Pengertian Puisi
Karya sastra terdiri atas 2 jenis, yaitu prosa dan puisi. Biasanya prosa disebut karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Akan tetapi, pada waktu sekarang, para penyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat itu hingga terciptalah sajak bebas.
Dalam sastra Indonesia ada 2 istilah puisi dan sajak. Puisi dalam bahasa Inggris poetry dan sajak dalam bahasa Inggris poem. Puisi adalah jenis sastra, sedangkan sajak adalah individu puisi. Oleh karena itu, kedua istilah itu jangan dicampuradukkan pemakaiannya.
Korespondensi dan periodisitas merupakan bentuk formal sebuah puisi. Bahkan puisi Pujangga Baru masih ada yang terikat pada korespondensi dan periodisitas.
Puisi baru (modern) menyimpangi pengertian puisi menurut pandangan lama. Puisi baru tidak terikat oleh bentuk-bentuk formal, korespondensi, dan periodisitas itu. Oleh karena itu, puisi baru (modern) disebut puisi bebas atau sajak bebas.
Bentuk-bentuk formal puisi lama sesungguhnya merupakan sarana-sarana kepuitisan untuk membuat puisi menjadi indah. Bentuk-bentuk formal itu masih juga dipergunakan oleh puisi modern, tetapi bukan merupakan ikatan, bukan merupakan pola yang tetap.
Puisi baru sesungguhnya terikat juga, tetapi terikat oleh hakikatnya sendiri, bukan terikat oleh pola-pola bentuk formal. Pola-pola bentuk formal bukan merupakan hakikat puisi.
Hakikat Puisi
Dalam sastra Indonesia ada 2 istilah puisi dan sajak. Puisi dalam bahasa Inggris poetry dan sajak dalam bahasa Inggris poem. Puisi adalah jenis sastra, sedangkan sajak adalah individu puisi. Oleh karena itu, kedua istilah itu jangan dicampuradukkan pemakaiannya.
Korespondensi dan periodisitas merupakan bentuk formal sebuah puisi. Bahkan puisi Pujangga Baru masih ada yang terikat pada korespondensi dan periodisitas.
Puisi baru (modern) menyimpangi pengertian puisi menurut pandangan lama. Puisi baru tidak terikat oleh bentuk-bentuk formal, korespondensi, dan periodisitas itu. Oleh karena itu, puisi baru (modern) disebut puisi bebas atau sajak bebas.
Bentuk-bentuk formal puisi lama sesungguhnya merupakan sarana-sarana kepuitisan untuk membuat puisi menjadi indah. Bentuk-bentuk formal itu masih juga dipergunakan oleh puisi modern, tetapi bukan merupakan ikatan, bukan merupakan pola yang tetap.
Puisi baru sesungguhnya terikat juga, tetapi terikat oleh hakikatnya sendiri, bukan terikat oleh pola-pola bentuk formal. Pola-pola bentuk formal bukan merupakan hakikat puisi.
Hakikat Puisi
Puisi adalah karya seni. Sifat seni ini merupakan ciri khas puisi. Puisi adalah sebuah karya yang fungsi estetiknya atau fungsi keseniannya dominan. Aspek estetik ini bermacam-macam. Di antaranya gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat serta wacana. Bahkan, aspek estetik itu terwujud dalam bentuk tipografinya.
Puisi itu sebuah pernyataan yang hanya mengedepankan inti gagasan, pemikiran, ataupun peristiwa. Oleh karena itu, dipilih kata, frase, dan kalimat yang setepat-tepatnya supaya puisi menjadi mampat dan padat. Hal-hal yang dirasa tidak perlu dihilangkan. Dengan demikian tinggal intinya yang mengandung ekspresivitas yang itensif (berdaya guna).
Dari waktu ke waktu, puisi itu selalu berubah karena evolusi selera dan perubahan konsep estetik atau konsep keindahan.
Ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh 3 hal, yaitu (1) penggantian arti, (2) penyimpangan arti, (3) penciptaan arti. Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam sajak.
Penyimpangan arti disebabkan oleh adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, diantaranya berupa (pola) persajakan, ejambemen, tipografi, dan homologue.
Fungsi Puisi
Puisi itu sebuah pernyataan yang hanya mengedepankan inti gagasan, pemikiran, ataupun peristiwa. Oleh karena itu, dipilih kata, frase, dan kalimat yang setepat-tepatnya supaya puisi menjadi mampat dan padat. Hal-hal yang dirasa tidak perlu dihilangkan. Dengan demikian tinggal intinya yang mengandung ekspresivitas yang itensif (berdaya guna).
Dari waktu ke waktu, puisi itu selalu berubah karena evolusi selera dan perubahan konsep estetik atau konsep keindahan.
Ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh 3 hal, yaitu (1) penggantian arti, (2) penyimpangan arti, (3) penciptaan arti. Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam sajak.
Penyimpangan arti disebabkan oleh adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, diantaranya berupa (pola) persajakan, ejambemen, tipografi, dan homologue.
Fungsi Puisi
Fungsi puisi adalah fungsi spiritual yang sifatnya tidak langsung bagi kehidupan fisikal yang praktis. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak langsung. Kegunaan atau manfaat puisi ini berhubungan dengan kehidupan batin/rohani atau kejiwaan manusia. Puisi mempengaruhi kehidupan manusia lewat kehidupan batin dan kejiwaannya. Lewat kehidupan kejiwaan ini puisi mempengaruhi aktivitas kehidupan fisik manusia.
Karena puisi merupakan karya seni penyampai gagasan maka fungsi puisi adalah dulce (indah, manis) dan utile (berguna, bermanfaat). Dulce berhubungan dengan ekspresi dan sarana ekspresinya, sedangkan utile berhubungan dengan muatan yang dikandung puisi, berupa ajaran, gagasan, atau pikiran.
Puisi merangsang kepekaan terhadap keindahan dan rasa kemanusiaan. Karya seni, termasuk puisi berupaya mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang terkikis teknologi dan menyadarkan kembali manusia pada kedudukannya sebagai subjek dalam kehidupan ini. Puisi berusaha mengembalikan stabilitas, keselarasan, dan keutuhan dalam diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, S. Takdir. (1996). Puisi lama. Jakarta: Dian Rakyat.
Andangdjaya, Hartoyo. (1973). Buku Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Anwar, Chairil. (1959). Deru Campur Debu. Jakarta: Yayasan Pembangunan.
Efendi, Rustam. (1953). Percikan Permenungan. Jakarta: FASCO.
Hamzah, Amir. (1959). Buah Rindu. Jakarta: Pustaka Rakyat
Herfanda, Ahmadun Yusi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang.
Maulana, Sofi Farid. (1984). Bunga Kecubung. Tasik Malaya: Gotong Royong Sastra.
Pane, Sanusi. (1957). Madah Kelana. Jakarta: Balai Pustaka.
Soejarwo. (1993). Bunga-bunga Puisi dan Taman Sastra Kita. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Jenis–jenis Puisi Indonesia Lama
Karena puisi merupakan karya seni penyampai gagasan maka fungsi puisi adalah dulce (indah, manis) dan utile (berguna, bermanfaat). Dulce berhubungan dengan ekspresi dan sarana ekspresinya, sedangkan utile berhubungan dengan muatan yang dikandung puisi, berupa ajaran, gagasan, atau pikiran.
Puisi merangsang kepekaan terhadap keindahan dan rasa kemanusiaan. Karya seni, termasuk puisi berupaya mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang terkikis teknologi dan menyadarkan kembali manusia pada kedudukannya sebagai subjek dalam kehidupan ini. Puisi berusaha mengembalikan stabilitas, keselarasan, dan keutuhan dalam diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, S. Takdir. (1996). Puisi lama. Jakarta: Dian Rakyat.
Andangdjaya, Hartoyo. (1973). Buku Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Anwar, Chairil. (1959). Deru Campur Debu. Jakarta: Yayasan Pembangunan.
Efendi, Rustam. (1953). Percikan Permenungan. Jakarta: FASCO.
Hamzah, Amir. (1959). Buah Rindu. Jakarta: Pustaka Rakyat
Herfanda, Ahmadun Yusi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang.
Maulana, Sofi Farid. (1984). Bunga Kecubung. Tasik Malaya: Gotong Royong Sastra.
Pane, Sanusi. (1957). Madah Kelana. Jakarta: Balai Pustaka.
Soejarwo. (1993). Bunga-bunga Puisi dan Taman Sastra Kita. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Jenis–jenis Puisi Indonesia Lama
Puisi lama ada bermacam-macam jenis. Akan tetapi, yang paling dominan adalah pantun dan syair.
Aturan-aturan puisi lama sangat ketat. Aturan mengenai jumlah baris dalam setiap bait, jumlah kata dalam tiap baris, jumlah kata dalam setiap larik, terutama pola sajak akhir harus ditaati benar
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.Aturan-aturan puisi lama sangat ketat. Aturan mengenai jumlah baris dalam setiap bait, jumlah kata dalam tiap baris, jumlah kata dalam setiap larik, terutama pola sajak akhir harus ditaati benar
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Analisis Puisi Ibunda Tercinta
Friday, June 4, 2010 6:24:25 AM
Ibunda Tercinta
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
duka derita dan senyum yang abadi
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi
dari ujung rambut sampai telapak kakinya
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
cinta kasih sayang, tiga patah kata purba
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya
Umbu Landu Paranggi
1965
1.Makna Keseluruhan
a.Makna Esensial
Ibunda Tercinta puisi karya Umbu Landu Paranggi mempunnyai gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang yakni tentang kehidupan yang dialami seorang ibu dalam mengarungi kehidupan yang penuh penderitaan dan kegembiraan.Walaupun seorang ibu merasa dalam keadaan susah dia berusaha bahagia di mata anak serta keluarganya.
b. Kata Kunci
Kata kunci dalam puisi ibunda tercinta yaitu /perempuan tua/ karena diulang tiga kali dan terdapat pada baris pertama awal kata tiap bait. Makna ‘perempuan tua’ berarti perempuan yang sudah tua, kulitnya keriput, rambut mulai memutih, sudah berkeluarga, sering sakit-sakitan, dan biasanya ditujukan pada perempuan yang hidupnya tidak lama lagi.
Kata ‘perempuan tua’ pada bait pertama menggambarkan kehidupan perempuan yang sudah mengalami susah dan senang dalam hidupnya. Bait kedua menggambarkan perempuan yang kadang kala mendapat hinaan dan pujian dalam hidupnya. Walaupun begitu sifatnya selalu lemah lembut, ikhlas, dan tulus dalam hidupnya. Bait ketiga menggambarkan seorang perempuan yanng selalu memberikan cinta kasih yang kekal dan tidak akan pernah pudar walau zaman telah berubah demi anak-anaknya berhasil menggapai impian.
c.Kata Inti
Kata inti pada puisi ibunda tercinta terdapat pada kata ‘abadi’, ‘puisi’, ‘ampunan’, dan ‘melahirkan’.
Kata ‘abadi’ dalam puisi di atas artinya kekal tidak pernah pudar atau dimakan usia. Kata ‘puisi’ melambangkan suatu sajak yang merdu penuh alunan seolah-olah ibu diibaratkan sebuah puisi yang berharga atau mulia. Kata ‘ampunan’ bermakna suatu pengampunan atas suatu kesalahan yang diperbuat demi suatu tujuan yang lebih mulia. Kata ‘melahirkan’ bermakna seorang perempuan yang pada akhirnya menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya.
