.
4. Membaca puisi secara keseluruhan.
Menghubungkan peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi lahirnya puisi itu dengan gagasan yang terdapat di dalamnya.
No comments:
Post a Comment