2.Pembanding Puisi
Ibunda Tercinta karya Umbu Landu Paranggi dalam larik /cinta kasih sayang, tiga patah kata purba/ memilki persamaan makna dengan puisi Sajak Buat Anakku karya Saini KM dalam larik /sampai cinta ayah dan ibu, anakku/ melambangkan cinta orang tua pada anaknya tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman. Begitu juga dalam larik /menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya/ bermakna sama dengan larik /jangkau bintang – bintang dari abad ke abad/ melambangkan orang tua yang setia dan berusaha agar anaknya bisa berhasil. Larik /dengan tulus setia telah melahirkan/ bermakna sama dengan puisi Ibu karya D.Zawawi Imron dalam larik /ibulah yang meletakkanku di sini/ melambangkan begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya.
3.Tata Bahasa
Ibunda Tercinta merupakan puisi karya Umbu Landu Paranggi menggunakan bahasa sastra yang dapat dikatakan cukup indah. Puisi tersebut mempunyai perlambangan yang sangat puitis, apabila puisi tersebut kita pahami dengan teliti larik /duka derita dan senyum abadi/ pada kata /duka derita/ melambangkan derita diterima oleh ibu. Kata ‘senyum’ melambangkan suatu kegembiraan. Dalam penggabungannya larik /duka derita dan senyum abadi/ dapat melambangkan susah senang yang dialami oleh seorang ibu.
Larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ melambangkan ibu seperti sajak yang bertemakan kasih sayang yang tulus kepada anaknya.
Larik /korban, terima kasih, restu, dan ampunan/ melambangkan ibu yang dalam hidupnya selalu menderita dan ada saatnya mendapat pujian. Ibu selalu berdoa demi anaknya dan memaafkan kesalahan yang dilakukan anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan.
Larik /dengan tulus setia telah melahirkan berpuluh lakon/ melambangkan begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya. Larik /nasib dan sejarah manusia/ melambangkan ibu yang telah melahirkan anak-anaknya dengan berbagai karakter dan menentukan arah dari sejarah manusia.
Larik /cinta kasih sayang tiga patah kata purba/ melambangkan kasih sayang seorang ibu yang tidak akan pernah berubah walaupun sampai akhir zaman. Larik /di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri/ melambangkan begitu besar beban seorang ibu yang berusaha mengangkat derajat anaknya agar tercapai dan berhasil. Larik /menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya/ melambangkan ibu yang setia dan berusaha agar anaknya bisa berhasil.
4.Analisis Tata Bahasa
Larik pertama /perempuan tua itu bernama/ merupakan lambang yang digunakan oleh penyair dalam menyebut seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan memang kodratnya menjadi seorang ibu. Larik di atas juga terdapat pada bait ke-2 dan bait ke-3. Larik /duka derita dan senyum abadi/ digunakan penyair untuk menyampaikan pesan bahwa seorang ibu di setiap hidupnya mengalami suka dan duka dalam mendidik anaknya.
Bait ke-2 penyair menyampaikan pesan bahwa begitu mulianya seorang ibu. Walaupun ibu menderita atau susah tetapi selalu memaafkan kesalahan anaknya dengan tulus tanpa pamrih atau imbalan demi cita-cita anaknya tercapai.
Bait ke-3 penyair menyampaikan bahwa kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah berubah hngga akhir zaman dan berusaha mengangkat derajat anaknya untuk menggapai impian.
5.Majas
Gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam puisi Ibunda tercinta merupakan majas perbandingan (metafora) yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat ditemukan dalam larik /perempuan tua itu senantiasa bernama/ pada bait ke-1, ke-2, ke-3, dan baris ke-1 masing-masing bait.
6.Aspek Bunyi
a.Persajakan (rima)
Persajakan merupakan bunyi yang sama dalam puisi (Sayuti,2003:104). Ditambahkan oleh Atmazaki (1991:80) bahwa bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat ditengah larik sajak (puisi), tetapi kadang-kadang pula terdapat ditengah baris.
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
duka derita dan senyum yang abadi b
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi b
dari ujung rambut sampai telapak kakinya a
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
korban, terima kasih, restu dan ampunan c
dengan tulus setia telah melahirkan c
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia a
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
cinta kasih sayang, tiga patah kata purba a
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri b
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya a
Puisi karya Umbu Landu Paranggi berjudul Ibunda Tercinta di atas menggunakan pengulangan larik serta persamaan rima seperti dalam larik /perempuan tua itu senantiasa bernama/ yang terdapat pada baris ke -1. Larik tersebut juga terdapat pada awal bait ke -2 dan bait ke -3
Persamaan rima juga terdapat dalam kata ‘abadi’ baris ke-2 dan kata ‘puisi’ pada baris ke-3 demikian juga pada baris ke-6 kata ‘ampunan’ dan kata ‘melahirkan’ pada baris ke-7.
b.Aliterasi
Atmazaki mengatakan jika pengulangan bunyi dalam satu rangkaian kata-kata yang berdekatan dalam satu baris berupa bunyi konsonan disebut aliterasi. Puisi Ibunda Tercinta bunyi aliterasi terdapat pada bait ke-1 dan baris ke-3 larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ ditemukan konsonan /t/ sebanyak lima kali.
c.Asonansi
Puisi Ibunda Tercinta terdapat asonansi pada baris ke-1 dan bait ke-1, baris ke-1 dan bait ke-2, serta baris ke-1 bait ke-3. Asonansi pusi berupa bunyi vokal /a/ dalam larik /perempuan tua itu bernama/.
d.Efoni dan Kakafoni
Efoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan kata ‘senyum’ yang terdapat pada bait ke-1 baris ke-2 dengan lambang bunyi /u/. Efoni juga terdapat dalam kata /cinta kasih/ pada bait ke-3 baris ke-2 dengan lambang bunyi /a/.
Kakafoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan dalam kata ‘duka’ pada bait ke-1 baris ke-2, dan kata ‘korban’ pada bait ke-2 baris ke-2.
e.Irama dan Metrum
Irama adalah sarana kemerduan (Atmazaki, 1993:92). Irama sebuah sajak tidak hanya oleh bunyi-bunyi yang tersusun rapi, dan terpola. Irama juga ditentukan oleh suasana yang ada dalam sajak, sementara yang menentukan suasana tersebut tidak hanya bunyi, melainkan juga kata dan diksi. Suasana sedih biasanya tidak menimbulkan irama cepat atau tinggi, sebaliknya suasana marah atau riang tidak menimbulkan irama rendah atau tinggi.
Pada puisi di atas dapat diperoleh irama yang berbeda tergantung kepada arti dan maksud dari puisi yang akan dibacakan.
Metrum adalah bagian dari irama. Puisi Ibunda Tercinta di atas yang merupakan metrum adalah terdapat pada pola persajakannya. Serta ada pemenggalan dalam membacakannya( pemberian jeda).
Perempuan tua itu senantiasa bernama
korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia
Dapat kita temukan metrum atau jeda setelah kata /perempuan tua/ kemudian dilanjutkan kata /senantiasa bernama/ bisa juga kata /perempuan tua itu/ kemudian dilanjutkan dengan kata yang kedua yaitu kata /senantiasa bernama/ dan kemudian seterusnya pada bait dan baris selanjutnya. Pemenggalan larik /perempuan itu senantiasa bernama/ terdapat kata ‘itu’ yang merupakan kata tunjuk dasar atau demonstrativa. Jadi, pemenggalan kata menjadi tiga bagian kata yaitu kata /perempuan tua/, ‘itu’, dan
/senantiasa bernama/.
7.Biografi Pengarang
Umbu Landu Paranggi dilahirkan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943. Bersama Ragil Suwarna Pagolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, mendirikan Persada Studi Klub, 5 Maret 1969, yang di kemudian hari melahirkan sejumlah penyair. Karya-karya penyair yang terakhir bekerja sebagai redaktur Bali Post ini adalah: Melodia, Maramba Ruba, Sarang.
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
duka derita dan senyum yang abadi
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi
dari ujung rambut sampai telapak kakinya
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
cinta kasih sayang, tiga patah kata purba
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya
Umbu Landu Paranggi
1965
1.Makna Keseluruhan
a.Makna Esensial
Ibunda Tercinta puisi karya Umbu Landu Paranggi mempunnyai gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang yakni tentang kehidupan yang dialami seorang ibu dalam mengarungi kehidupan yang penuh penderitaan dan kegembiraan.Walaupun seorang ibu merasa dalam keadaan susah dia berusaha bahagia di mata anak serta keluarganya.
b. Kata Kunci
Kata kunci dalam puisi ibunda tercinta yaitu /perempuan tua/ karena diulang tiga kali dan terdapat pada baris pertama awal kata tiap bait. Makna ‘perempuan tua’ berarti perempuan yang sudah tua, kulitnya keriput, rambut mulai memutih, sudah berkeluarga, sering sakit-sakitan, dan biasanya ditujukan pada perempuan yang hidupnya tidak lama lagi.
Kata ‘perempuan tua’ pada bait pertama menggambarkan kehidupan perempuan yang sudah mengalami susah dan senang dalam hidupnya. Bait kedua menggambarkan perempuan yang kadang kala mendapat hinaan dan pujian dalam hidupnya. Walaupun begitu sifatnya selalu lemah lembut, ikhlas, dan tulus dalam hidupnya. Bait ketiga menggambarkan seorang perempuan yanng selalu memberikan cinta kasih yang kekal dan tidak akan pernah pudar walau zaman telah berubah demi anak-anaknya berhasil menggapai impian.
c.Kata Inti
Kata inti pada puisi ibunda tercinta terdapat pada kata ‘abadi’, ‘puisi’, ‘ampunan’, dan ‘melahirkan’.
Kata ‘abadi’ dalam puisi di atas artinya kekal tidak pernah pudar atau dimakan usia. Kata ‘puisi’ melambangkan suatu sajak yang merdu penuh alunan seolah-olah ibu diibaratkan sebuah puisi yang berharga atau mulia. Kata ‘ampunan’ bermakna suatu pengampunan atas suatu kesalahan yang diperbuat demi suatu tujuan yang lebih mulia. Kata ‘melahirkan’ bermakna seorang perempuan yang pada akhirnya menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya.
2.Pembanding Puisi
Ibunda Tercinta karya Umbu Landu Paranggi dalam larik /cinta kasih sayang, tiga patah kata purba/ memilki persamaan makna dengan puisi Sajak Buat Anakku karya Saini KM dalam larik /sampai cinta ayah dan ibu, anakku/ melambangkan cinta orang tua pada anaknya tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman. Begitu juga dalam larik /menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya/ bermakna sama dengan larik /jangkau bintang – bintang dari abad ke abad/ melambangkan orang tua yang setia dan berusaha agar anaknya bisa berhasil. Larik /dengan tulus setia telah melahirkan/ bermakna sama dengan puisi Ibu karya D.Zawawi Imron dalam larik /ibulah yang meletakkanku di sini/ melambangkan begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya.
3.Tata Bahasa
Ibunda Tercinta merupakan puisi karya Umbu Landu Paranggi menggunakan bahasa sastra yang dapat dikatakan cukup indah. Puisi tersebut mempunyai perlambangan yang sangat puitis, apabila puisi tersebut kita pahami dengan teliti larik /duka derita dan senyum abadi/ pada kata /duka derita/ melambangkan derita diterima oleh ibu. Kata ‘senyum’ melambangkan suatu kegembiraan. Dalam penggabungannya larik /duka derita dan senyum abadi/ dapat melambangkan susah senang yang dialami oleh seorang ibu.
Larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ melambangkan ibu seperti sajak yang bertemakan kasih sayang yang tulus kepada anaknya.
Larik /korban, terima kasih, restu, dan ampunan/ melambangkan ibu yang dalam hidupnya selalu menderita dan ada saatnya mendapat pujian. Ibu selalu berdoa demi anaknya dan memaafkan kesalahan yang dilakukan anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan.
Larik /dengan tulus setia telah melahirkan berpuluh lakon/ melambangkan begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya. Larik /nasib dan sejarah manusia/ melambangkan ibu yang telah melahirkan anak-anaknya dengan berbagai karakter dan menentukan arah dari sejarah manusia.
Larik /cinta kasih sayang tiga patah kata purba/ melambangkan kasih sayang seorang ibu yang tidak akan pernah berubah walaupun sampai akhir zaman. Larik /di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri/ melambangkan begitu besar beban seorang ibu yang berusaha mengangkat derajat anaknya agar tercapai dan berhasil. Larik /menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya/ melambangkan ibu yang setia dan berusaha agar anaknya bisa berhasil.
4.Analisis Tata Bahasa
Larik pertama /perempuan tua itu bernama/ merupakan lambang yang digunakan oleh penyair dalam menyebut seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan memang kodratnya menjadi seorang ibu. Larik di atas juga terdapat pada bait ke-2 dan bait ke-3. Larik /duka derita dan senyum abadi/ digunakan penyair untuk menyampaikan pesan bahwa seorang ibu di setiap hidupnya mengalami suka dan duka dalam mendidik anaknya.
Bait ke-2 penyair menyampaikan pesan bahwa begitu mulianya seorang ibu. Walaupun ibu menderita atau susah tetapi selalu memaafkan kesalahan anaknya dengan tulus tanpa pamrih atau imbalan demi cita-cita anaknya tercapai.
Bait ke-3 penyair menyampaikan bahwa kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah berubah hngga akhir zaman dan berusaha mengangkat derajat anaknya untuk menggapai impian.
5.Majas
Gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam puisi Ibunda tercinta merupakan majas perbandingan (metafora) yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat ditemukan dalam larik /perempuan tua itu senantiasa bernama/ pada bait ke-1, ke-2, ke-3, dan baris ke-1 masing-masing bait.
6.Aspek Bunyi
a.Persajakan (rima)
Persajakan merupakan bunyi yang sama dalam puisi (Sayuti,2003:104). Ditambahkan oleh Atmazaki (1991:80) bahwa bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat ditengah larik sajak (puisi), tetapi kadang-kadang pula terdapat ditengah baris.
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
duka derita dan senyum yang abadi b
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi b
dari ujung rambut sampai telapak kakinya a
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
korban, terima kasih, restu dan ampunan c
dengan tulus setia telah melahirkan c
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia a
Perempuan tua itu senantiasa bernama a
cinta kasih sayang, tiga patah kata purba a
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri b
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya a
Puisi karya Umbu Landu Paranggi berjudul Ibunda Tercinta di atas menggunakan pengulangan larik serta persamaan rima seperti dalam larik /perempuan tua itu senantiasa bernama/ yang terdapat pada baris ke -1. Larik tersebut juga terdapat pada awal bait ke -2 dan bait ke -3
Persamaan rima juga terdapat dalam kata ‘abadi’ baris ke-2 dan kata ‘puisi’ pada baris ke-3 demikian juga pada baris ke-6 kata ‘ampunan’ dan kata ‘melahirkan’ pada baris ke-7.
b.Aliterasi
Atmazaki mengatakan jika pengulangan bunyi dalam satu rangkaian kata-kata yang berdekatan dalam satu baris berupa bunyi konsonan disebut aliterasi. Puisi Ibunda Tercinta bunyi aliterasi terdapat pada bait ke-1 dan baris ke-3 larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ ditemukan konsonan /t/ sebanyak lima kali.
c.Asonansi
Puisi Ibunda Tercinta terdapat asonansi pada baris ke-1 dan bait ke-1, baris ke-1 dan bait ke-2, serta baris ke-1 bait ke-3. Asonansi pusi berupa bunyi vokal /a/ dalam larik /perempuan tua itu bernama/.
d.Efoni dan Kakafoni
Efoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan kata ‘senyum’ yang terdapat pada bait ke-1 baris ke-2 dengan lambang bunyi /u/. Efoni juga terdapat dalam kata /cinta kasih/ pada bait ke-3 baris ke-2 dengan lambang bunyi /a/.
Kakafoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan dalam kata ‘duka’ pada bait ke-1 baris ke-2, dan kata ‘korban’ pada bait ke-2 baris ke-2.
e.Irama dan Metrum
Irama adalah sarana kemerduan (Atmazaki, 1993:92). Irama sebuah sajak tidak hanya oleh bunyi-bunyi yang tersusun rapi, dan terpola. Irama juga ditentukan oleh suasana yang ada dalam sajak, sementara yang menentukan suasana tersebut tidak hanya bunyi, melainkan juga kata dan diksi. Suasana sedih biasanya tidak menimbulkan irama cepat atau tinggi, sebaliknya suasana marah atau riang tidak menimbulkan irama rendah atau tinggi.
Pada puisi di atas dapat diperoleh irama yang berbeda tergantung kepada arti dan maksud dari puisi yang akan dibacakan.
Metrum adalah bagian dari irama. Puisi Ibunda Tercinta di atas yang merupakan metrum adalah terdapat pada pola persajakannya. Serta ada pemenggalan dalam membacakannya( pemberian jeda).
Perempuan tua itu senantiasa bernama
korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia
Dapat kita temukan metrum atau jeda setelah kata /perempuan tua/ kemudian dilanjutkan kata /senantiasa bernama/ bisa juga kata /perempuan tua itu/ kemudian dilanjutkan dengan kata yang kedua yaitu kata /senantiasa bernama/ dan kemudian seterusnya pada bait dan baris selanjutnya. Pemenggalan larik /perempuan itu senantiasa bernama/ terdapat kata ‘itu’ yang merupakan kata tunjuk dasar atau demonstrativa. Jadi, pemenggalan kata menjadi tiga bagian kata yaitu kata /perempuan tua/, ‘itu’, dan
/senantiasa bernama/.
7.Biografi Pengarang
Umbu Landu Paranggi dilahirkan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943. Bersama Ragil Suwarna Pagolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, mendirikan Persada Studi Klub, 5 Maret 1969, yang di kemudian hari melahirkan sejumlah penyair. Karya-karya penyair yang terakhir bekerja sebagai redaktur Bali Post ini adalah: Melodia, Maramba Ruba, Sarang.
Analisis Puisi Kupu-Kupu
Kupu-KupuDi tamanku ada seekor kupu-kupu
Selalu terbang dengan lucu
Aneka warna sayapmu
Indah dipandang selalu
Namun, orang suka usil padamu
Kau selalu diburu-buru
Sayapmu dicabuti
Badanmu diteliti
Wahai kawanku
Jangan tangkap kupu-kupu
Lestarikan hewan itu
‘tuk menambah keindahan kebunmu
Teori dan Metode Strukturalisme
Diksi
Puisi adalah curahan perasaan yang disampaikan dengan bahasa, yang konkretnya berwujud kata-kata. Kata dalam puisi mempunyai arti yang penting karena dengan kata yang relatif singkat, puisi harus dapat menyampaikan pengalaman yang banyak. Tidak mengherankan bila bahasa (kata) dalam puisi yang singkat dan padat, ketika dimaknai, ternyata menyampaikan banyak hal. Hal ini menunjukan bahwa pemilihan kata (diksi) menjadi aspek yang penting dalam puisi.
Barfeld (1952 via Pradopo, 2005: 54) menjelaskan bahwa kata-kata (dalam puisi) itu dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan imajinasi estetik, yang disebut diksi puitis. Jadi, diksi dalam puisi dipilih dalam rangka untuk menyampaikan aspek-aspek keindahan yang bisa membangkitkan imajinasi pembacanya. Ketika membaca puisi, kata-kata yang indah (estetis) bisa membangkitkan imajinasi pembacanya. Pembaca akan mengalami kekaguman dan keterpesonaan dan juga merasakan ada sesuatu pesan (makna) yang disampaikan puisi tersebut, yang membekas pada perasaan pembaca. Kenyataan ini menandakan bahwa diksi adalah aspek penting, yang akan menimbulkan efek-efek pada struktur fisik puisi lainnya, misalnya bunyi dan irama, imajinasi, dan permajasan.
Metafora
Supaya puisi itu lebih indah biasanya penulis puisi menggunakan gaya bahasa untuk membandingkan sesuatu dengan yang lainnya. Penggunaan kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan suatu maksud agar membentuk pemilihan bahasa yang tepat. Dari macam-macam gaya bahasa perbandingan salah satunya adalah metafora. Metafora adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata bukan arti sesungguhnya, melainkan sebagai kiasan (lukisan) yang berdasarkan persamaan dan perbandingan. Biasanya masing-masing penulis puisi memiliki cara pemilihan gaya bahasa sendiri-sendiri untuk mengungkapkan maksud isi puisinya.
Bunyi
Puisi anak biasanya berkaitan dengan permainan bunyi sebagai sarana untuk menciptakan keindahan puisi. Selain karena anak menyukai bunyi yang merdu, puisi adalah rangkaian dari kata-kata yang enak (merdu) untuk didengarkan. Artinya, pemilihan kata dalam puisi, selain untuk keperluan makna, juga dibedakan untuk keperluan estetis, terutama bunyi.
Dalam bukunya Heru Kurniawan (2007: 95) menjelaskan : efek bunyi dalam puisi biasanya menimbulkan 2 kesan : (1) kesan merdu yang disebut efoni, yaitu kombinasi bunyi dalam puisi yang indah; (2) kesan bunyi yang tidak merdu yang disebut kakafoni, yaitu kombinasi bunyi dalam puisi yang bernada parau dan sedih. Kombinasi bunyi yang merdu ini biasanya bernada bunyi-bunyi vokal (asonansi) (a, i, u, e, o), sedangkan kombinasi bunyi yang tidak merdu biasanya bernada bunyi-bunyi konsonan (aliterasi), seperti k, p, t, s. Kedua efek tersebut, hadir dalam puisi sebagai sarana untuk menyampaikan suasana sebagai bagian makna yang ingin disampaikan pada pembaca.
Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair (anak) untuk menciptakan puisi. Waluyo(1987) dalam buku Heru Kurniawan (2009: 95) mengatakan bahwa amanat itu tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan (Jabrohim, 2003: 67). Amanat dalam puisi anak ini berkaitan dengan pesan-pesan, yang berupa nilai-nilai moral yang terdapat dalam puisi.
Hasil Analisis
Analisis Diksi
Bait ke-1
(1) Di tamanku ada seekor kupu-kupu
Selalu terbang dan lucu
Aneka warna sayapmu
Indah dipandang selalu
Pada bait ke-1 kata-kata yang dipilih dan disusun (diksi) menunjukan suatu kekaguman dan keterpesonaan pada ciptaan Tuhan. Kata-kata yang digunakan sederhana tetapi mengandung makna yang dalam. Ketika dibaca perbaris makna itu belum terlihat, akan tetapi jika dibaca secara keseluruhan akan ditemukan makna yang penuh kekaguman. Walaupun pilihan kata yang digunakan sederhana tetapi membentuk susunan kalimat yang indah.
Bait ke-2
(2) Namun, orang suka usil padamu
Kau selalu diburu-buru
Sayapmu dicabuti
Badanmu diteliti
Pada bait ke-2 ini, susunan kalimat yang dipilih dan digunakan lebih sederhan dari bait yang ke-1. Apabila bait yang ke-2 ini dicermati lebih mendalam akan menghadirkan suasana keperihatinan dan kesedihan terhadap nasib sang kupu-kupu.
Bait ke-3
(3) Wahai kawanku
Jangan kau tangkap kupu-kupu
Lestarikan hewan itu
‘tuk menambah keindahan kebunmu
Pada bait yang ke-3 terdapat suatu pesan (makna) mulia yang disampaikan si penulis puisi untuk pembaca puisi.
Analisis Bahasa Kiasan
Di dalam puisi yang berjudul “Kupu-Kupu” dari bait ke-1 sampai dengan bait ke-3 hampir semuanya tidak menunjukan adanya bahasa kiasan yang digunakan.
Analisis Bunyi
Pada puisi Kupu-Kupu bait ke-1, struktur bunyi yang ditulis mempunyai kesan yang merdu (efoni) dengan kombinasi bunyi yang bernada bunyi-bunyi vokal (asonansi) (a, i, u, e, o), yang terdapat pada kata-kata : kupu-kupu, lucu, warna sayapmu, indah dipandang selalu. Rima yang terbentuk aa aa .
Sedangkan pada bait yang ke-2, struktur bunyi yang membangunnya mengkombinasikan bunyi yang bernada parau (kakafoni) dengan kombinasi yang terdapat pada kata usil, diburu, sayapmu dicabuti, badanmu diteliti. Semuanya menyiratkan bunyi yang parau (sedih), meskipun rima yang terbentuk aa bb. Jika dianalisis dengan cermat, rima aa bb pada bait yang ke-2 ini terjadi sifat negatif (asosiasi). Sehingga tampak kuat suasana yang tercipta adalah tentang kesedihan dan keperihatinan.
Pada bait yang ke-3, dalam penggunaan kata dan kombionasi yang tercipta , kata tangkap mengandung asosiasi berempati dan ingin merasakan kesedihan. Kombinasi bunyinya terkesan indah (efoni) dengan kalimat : lestarikan hewan itu, ‘tuk menambah keindahan kebunmu.
Analisis Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi kupu-kupu adalah ajakan agar bisa melestarikan dan menjaga alam dan lingkungannya supaya tetap indah.
Hubungan Antar Unsur
Hubungan antar unsur puisi Kupu-Kupu yaitu diksi, bahasa kiasan, bunyi, dan amanat adalah baik. Sekalipun puisi ini ditulis oleh seorang yang masih anak-anak , tetapi cukup memberikan makna dan kesan dengan pilihan kata yang sederhana tetapi mempunyai bunyi yang cukup indah serta menyampaikan pesan yang luhur untuk anak-anak dan orang dewasa.
Kesimpulan
Di dalam puisi yang berjudul Kupu-Kupu menggunakan pilihan dan susunan kata (diksi) yang sederhana tetapi penuh makna. Susunsan kalimat yang terbentuk dari kata-katanya yang sederhana sesuai dengan umur anak-anak (penulis puisi). Meskipun tidak terdapat bahasa kiasan, tetapi struktur bunyi yang dibangun merupakan kombinasi yang bernada merdu (efoni) dan bernada parau dan sedih ( kakafoni). Amanat yang terkandung di dalam puisi Kupu-Kupu adalah ajakan agar bisa melestarikan dan menjaga alam dan lingkungannya supaya tetap indah.
1. Pengertian Unsur Ektrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, tidak terkecuali pada puisi. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang terdapat di dalam karya tersebut, sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).
Unsur intrinsik menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra seperti tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Unsur intrinsik hanya memandang unsur-unsur yang terdapat di dalam karya saja. Penilaian yang tepat untuk menentukan unsur intrinsik ini adalah penilaian objektif, karena penilaian tersebut hanya menilai unsur-unsur yang terdapat di dalam karya yang dinilai. Penilaian objektif menganggap sebuah karya sastra adalah karya yang berdiri sendiri tanpa mengaitkan karya sastra dengan sesuatu yang berada di luar karya itu, baik itu penyairnya, muapun aspek-aspek lain yang mempengaruhi.
Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sumber ilham bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya sastra.
Seorang sastrawan memiliki penalaran yang tinggi, mata batin yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ektrinsik yang dimaksud seperti filsafat, psikologi, religi, gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra tidak mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Sastrawan berupaya untuk menyalurkan obsesinya agar mampu dimaknai oleh pembaca. Visi dan persepsinya tentang manusia di muka bumi bisa ditangkap oleh pembaca, dan pembaca terangsang untuk tidak melakukan hal-hal yang berbau hedonis dan tidak memuaskan kebuasan hati. Persoalan amanat, tendensi, unsur edukatif dan nasihat bukanlah hal yang terlalu berlebihan dalam karya sastra. Bahkanunsur-unsur tersebut merupakan unsur paling esensail yang perlu digarap dengan catatan tanpa meninggalkan unsur estetikanya. Sebab jika sebuah tulisan hanya mengumbar pepatah-petitih sosial, kepincangan-kepincangan sosial, tanpa diimbangi aspek estetika, namanya bukan karya sastra. Tulisan tersebut hanyalah sebuah laporan jurnalistik yang mengekspose kejadian-kejadian negatif yang tenagh berlangsung di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, kehadiran unsur-unsur tersebut bersama dengan proses penggarapan kara sastra.
2. Biografi Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya bekerja sebagai pamongpraja. Ibunya masih mrmpunyai pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Kedua orang tuanya bercerai dan ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Setelah perceraian itu, Chairil mengikuti ibunya merantau ke Jakarta. Saai itu, ia baru lulus SMA.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja, namun tak satu pun puisi awalnya yang ditemukan. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya dengan membaca buku-buku dari pengarang internasional ternama, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini memberikan kesan lebih pada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang pedih sebagaimana yang tertulis dalam kutipan (1).
(1) Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil sayangi. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu. Hal itu ia lakukan sebagai tanda bahwa ia yang mendampingi nasib ibunya. Di depan ibunya juga, Chairil sering kali kehilangan sisi liarnya. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Chairil Anwar mulai memiliki perhatian terhadap kesusasteraan sejak sekolah dasar. Di masa itu, ia sudah menulis beberapa sajak yang memiliki corak Pujangga Baru, namun ia tidak menyukai sajak-sajak tersebut dan membuangnya. Begitulah pengakuan Chairil Anwar kepada kritikus sastra HB. Jassin. Seperti yang ditulis oleh Jassin sendiri dalam Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kegigihannya. Seorang teman dekatnya, Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Jassin juga pernah bercerita tentang salah satu sifat sahabatnya tersebut, “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Semua nama gadis itu masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Hapsah adalah gadis kerawang yang menjadi pilihannya untuk menemani hidup dalam rumah tangga. Pernikahan itu tak berumur panjang. Karena kesulitan ekonomi dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat itu, anaknya baru berumur tujuh bulan dan Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebab kematiannya. Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar yang menjadi notaris di bekasi harus meminta maaf saat mengenang kematian ayahnya di tahun 1999. Ia berkata, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar”, (Haniey:2007).
Tak sedikit buku-buku karangan Chairil semasa hidupnya, buku-buku itu adalah sebagai berikut. Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949), Tiga Menguak Takdir (1950, dengan Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986), Derai-derai Cemara (1998), Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide Kena Gempur (1951), dan terjemahan karya John Steinbeck.
Selain itu, karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya seperti Sharp gravel, Indonesian poems, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley? California, 1960), Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati (Madrid: Palma de Mallorca, 1962), Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963), Only Dust: Three Modern Indonesian Poets, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969), The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970), The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974), Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978), dan The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993).
3. Unsur Ekstrinsik dalam Puisi Aku
Puisi yang sebelumnya berjudul Semangat ini terdapat dua versi yang berbeda. Terdapat sedikit perubahan lirik pada puisi tersebut. Kata ‘ku mau’ berubah menjadi ‘kutahu’. Pada kata ‘hingga hilang pedih peri’, menjadi ‘hingga hilang pedih dan peri’. Kedua versi tersebut terdapat pada kumpulan sajak Chairil yang berbeda, yaitu versi Deru Campur Debu, dan Kerikil Tajam. Keduanya adalah nama kumpulan Chairil sendiri, dibuat pada bulan dan tahun yang sama. Mungkin Chairil perlu uang, maka sajaknya itu dimuat dua kali, agar dapat dua honor (Aidit:1999).
Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencariannya akan corak bahasa ucap yang baru, yang lebih ‘berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Chairil Anwar pernah menuliskan betapa ia betul-betul menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Idiom ‘binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.
Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil sendiri.
Pada lirik pertama, chairil berbicara masalah waktu seperti pada kutipan (2).
(2) Kalau sampai waktuku
Waktu yang dimaksud dalam kutipan (2) adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. Seperti yang telah tertulis di atas, bahwa Chairil adalah penyair yang sedang dalam pencarian bahasa ucap yang mampu memenuhi luapan ekspresinya sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa harus memperdulikan bahasa ucap dari penyair lain saat itu. Chairil juga memberikan awalan kata ‘kalau’ yang berarti sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat ia sampai pada apa yang ia cari selama ini, yaitu penemuan bahasa ucap yang berbeda dengan ditandai keluarnya puisi tersebut.
(3) 'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Pada kutipan (3) inilah watak Charil sangat tampak mewarnai sajaknya. Ia tahu bahwa dengan menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan penyair. Memang dasar sifat Chairil, ia tak menanggapi pembuicaraan orang tentang karyanya ini, karena memang inilah yang dicariny selama ini. Bahkan ketidakpeduliannya itu lebih dipertegas pada lirik selanjutnya pada kutipan (4).
(4) Tidak juga kau
Kau yang dimaksud dalam kutipan (4) adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk.
Berbicara tentang baik dan buruk, bait selanjutnya akan berbicara tentang nilai baik atau buruk dan masih tentang ketidakpedulian Chairil atas keduanya.
(5) Tidak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Zaini, salah seorang Sahabat Chairil pernah bercerita, bahwa ia pernah mencuri baju Chairil dan menjualnnya. Ketika Chairil mengetahui perbuatan sahabatnya itu, Chairil hanya berkata, “Mengapa aku begitu bodoh sampai bisa tertipu oleh kau”. Ini menunjukkan suatu sikap hidup Chairil yang tidak mempersoalkan baik-buruknya suatu perbuatan, baik itu dari segi ketetetapan masyarakat, maupun agama. Menurut Chairil, yang perlu diperhatikan justru lemah atau kuatnya orang.
Dalam kutipan (5), ia menggunakan kata ‘binatang jalang’, karena ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah ia ‘dari kumpulannya terbuang’. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia ‘dari kumpulannya terbuang’ karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya.
(6) Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Peluru tak akan pernah lepas dari pelatuknya, yaitu pistol. Sebuah pistol seringkali digunakan untuk melukai sesuatu. Pada kutipan (6), bait tersebut tergambar bahwa Chairil sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, Chairil masih memberontak, ia ‘tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap Chairik yang tak mau mengalah.
Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik selanjutnya.
(7) Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Inilah yang menegaskan watak dari penyair atau pun dari puisi ini, suatu ketidakpedulian. Pada kutipan (7), bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah ‘Dan aku akan lebih tidak perduli’, ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang diinginkannya.
Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
4. Simpulan
1. Unsur ektrinsik adalah unsur-unsur dari luar karya sastra yang mempengaruhi isi karya sastra. Contoh unsur ekstrinsik adalah psikologi, sosial, Agama, sejarah, filsafat, ideologi, politik.
2. Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ia meninggal pada pukul 15.15 WIB, 28 April 1949. Penyebab kematiaannya terdapat beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebabnya. Umur Chairil 27 tahun. Namun, kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh dalam menggeluti kesenian.
3. Unsur ekstrinsik dalam puisi Aku ini adalah Psikologi pengarangnya, Chairil Anwar. Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencarian corak bahasa ucap baru yang lebih ‘berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Ia menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Sajak Aku adalah sajak yang paling memiliki corak khas dari beberapa sajak Chairil lainnya. Sajak trsebut bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap yang biasa digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ‘binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.
Daftar Rujukan
Dewi. 2008. Pengertian Fungsi dan Ragam Sastra. dewi-biru.blogspot.com. (Diakses pada tanggal 24 Maret 2008)
Tuhusetya, Sawali. 2008. Karya Sastra yang Baik Tak Lepas dari Dimensi Hidup. sawali.info. (Diakses pada tanggal 24 Maret 2008)
Haniey. 2007. Biografi Chairil Anwar (1922—1949). penyair.wordpress.com. (Diakss pada tanggal 15 November 2007)
Ginting, T. D. 2007. Pertem(p)u(r)an Chairil Anwar dengan Tuhan. www.puisi.net. (Diakses pada tanggal 15 November 2007)
Aidit, Sobron. 1999. Bab 1: Chairil Anwar. www.lallement.com. (Diakses pada tanggal 15 November 2007)
- PUISI
Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani ”poeima” atau ”Poesis” yang berarti pembuatan. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut ”Poem” atau ”Poetry” yang berarti membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Definisi puisi cukup banyak, salah satu pendapat yang cukup mudah dipahami diantaranya mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya Sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa, yakni struktur fisik dan struktur batinnya ( Waluyo.1995:28, dalam buku Drs.Supriyadi, Mpd. Pembelajaran Sastra yang apresiatif dan Integratif dari SD 2006:44 ). Berdasarkan asal-usul istilah puisi dari atas dan berbagai pendapat para ahli, pengertian puisi dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata, rima, dan irama sebagai media penyampaian untuk membuatkan ekspresi, ilusi dan imajinasi.
Bila dibandingkan dengan karya sastra fiksi atau drama, pilihan kata dalam puisi cenderung padat, singkat, imajinatif sehingga dikatakan mempunyai bentuk tersendiri. Penggunaan rima dan irama agar puisi lebih indah juga merupakan pembeda yang sangat signitifikan bola dibandingkan fiksi dan drama.
· Pengertian Puisi Anak
Menurut Norton (323-324) puisi anak-anak mempunyai kriteria sebagai berikut:
- Puisi anak adalah puisi yang berisi kegembiraan.
- Mengutamakan bunyi bahasa dan membangkitkan semangat bermain bahasa.
- Harus berupaya memperbaiki ketajaman imajinasi visual dan kata yang dipergunakan mengmbangkan imajinasi, dan melihat serta mendengar kata-kata dalam cara baru.
- Menyajikan cerita sederhana dan memperkenalkan tindakan sehari-hari.
- Dituls berdasarkan pengalaman anak.
- Berbentuk informasi sederhana yang membuat anak dapat menafsir dan menangkap sesuatu dari puisi itu.
- Tema puisi harus menyenangkan anak-anak, menyatakan sesuatu kepada anak, menggelitik egonya, mengingat kebahagiaan, menyentuh kejenakaan dan membangkitkan semangat pribadi anak-anak.
- Dapat dibaca anak-anak dan mudah dimengerti.
Contoh puisi anak
BERDOA
Karya: Abdul Goni
Ibuku yang telah memelihara dan membesarkan daku
Dan dia telah menyekolahkanku
Dia satu-satunya untukku
Yang merawat aku semenjak kecil
Aku akan mendoakan ibuku
Karna dia mengayun-ayun
Ketika aku masih kecil
Dan dia yang membesarkanku.
Ø Jenis-jenis Puisi
1. Puisi Tradisional atau Puisi Lama
Yaitu puisi yang tidak mendapat pengaruh kesustraan barat puisi lama merupakan pancaran masyarakat lama yang mempunyai ciri-ciri:
a) Masyarakat yang hidup bersama atau masyarakat gotong-royong.
b) Merupakan masyarakat yang kurang mengenal baca tulis.
c) Merupakan masyarakat yang statis dan setia memertahankan sifat konservatif dan tridisional.
Ø Ciri-ciri Puisi lama
1. Puisi tradisional umumnya milik rakyat atau masyarakat dan tidak kenal pengarangnya (anonim), karena pada umumnya penyairnya tidak mau menonjilkan diri.
2. Pada asalnya disampaikan secara lisan, dari mulut ke mulut, namun akhirnya terdapat pula dalam bentuk tulisan.
3. Pada umumnya sangat terikat oleh syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi oleh norma sebuah puisi tertentu.
Ø Macam-macam Puisi Lama
1) Bidal
adalah puisi Tradisional yang berupa susunan kata atau kalimat singkat yang mengandung pengertian sindiran, perbandingan serta kiasan. Puisi yang dapat digolongkan bidai adalah sebagai berikut :
· Peribahasa atau ungkapan
adalah kiasan yang dinyatakan dengan kata-kata pendek dan singkat.
· Pepatah
adalah kiasan yang dinyatakan dengan kalimat.
· Tamzil
adalah kiasan yang diungkapkan dengan persajakan dan berirama.
· Perumpamaan
adalah kiasan yang berupa kalimat dan digunakan untuk menyampaikan seseorang atau suatu tabiat, perangaui, kelakuan yang didahului dengan kata-kata : seumpama, seperti, laksana, bagaikan, dll.
· Ibarat
adalah perumpamaan yang menyatakan sesuatu dengan sejelas-jelasnya serta dengan mengambil perbandingan.
· Pemeo
adalah kalimat pendek yang ada suatu waktu banyak dipergunakan sebagai semboyan guna membangkitkan atau mengobarkan semangat.
2) Pantun
3) Pantun kilat / karmina
adalah jenis pantun yang dalam 1 bait terdiri atas 2 baris. Baris pertama berupa sampiran dan baris kedua berupa isi.
Sajak pantun kilat adalah a, a
Contoh : - kura kura dalam prahu (a)
- pura pura tidak tahu (a)
2. Puisi Baru atau puisi modern
Adalah puisi yang sudah dipengaruhi seni budaya barat puisi baru berisi ide, ekpresi, pancaran penyairnya dan umumnya merupakan pancaran masyarakat baru yang tergolong puisi baru adalah puisi yang diciptakan pada zaman mulai pujangga baru sampai sekarang :
Macam-macam Puisi baru :
a) Puisi Naratif
adalah puisi yang mirip dengan cerita atau narasi. Puisi naratif disamping mempunyai tema dan amanat, latar, tokoh, gaya bahasa, juga rangkaian peristiwa yang dijalin dengan jelas aturannya.
Contohnya puisi ”AKU” karya Chairil Anwar (Maret 1943)
b) Epik
adalah puisi yang didalamnya mengandung serita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah.
Contohnya puisi ”TERATAI” karya Sanusi Pane (1957).
c) Puisi Lirik
adalah puisi yang berisi luapan batin Individual penyairnya dengan segala macam pengalaman, sikap maupun suasana batin yang melengkapinya.
Contoh puisi ”NISAN” karya Charil Anwar (oktober 1942).
d) Puisi Dramatik
adalah puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan dialog mauppun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu.
Contohnya puisi ”MENYESAL” karya Ali Hasjing (1954)
e) Elegi
adalah puisi yang isinya merupakan luapan kepedihan atau mengungkapkan kepedihan. Puisi jenis ini banyak dijumpai pada syair lagu yang sedih atau sendu.
Contohnya puisi ”KARANGAN BUNGA” karya Taufik Ismail (1966).
f) Himne
adalah puisi yang isinya tentang pujian kepada Tuhan atau ungkapan rasa cinta terhadap tanah air, pada perkembangannya himne juga dapat pula digunakan sebagai pujian kepada suatu organisasi atau proses.
Contohnya : Himne Guru
g) Puisi Kontemporer
adalah puisi modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Puisi ini menolak kata dan mengganti dengan titik,garis huruf / simbol.
2) Puisi yang menggunakan simbol-simbol non kata / menggunakan kata seminimal mugkin
3) Puisi yang dengan bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing atau bahsa daereh ke dalamnya.
4) Puisi yang mementingkan fisografi
5) Puisi yang menggunakan kata secara tepat sehingga menghasilkan ungkapan baru.
6) Puisi yang menggunakan kata-kata ”Supra” kata-kata yang dijungkir balikan suku-suku katanya.
Pelopor puisi kontemporer Indonesia adalah Sutardji Calzoum Backhri, Danarto, Ibrahim Sattah, dll
Contohnya puisi ”SHANG HAI ” karya Sutardji Calzoum Backhri
h) Puisi Mbeling
Mbeling berasal dari bahasa jawa yang berarti nakal, maunya sendiri, kelakar. Puisi mbeling dapat diartikan sebagai puisi yang isinya kritikan kata, dan mengandung unsur humor yang menyindir / menggelitik tapi ada unsur benarnya. Tokoh yang banyak menulis puisi mbeling adalah W.S.Rendra, Sutardji Calzoum Backhri, Ibrahim Sattah, Emha Ainun Najib, dll.
Contohnya puisi ”KWATRIN TENTANG SEBUAH POCI” karya Goenawan Muhammad.
Unsur-unsur Pembangunan Puisi :
1) Tema dan amanat
2) Citraan ( pengimajinasian )
3) Rima
4) Diksi
5) Irama ( musika lisan )
6) Sudut pandang
- PANTUN
Pantun adalah puisi lama yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1) Tiap bait terdiri atas empat baris
2) Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata
3) Sajaknya berselang abab
4) Hubungan baris : baris 1 dan 2 sampiran, sedangkan baris 3 dan 4 Isi. Pantun dikenal dan digunakan oleh hampir seluruh bangsa Indonesia, hanya didaerah tertentu istilahnya yang berbeda, misalnya Wangsalan/parikan (Jateng dan Jatim), Jula-juli ( Jatim), Pantun (melayu/Indonesia), Ende-ende (batak) dll.
Menurut isinya pantun dapat dibedakan menjadi :
a) Pantun anak-anak :
Ø Pantun bersuka cita
Ø Pantun berduka cita
b) Pantun Orang muda
Ø Pantun dagang atau nasib
Ø Pantun perhubungan
Ø Pentun berkenalan
Ø Pantun berkasih-kasihan
Ø Pantun perceraian
Ø Pantun beriba hati
c) Pantun Jenaka
d) Pantun Orang tua
Ø Pantun nasihat
Ø Pantun adat
Ø Pantun agama
Contoh Pantun anak-anak :
Elok rupanya si kumbang jati
Di bawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat Ibu sudah datang
Contoh Pantun Orang Muda :
Tanam melati dirama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Contoh Pantun Jenaka :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbang
Biar marah tertawa juga
Contoh Pantun orang tua :
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat juga kekal diammu
Ø Fungsi Pantun
1) Digunakan dalam kegiatan berumuskan upacara / religi
2) Digunakan dalam kegiatan Seni yang berfungsi sebagai hiburan
3) Sebagai alat komunikasi
4) Alat hiburan dan Jenaka
5) Alat pendidikan
- SYAIR
Syair adalah bentuk puisi lama yang terikat oleh jumlah larik setiap bait, jumlah suku kata, setiap barisnya dan semua lariknya merupakan Isi dan berirama akhir sama.
Ciri-ciri Syair :
1) Setiap bait terdiri empat larik atau baris
2) Setiap larik terdiri antara delapan sampai dua belas suku kata
3) Semua larik merupakan isi dan adanya hubungan yang logis
4) Rima akhir sama, yang dapat dirumuskan a,a,a,a
Fungsi Syair :
a. Sebagai hiburan
b. Media komunikasi
c. Kegiatan keagamaan
d. Media untuk menyampaikan berita
e. Media penyampai pengajaran
f. Gambaran daya kreativitas masyarakat melayu
Contoh Syair : “Syair Ilmu Bekalan Hidup”
Ilmu itu memang sakti
Sinarnya cerah cahaya sejati
Asal diamalkan dan ditaati
Sukar bercerai sampai kau mati
- TALIBUN
Talibun adalah bentuk puisi yang terikat oleh jumlah suku kata, tiap larik, rima akhir. Jumlah larik dalam satu bait dan tidak menunjukkan adanya hubungan yang logis pada larik-lariknya.
Ciri-ciri talibun :
1) Setiap larik atau baris jumlah katanya antara 6-12 suku kata.
2) Setiap bait terdiri 6 larik / lebih dan jumlahnya genap.
3) Setengah dari jumlah baitnya merupakan sampiran dan setengahnya lagi merupakan Isi.
4) Rima akhirnya dapat dirumuskan abc,abc,abcs,abcd.
5) Larik dalam setiap baitnya, hubungannya tidak / kurang logis.
Contoh Talibun :
Ayam kurik rambaian tadung
Ekor melewat dalam padi
Ambillah sayak berilah makan
Dalam daerah tujuh kampung
Tuan seorang tempat hati
Yang lair jadi diharamkan
Siapa belangir ke tepian
Jangan dahulu balik pulang
Tema-tema talibun yang umumnya digunakan
1) Keajaiban suatu benda atau peristiwa
2) Kebesaran / kehebatan suatu peristiwa
3) Kehebatan / kecantikan seseorang
4) Kelakuandan sikap manusia
BAB III
PENUTUP
Hakikat Sastra anak adalah karya Imajinatif dalam bentuk bahasa yang berisi pengalaman, perasaan, dan pikiran anak secara jujur, yang secara khusus ditujukan bagi anak-anak, ditulis oleh pengarang anak-anak atau orang dewasa. Topik Sastra anak dapat mencakup seluruh kihidupan manusia atau binatang yang mengandung nilai-nilai pendidikan, moral, agama, atau nilai positif lainnya.
Manfaat nilai Sastra anak bagi perkembangan kepribadian anak adalah sebagai berikut:
1) Memberikan nilai kesenangan bagi anak dari sastra yang didengarnya, akibatnya rasa senang itu dapat memotivasi anak untuk menyukai sastra dengan jalan membacanya.
2) Mengembangkan pemahaman anak tentang tingkah laku manusia yang berbeda-beda, yang sangat berguna bagi masa depan anak kelak.
3) Memberikan pengalaman yang universal.
PUISI
Dengan Puisi, Aku
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datan
g
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengetuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
UNSUR ± UNSUR INTRINSIK PUISI³Dengan Puisi, Aku´
TEMA
Tema dari puisi diatas yang berjudul ³Dengan Puisi, Aku´ adalahseseorang yang meng-ekspresikan perasaannya lewat puisi
RASA
Rasa yang ditimbulkan penyair pada puisi diatas adalah rasakeharuan.
DIKSI
³senja´ maksudnya adalah sampai tua/ lanjut usia.
³berbatas cakrawala´ maksudnya adalah berbatas langitmaksud dari berbatas langit adalah tidak ada batasnya.
³jarum waktu bila kejam mengiris´ maksudnya adalahJalannya waktu yang penuh masalah.
³nafas zaman yang buruk´ maksudnya adalah keadaanDunia yang tidak baik
-MAJAS
Majas Pleonasme
³jarum waktu bila kejam mengiris´
³berbatas cakrawala´
RIMAVokal ³ i ± a ´ menimbulkan efek tertentu terhadap rasa.
RITMEPuisi dibawakan dengan penuh penghayatan.
AMANATSeseorang dapat berkarya dengan meng-ekspresikan
perasaannya lewat sebuah puisi
ANALISIS PUISI “ DOA“KARYA CHAIRIL ANWAR
1. Puisi Doa karya Chairil Anwar
Doa
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
2. Analisis Unsur Intrinsik
a) Tema
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata “dua” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan Sang Pencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan.
Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi”Doa”sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.. Perhatikan kutipan larik berikut :
(1) Biar rusah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
(2) Aku hilang bentuk
remuk
(3) Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya dengan Tuhan. Kata “Tuhan” yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan.
b) Nada dan Suasana
Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah “pengembaraan di negeri asing”.
c) Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ”Doa” gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.
d) Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ”pengembaraan di negeri asing” yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Pintu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
DRAMA
DRAMA
C
AT
H
ITAM MENDAKWA
Pentas menggambarkan halaman belakang sekolah. Ada tembok bagian bagianbelakang sekolah itu. Di dekat tembok ada semacam bangku panjang yang sudah luntur wana catnya terletak di sebelah kiri. Tampak pada tembok coret-coretan yang dibuat dengancat
:
PROTHOLS, XELEX, THORAX, dan lain-lainnya. Tampaknya, coretan itu belum lamadibuat. Catnya belum kering benar. Tatkala lakon ini berlangsung, waktu menunjuk saat istirahat. Dari sebelah kirimuncul dua orang anak, siswa dan siswi. Tuti menarik tangan bakri. Tuti
:
(Nada mengajak) Lihat itu! Ayo, cepat. (Menarik tangan Bakri) Lihat itu.(Mereka tiba di depan tembok yang bercoret -coret dan memandangi tulisan itu.Tentu saja, Mereka membelakangi penonton, tetapi tidak perlu dipersoalkankarena ada alasannya). Nah, percaya tidak kamu? Bakri
:
Gila! (Menyentuh coretan). Catnya belum kering benar, Tut. PadahalTembok ini baru dikapur oleh Pak Dullah seminggu yang lalu, ya k an? Tuti
:
(Berjalan menuju bangku dan duduk) Ya, aku juga tahu itu. Terlalu!Bakri
:
(Membalik ke arah Tuti) Siapa yang terlalu ?Tuti
:
Yaaaa««« siapa lagi ?Bakri
:
Jadi, kamu juga sependapat dengan Pak Guru bahwa si Muhdom yangmembuat coret-coret ini?Tuti
:
Aku tidak bilang sependapat, aku hanya mengatakan siapa lagi kan ?
Bakri
:
(Mendekati Tuti) Maksudmu siapa? (Duduk) siapa? Tuti
:
Aku tidak tahu. (Berdiri, berjalan ke arah tembok, kemudian membalik kemembalik ke arah Bakri).Tapi, kalau aku piker bahwa di sekolah kita hanya Muhdom yang seringmembantu Pak Guru membuat dekorasi panggung, hiasan kelas, dansebangsanya itu. Mungkin dugaan Pak Guru tidak terlalu salah. Bakri : Ah, kamu ini, Tut. (Berdiri) Masak Muhdom? Dia sahabatku. Dan itu tidakmungkin. Tuti : Selama sahabatmu bukan malaikat, kemungkinan selalu ada. Lagi pula,siapa yang pintar main-main cat seperti ini kecuali Muhdom? Bakri : Jika kemungkinan selalu ada, aku menduga ini perbuatan Nyoman
Tuti : Maksudmu Nyoman sahabatku? Itu tuduhan tidak berdasar. Bakri : (Tersenyum) Naaaah, kalau menurut kamubukan Nyoman, menurut aku,juga bukan Muhdom yang membuat coret-coretan ini. (Berjalan ke bangku danduduk) Kita memang tidak tahu. Kamu tidak mengerti, aku pun demikian pula.Huh !! (Memandangi tulisan itu) (Terdengar beberapa anak memanggil -manggil, ³Tut, Tuti.´)Tuti : (Berteriak) Aku disini«..!!! (Ita,Tarso,dan Bardas muncul«.)Bardas : Tut, Muhdom akan disidang nanti selepas jam terakhir !!! (MenatapCoretan dan mendekatinya, lalu geleng -geleng kepala tujuh kali) Tuti : oh, ya ? (Memandang Bakri) Bakri : (Kaget,lalu berdiri) Apa? Ita : Ya, si Muhdom!!! Kasihan, dia. (Melihat coretan, lalu geleng -gelengKepala delapan kali) Tarso : Bagaimana, Kri. Dia kan sahabatmu««? Bakri : (Menahan marah) Gila!!! Pak Guru bilang begitu? (kepada Ita) Ita : Bukan, bukan Pak Guru. Bakri : Lalu si«««.. Tarso : (memotong) Tanjir yang ngomong. Bakri : Tanjir yang berbicara dan kalian percaya ? Bardas : Habis, dia keluar dari ruangan guru terus bilang begitu. Siapa tidakPercaya? (Semua terdiam, saling memandang. Sepi berlangsung tujuh detik. Bakri berjalanpelan-pelan menuju bangku lalu duduk. Berpikir. Ita mendekatinya dan duduk disebelahnya. Musik terdengar keras, gemuruh, lalu perlahan -lahan lenyap).
UNSUR-UNSUR INTRISIK DRAMA
TEMA
Memecahakan masalah untuk mencari tahu siapa yang mencoret -coret temboktembok sekolah.
ALUR/ PLOT
Drama di atas menggunakan alur maju.
PERWATAKAN/ PENOKOHAN
Tuti
berburuk sangka
Bakri
suka membela teman
Tarso
suka menyindir
Bardas
gampang percaya
Ita
baik
Tanjir
suka mengadu
LATAR/ SETTING
Di halaman belakang sekolah, waktu istirahat.
SUDUT PANDANG
Drama tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga.
MAJAS
Pleonasme pada kalimat ³selama sahabatmu bukan malaikat´.
DIALOG
Dialog dilakukan oleh enam orang
PARA PELAKU
1.Tuti 4. Bardas2.Bakri 5. Ita3.Tarso 6. Tanjir
AMANAT/ PESAN
Janganlah mencoret-coret tembok sembarangan dan jagalah kebersihan.
Janganlah berburuk sangka terhadap orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBACAAN HERMENEUTIK PUISI
“ DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA ”
Dari seorang guru kepada murid-muridnya
Karya. Hartojo andangjaja
Apakah yang aku punya anak-anakku
Selain buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber pengabdian kepadamu
Kalau hari minggu engkau datang kerumahku
Aku takut, anak-anakku
Kursi-kursi tua yang disana
Dan meja tulis sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerrita tentang hidupku dirumah tangga
Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita
didepan kelas, sedang menatp wajah-wajahmu remaja
-horison yang selalu biru bagiku-
Karena ku tahu; anak-anakku
Engkau terlalu muda
Engkau terlalu bersih dari noda
Untuk mengenal ini semua
(dikutp dari teori dan apresiasi puisi 1987 : 271)
Pada bait pertama / apakah yang aku punya anak-anakku / hal ini menggambarkan rasa kerendahan hati dari si Aku. Dia menyadari sepenuhnya tentang keadaan dirirnya. Aku menyadari betapa kurang mampu dirinya.
Selanjutnya dalam baris kedua dan ketiga pada bait pertama /selain buku-buku dan sedikit ilmu, sumber pengabdian kepadamu / hal ini menggambarkan penyesalan si Aku akan kehidupannya, yang tidak memiliki apa-apa. Dalam hidup ini aku hanya bisa memberikan buku-buku dan sedikit ilmu yang dijadikan alat untuk mengabdi kepada anak-anaknya. Tidak ada lagi yang dipunyai oleh Aku selain kedua hal tersebut. Jadi secara keseluruhan pada bait pertama menggambarkan ketidak mampuan dan ketidak berdayaan Aku. Aku merasa sangat miskin sehingga tidak mampu memberikan apa-apa pada anak-anaknya.
Pada bait kedua / kalau di hari minggu engkau datang kerumahku / pada bait ini si Aku menyatakan kekhawatiran yang berlebihan apabila anak-anaknya pada hari minggu datang kerumahnya. Si Aku merasa ketakutan apabila anak-anaknya datang ke rumah. Dia bingung karena apabila anak-anaknya datang dia tidak tahu harus berbuat apa, serta tidak tahu apa yang harus diperbuat. Dalam baris kelima / aku takut, anak-anakku / pada baris ini si Aku mulai menunjukan ketakutannya pada hal yang belum terjadi. Ketakutan si Aku mulai terlihat apabila anak-anaknya datang. Baris keenam, ketujuh, dan kedelapan / kursi-kursi tua yang disana, dan meja tulis sederhana, dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya / Ketakutannya karena kursi-kursi tua yang ada di rumahnya, meja tulis sederhana, dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya (citraan penglihatan). Si Aku takut sekali bila anak-anaknya melihat semua hal tersebut. Si Aku menyadari betul penderitaan yang dihadapinya. Dari semua hal yang ada di rumahnya tersebut, si Aku merasa tidak berani menunjukan semua itu kepada anak-anaknya. Si Aku sangat tidak ingin kalau anak-anaknya sampai melihat hal itu. Si Aku merasa bahwa hal tersebut tidak bole dilihat oleh anak-anaknya. Baris kesembilan / Semua padamu akan bercerrita tentang hidupku dirumah tangga / dalam baris ini penyair mengungkapkan betapa sederhana dan kurang layaknya kehidupannya di rumah. Penyair merasa tidak pantas apabila hal ini dilihat oleh anak-anaknya. Si aku menyadari betul bahwa dengan melihat hal-hal yang ada di rumahnya anak-anak tersebut menjadi tahu tentang keadaan dirinya. Si Aku menyadari betul bahwa dengan melihat benda-benda tersebut anak-anak memperoleh gambaran tentang keberadaan dirinya. Karena benda-benda tersebut akan bercerita kepada anak-anaknya tentang kehidupannya dirumah tangga. Secara keseluruhan pada bait kedua ini Aku menyampaikan perasaannya malunya kepada anak-anaknya. Si Aku merasakan betapa takutnya Dia jika Anak-anaknya datang kerumahnya.
Bait ketiga / Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita / Si Aku menyadari semua kehidupan yang dialaminya itu sangat tidak baik untuk anak-anaknya sehingga semua hal yang terjadi dalam kehidupannya tidak pernah ia ceritakan kepada anak-anaknya. Pada baris kesebelas / di depan kelas, sedang menatp wajah-wajahmu remaja / apabila Si Aku sedang mengajar didepan kelas dia selalu melihat wajah-wajah anaknya yang remaja. Wajah-wajah yang telah meninggalkan masa anak-anak dan hendak melangkahkan kaki menuju dewasa. Masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada baris keduabelas / -horison yang selalu biru bagiku- / makna horizon adalah batas kehidupan yang dialami oleh anak-anaknya warna biru melambangkan kegairahan atau masa muda yang sedang menggebu-gebu.(citraan penglihatan). Pada baris ketigabelas, empatbelas, limabelas, dan enambelas / Karena ku tahu; anak-anakku, Engkau terlalu muda, Engkau terlalu bersih dari noda, Untuk mengenal ini semua / pada bait-bait tersebut Si Aku menyadari sepenuhnya tentang kehidupan ini. Dia menyadari sepenuhnya bahwa anak-anaknya belum mampu untuk memahami arti kehidupan ini, belum mampu merasakan penderitaan yang dihadapi olehnya. Penyair menyadari bahwa anak-anaknya masih terlalu muda, masih terlalu polos untuk bisa mengerti tentang panderitaan dan kesengsaraan yang dialaminya. Dia menyadari sepenuhnya bahwa anak-anaknya masih sangat kecil dibaratkanbagai kertas yang masih kosong putih dan bersih belum tercoret atau ditulisi apa-apa oleh kehidupan ini. Pada bait ini si Aku menceritakan kegundahan hatinya yang teramat sangat. Si Aku menyadari betul bahwa anak-anaknya belum pantas mengetahui kehidupannya di dalam rumah tangga. Si Aku menganggap bahwa anak-anaknya masih suci dan polos sehingga belum cukup kuat dan mampu untuk mengetahui semua penderitaannya.
Posted in: Sastra
APRESIASI PUISI ”PERSEPSI ORANG DEWASA DAN ANAK-ANAK”
Puisi adalah salah satu kegiatan untuk mengungkapkan diri tentang semua hal. Baik sesuatu yang menyenangkan, menyedihkan dan semua perasaan yang dialami dan dirasakan. Melalui puisi semua bentuk perasaan yang ada dapat dituangkan. Kegiatan puisi dapat dilakukan oleh siapapun, baik orang dewasa dan anak-anak. Kholid A. Harras & Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwasanya, Puisi dapat memperluas dan mengintensifkan pengalaman (1993 : 95). Pernyataan ini dapat dijelaskan bahwasanya puisi dapat menyinari, menjernihkan dan memperdalam peristiwa sehari-hari, baik sebagai pelaku yang menuliskan puisi ataupun sebagai pembaca.
Apresiasi puisi dapat dilakukan oleh orang dewasa dan anak-anak. Dimana apresiasi yang terjadi akan memiliki sebuah perbedaan. Perbedaan yang terjadi dalam mengapresiasikan sebuah karya puisi, antara orang dewasa dan anak-anak yaitu berkaitan dengan pengetahuan seseorang (kognitif), keluasan pengalaman kehidupan seseorang, serta sikap yang terbentuk dalam diri seseorang karena tumbuh dan kembang yang terjadi.
Seperti yang ditulis oleh Kholid A. Harras & Henry Guntur Tarigan dalam salah satu bukunya, bahwasanya puisi yang baik adalah puisi yang dapat meningkatkan berbagai emosi, memperluas ide, gagasan, atau suasana hati (1993 : 100). Kegiatan apresiasi puisi tersebut, dapat dilakukan melalui kegiatan menghasilkan sebuah karya puisi atau mendeklamasikan/membacakan karya puisi.
Kegiatan mengapresiasikan puisi baik dalam hal menghasilkan sebuah karya puisi atau mendeklamasikan/membacakan karya puisi dapat dilakukan dengan kegiatan menyenangkan. Artinya menghasilkan dan mendeklamasikan puisi dapat dilakukan dengan mudah melalui kegiatan yang paling dekat. Baik berkaitan dengan sesuatu yang disukai, sesuatu yang menarik perhatian, sesuatu yang dirasakan, sesuatu yang dilihat dan semua hal/kegiatan lainnya.
Kholid A. Harras & Henry Guntur Tarigan dalam bukunya menuliskan bahwasanya puisi merupakan sebuah karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai estetik tersendiri. Nilai-nilai estetika sebuah puisi tersebut, diperoleh dari berbagai unsur yang menyusunnya. Unsur-unsur tersebut berkaitan dengan rima dan bunyi, irama (ritme), citra (imajeri) dan bahasa kias (1993:97). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat berkaitan dengan unsur-unsur tersebut :
Rima dan bunyi, berkaitan dengan bunyi yang langsung didengar saat puisi dibaca/menyimak, atau bunyi yang didengar/dirasakan dalam hati. Irama dapat berarti bunyi yang beraturan secara periodik. Karena kehidupan adalah sarat dengan irama, denyut nadi, helaan nafas, perputaran bumi yang berakibat siang dan malam, serta pergantian musim. Karena puisi yang dihadirkan merupakan irama imitasi dari kehidupan yang sebenarnya. Citra, merupakan komposisi kata dalam larik atau bait puisi yang dapat mengungkapkan pengalaman sensori. Citra berhubungan dengan imaji-imaji panca indra langsung, seperti pengelihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan dan selera. Bahasa kias adalah bahasa yang singkat, padat dan memusat. Bahasa kias dilakukan dengan menggunakan perbandingan, persamaan, dan pertentangan.
Mengenalkan dan memberikan pemahaman bagaimana sebuah apresiasi puisi pada anak, sebaiknya dilakukan secara bertahap. Karena proses tersebut terjadi melalui sebuah proses yang berbeda seiring dengan tumbuh kembang anak. Orang dewasa perlu juga memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik berkaitan dengan kegiatan mengenalkan puisi untuk anak dan bagaimana anak dapat menciptakan karya puisi. Bagaimana anak memahami sebuah puisi dalam membacakan kembali puisi yang ada atau bagaimana anak dapat mengapresiasikan diri dengan menghasilkan karya puisi sendiri.
Berikut ini apresiasi sebuah puisi yang dibuat penulis dan merupakan bentuk pemahaman penulis dari dua sudut pandang yaitu bagaimana orang dewasa melihat sebuah tema serta mengapresiasikan dengan menciptakan puisi dan bagaimana penulis mencoba melihat sebuah tema jika penulis melihatnya dari sundut pandang seorang anak.
Puisi : Persepsi Orang Dewasa
Sepak Bola
Semua terasa indah.....
Tiada satu kenangan hilang hingga kini
Terus dan terus terbayang di benakku
Tanpa perjanjian
Tanpa perjanjian
Malu-malu kusaksikan engkau,
Menari-nari di hamparan hijau
Kebanggaan terus hadir
Hingga tak kualihkan Pandangan Melihat seluruh aksimu
Keindahan itu ku rasakan hingga kini
Terimakasih Tuhan
kau pertemukan aku dan dia
Kami telah mengarungi samudera
Menggapai semua mimpi
Membawa sampan ke tujuan
Mencapai Kebahagiaan bersama
Puisi : Persepsi Anak-anak
Sepak Bola
Goal...Goal.....
Sorak gembira penonton
Menyaksikan pertandingan saat itu
Berlari kesana kemari
Membawa dan menendang bola
Aku ingin seperti mereka
Menjadi salah satu pemain bola
Mejadi terkenal seperti Ronaldo
Dipuja dan disuka orang
Pendahuluan
Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia. Karya-karya sastra lama yang berbentuk puisi adalah Mahabharata, Ramayana dari India yang berbentuk puisi atau kavya (kakawin) (Waluyo, 2003: 1). Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Walaupun singkat dan padat, tetapi berkekuatan. Karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (rima). Kata-kata itu memiliki makna yang lebih luas dan lebih banyak (Ibid, 2003: 1).
Karya-karya agung dalam banyak kesusastraan dunia selalu memberi pencerahan. Ia mengajak kita untuk senantiasa bersikap kritis dalam menanggapi dunia sekitar kita atau merangsang pembacanya agar tumbuh kepekaan emosional ketika hakikat manusia dilecehkan. Puisi, mengingat bentuknya yang lebih padat dan ekspresif, konon paling mewakili kegelisahan emosional. Konon juga, manusia sering kali merasa lebih mudah mengungkapkan kegalauan perasaan dan pikirannya lewat puisi daripada ragam sastra yang lain (Mahayana, 2005: 259).
Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna kepada pembacanya. Untuk menangkap rangkaian makna itu, tentu saja pembaca perlu masuk ke dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar yang dapat dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna teks. Sebagai sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dan implisit. Makna eksplisit dapat kita tarik dari perwujudan teks itu sendiri; pilihan katanya, rangkaian sintaksisnya, dan makna semantisnya. Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna; rangkaian sintaksis berhubungan dengan maksud yang hendak disampaikan. Adapun makna implisit berkaitan dengan interpretasi dan makna yang meyertai di belakang puisi bersangkutan (Mahayana, 2005: 260).
Dalam sejarah kesusastraan modern, Taufiq Ismail dikenal sebagai salah seorang tokoh Angkatan 66 yang memiliki pengaruh cukup populer dalam masyarakat. Popularitas ini tidak mungkin dapat diraih oleh Taufiq jika ia tidak memiliki karya puisi dan mempublikasikannya melalui berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Penyair yang mempublikasikan puisi pertamanya di majalah Bangkit pada tahun 1954 ini, sampai kini telah menghasilkan ratusan puisi. Meski Taufiq telah menrbitkan banyak kumpulan puisi, dalam perkembangan terakhir ini hanya dua buku antologi puisi yang terkenal secara luas, yaitu Tirani dan Benteng serta Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (Sayuti, 2005: 7).
Puisi “Dengan Puisi, Aku” dalam antologi puisi berjudul Tirani dan Benteng menarik untuk dianalisis maknanya karena isinya kurang lebih mengungkapkan kecintaan Taufiq Ismail terhadap puisi. Bagi Taufiq, puisi adalah sebuah nyanyian, dan ia berniat bernyanyi sampai akhir hayat (Sayuti, 2005: 9).
2. Puisi “Dengan Puisi, Aku”
DENGAN PUISI, AKU
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
1965
(Tirani dan Benteng, hlm. 62)
3. Pembahasan
Analisis yang dilakukan pada puisi “Dengan Puisi, Aku” mencakup beberapa aspek atau unsur dalam suatu puisi, antara lain: (1) jenis puisi, (2) bunyi dan rima, (3) citraan dan (4) penafsiran puisi.
3.1 Jenis Puisi
Puisi “Dengan Puisi, Aku” karya Taufiq Ismail ini termasuk dalam jenis puisi diaphan. Hal ini karena pembaca dapat dengan mudah mengerti maksud yang ingin disampaikan Taufiq Ismail. Walaupun menggunakan penggabungan kata-kata yang menyebabkan bahasa kias tetapi pembaca masih dapat dengan mudah menerjemahkan isi dari puisi tersebut. Berikut penggalan puisi yang menggunakan bahasa kias, tetapi masih dapat dipahami isinya oleh pembaca.
Dengan puisi aku bernyanyi
Dengan puisi aku bercinta
Dengan puisi aku mengenang
Dengan puisi aku menangis
3.2 Bunyi dan Rima
3.2.1 Bunyi
Dalam sebuah puisi, bunyi tidak hanya memperindah bacaan puisi bersangkutan. Tetapi juga dapat meciptakan gambaran dalam angan-angan pembacanya. Bunyi juga dapat menciptakan suasana, sehingga kesedihan, keterpencilan, kerisauan, dan suasana-suasana yang lain yang diharapkan dapat dirasakan oleh pembacanya dapat terpenuhi akibat pemilihan bunyi pada puisi bersangkutan (Suharianto, 2005: 22).
Dalam puisi “Dengan Puisi, Aku” pembaca diharapkan merasakan bagaimana kecintaan Taufiq Ismail dalam berpuisi. Karena Bagi Taufiq, puisi adalah sebuah nyanyian, dan ia berniat bernyanyi sampai akhir hayat, karena nyanyian yang indah menyenangkan pendengarnya (Sayuti, 2005:9).
3.2.2 Rima
Rima adalah pengulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan suatu puisi. Dalam persajakan rima dapat dibedakan menurut: bunyi dan letak dalam baris.
3.2.2.1 Rima Awal
Dengan puisi aku bernyanyi
.............................................
Dengan puisi aku bercinta
.............................................
Dengan puisi aku mengenang
.............................................
Dengan puisi aku menangis
............................................
Dengan puisi aku mengutuk
.........................................
Dengan puisi aku berdoa
.........................................
3.2.2.2 Rima Akhir
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
3.3 Citraan
Citraan merupakan gambaran yang timbul dalam khayal atau angan-angan pembaca puisi atau karya sastra umum. Gambaran dalam angan-angan seperti itu sengaja diupayakan oleh penyair agar hal-hal yang semula abstrak menjadi konkret, agar menimbulkan suasana khusus dan mengesankan (Suharianto, 2005 : 40). Citraan yang biasanya muncul dalam puisi antara lain: citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan gerak, dan citraan pencecapan.
3.3.1 Citraan penglihatan
Citraan ini merupakan citraan saat penglihatan digugah untuk mencoba merasakan apa yang ingin penyair sampaikan. Dalam puisi “Dengan Puisi, Aku” tidak terdapat citraan jenis ini.
3.3.2 Citraan Pendengaran
Citraan ini merupakan citraan manakala indra pendengaran akan digugah untuk merasakan maksud yang ingin disampaikan oleh penyair. Dalam puisi “Dengan Puisi, Aku” tidak terdapat citraan jenis ini.
3.3.3 Citraan Perabaan
Citraan ini merupakan citraan yang bertujuan menggugah indra peraba, sehingga dapat merasakan maksud yang ingin disampaikan oleh penyair.
..................................
Jarum waktu bila kejam mengiris
..................................
Pembaca diharapkan merasakan seperti teriris ketika mendengar dan membaca baris puisi tersebut.
3.3.4 Citraan Penciuman
Citraan ini merupakan citraan yang bertujuan menggugah indra penciuman, sehingga dapat merasakan maksud yang ingin disampaikan oleh penyair.
.........................................
Nafas zaman yang busuk
.........................................
3.3.5 Citraan Gerak
Citraan jenis ini merupakan citraan yang menggambarkan gerak, atau menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak. Dalam puisi “Dengan Puisi, Aku” tidak terdapat citraan jenis ini.
3.3.6 Citraan Pencecapan
Citraan ini merupakan citraan saat pencecapan digugah untuk mencoba merasakan apa yang ingin penyair sampaikan. Dalam puisi karya Taufiq Ismail ini tidak terdapat citraan jenis ini.
3.4. Penafsiran Puisi
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Puisi ini adalah ungkapan seorang Taufiq Ismail, puisi adalah sebuah nyanyian, dan ia berniat bernyanyi sampai akhir hayatnya, karena nyanyian yang indah dapat menyenangkan pendengarnya.
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Puisi adalah cinta, yang luas maknanya karena cinta itu universal dan bisa disampaikan melalui puisi.
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Puisi adalah bagian dari keimanan, aku mengenang artinya mengingat sang Pencipta untuk Keabadian yang akan datang, untuk mengingatkan diri agar tak lekang mengenang hari akhir yang abadi.
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Puisi juga media untuk meratap, menangis, bila kesedihan tak tertahankan yang diakibatkan diiris oleh waktu. Ketika waktu itu terlewati dengan hal-hal yang tidak bermanfaat tentunya kita akan menyesal bagai teriris pisau.
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Puisi adalah cara mengecam kezaliman, penindasan dan kesewenang-wenangan yang terasa buruk dan busuk, sekaligus sebagai saksi dari berbagai peristiwa sejarah.
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Puisi adalah cara berdoa, cara untuk mengingat serta mendekatkan diri dengan sepenuh hati kepada Tuhan Yang Maha Pencipta.
4. Penutup
Analisis yang dilakukan pada puisi “Dengan Puisi, Aku” mencakup beberapa aspek atau unsur dalam suatu puisi, antara lain: (1) jenis puisi, (2) bunyi dan rima, (3) citraan dan (4) penafsiran puisi. Jenis puisi pada puisi “Dengan Puisi, Aku” karya Taufiq Ismail ini berjenis puisi diaphan karena kata-kata kias pada isi puisi mudah dipahami oleh pembacanya. Bunyi dan rima puisi “Dengan Puisi, Aku” terdapat pada penempatan rima yang khas, seperti terdapat rima awal dan rima akhir. Citraan yang digunakan dalam puisi “Dengan Puisi, Aku” hanya ada dua citraan yaitu citraan penciuman dan citraan perabaan. Penafsiran puisi “Dengan Puisi, Aku” adalah sepenuhnya bagaimana kita sebagai pembaca puisi dapat memanfaatkan media puisi sebagai media yang baik dan bermanfaat untuk kehidupan di sekitar kita.
5. Daftar Pustaka
Mahayana, Maman S. 2005. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening Publishing.
Sayuti, Suminto A. 2005. Taufiq Ismail: Karya dan Dunianya. Jakarta: PT Grasindo.
Suharianto, S. 2005. “Pengkajian Puisi”. Buku Ajar Mata Kuliah Pengkajian Puisi. Semarang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Waluyo, Herman J. 2003. Apresiasi Puisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment