Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Advokasi
Belajar advokasi berdasarkan berbagai prinsip belajar yakni:
1) Ketika peserta didik terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian
debat, ke Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan
dengan situasi ceramah tradisional.
2) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik
karena hakikat debat itu sendiri.
3) Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri
mereka kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isuisu
sosial personal.
4) Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak belajar mengenai topiktopik
mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung
dalam pengalaman debat.
5) Proses debat memperkuat penyimpangan (retention) terhadap komponenkomponen
dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.
6) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun
belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini
dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.
7) Pendekatan intruksional belajar advokasi mengembangkan keterampilanketerampilan
dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, serta
komunikasi lisan maupun tulisan. Selain dari itu, model belajar ini akan
mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara efektif,
meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, serta
melakukan analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan yang muncul
dalam debat
1) Ketika peserta didik terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian
debat, ke Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan
dengan situasi ceramah tradisional.
2) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik
karena hakikat debat itu sendiri.
3) Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri
mereka kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isuisu
sosial personal.
4) Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak belajar mengenai topiktopik
mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung
dalam pengalaman debat.
5) Proses debat memperkuat penyimpangan (retention) terhadap komponenkomponen
dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.
6) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun
belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, model ini
dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.
7) Pendekatan intruksional belajar advokasi mengembangkan keterampilanketerampilan
dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, serta
komunikasi lisan maupun tulisan. Selain dari itu, model belajar ini akan
mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara efektif,
meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, serta
melakukan analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan yang muncul
dalam debat
PENDEKATAN DALAM PKN
1. evokasi (kebebasan & kesempatan)
2. Inkulkasi (menanamkan)
3. kesadaran
4. penalaran moral
5. analisi nilai
6. pengungkapan nilai
7. komitmen
8. memadukan
1. evokasi = inisiatif siswa utk mengekspresikan scr spontan
* didasarkan : kebebasan & kesempatan, terbuka, bersahabat, kondusif utk mengungkapkan pemikiran (perasaan siswa)
* kendalanya : cultural, psikologikal
* perlu : dorongan, stimulus
* peran : guru, orang tua, masyarakat dalam menanamkan moral
* nilai, norma, dikelas ≠ d masy
konflik = intra personal conflik, inter personal conflik
2. inkulkasi = menanamkan nilai moral (diberi pertanyaan yg mengarah ke moral siswa)
* dikembangkan pertanyaan nilai utk: memepengaruhi, mengarahkan pd kesimpulan nilai
* nilai yg ditanamkan d manipulasi ke dlm pertanyaan
3. kesadaran = bagaimana mengungkap & membina kesadaran nilai siswa. Kesadaran siswa ttg nilai yg d yakini akan terungkap. Bahkan siswa bisa mengungkap nilai org lain
4. moral
* anak dihadapkan pd dilema moral
* ambil keputusan berdasarkan alasan moral yg logis
* media stimulus : pertanyaan, pernyataan, cerita, gbr atau hal- hal yg dilematis
* focus pendekatan : nalar / logika & perasaan / nurani
5. analisi nilai
* analisis = tahapan ingatan / kognitif
* siswa mengkaji media / stimulus
* analisis : dimulai sekedar melaporkan, sampai memilih dan mengemukakan hasil kajiannya.
* pendekatan analisi erat dg penalaran
6. pengungkapan nilai
* upaya kesadaran diri dan memperhatikan diri sendiri
* faktor kunci pertimbangan yg di senangi atau tidak
* siswa di bina kesadaran emosional tentang nilai moral dg cara kritis dan rasional, utk menguji kebaikan, kebenaran, dan ketepatannya.
7. komitmen (kesepakatan)
* komitmen nilai yg mendasari guru dlm KBM (pola piker guru)
* nilai moral pancasila & UUD 45 mjd komitmen bangsa indonesia utk dilestarikan, di transformasikan pd generasi muda
* tujuan : melatih pola piker dan tindakan siswa pd komitmen bangsa
8. memadukan
* memadukan pengetahuan dan pengalaman riil siswa
* KBM = proses penyatuan pengetahuan dg pengalaman langsung melalui metode partisipasi, simulasi, sosio drama, studi proyek/ lapangan
* dlm KBM dikemukakan contoh perilaku, membantu siswa menirukan
* nilai dlm keluarga: kasih sayang, saling menghormati, kebersihan / keindahan, kepatuhan.
* Nilai lingkungan siswa : saling menyayangi, tolong- menolong, adil, disiplin, mematuhi aturan, jujur, sportif
* guru : perilakunya mjd acuan siswa, digugu dan ditiru, lebih percaya dr pd org tua.
. Pendekatan
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
B. Macam-macam Pendekatan PKn
Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa “…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration of human caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three. …three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri orang lain.
4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.
5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral. Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.
6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri (self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah. Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya. Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai. Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.
7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.
8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi penting untuk dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.
C. Implementasi Pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari
Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja. Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral (PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan masalah kenakalan remaja (siswa SLTP & SLTA) terutama pengguna narkoba dan berusaha untuk memberikan solusi. Penulis mengharapkan artikel ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam memberantas narkoba. Memang untuk mengatasi masalah kenakalan remaja perlu adanya kerjasama antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah secara kompak sehingga permasalahan yang di hadapi para remaja dapat ditangulangi secara tuntas.
PENUTUP
Berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang mempunyai aspek penekanan yang berbeda, serta mempunyai kekuatan dan kelemahan yang relatif berbeda pula. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan oleh berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang dapat digunakan juga dalam pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral. Hal tersebut sejalan dengan pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang proses pembelajarannya memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pelaksanaan program-program Pendidikan yang memfokuskan aspek Nilai dan Moral perlu disertai dengan keteladanan guru, orang tua, dan orang dewasa pada umumnya. Lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat juga memberikan kontribusi positif dalam penerapan pendidikan nilai dan moral secara holistik.
pendekatan kesejarahan
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
B. Macam-macam Pendekatan PKn
Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa “…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration of human caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three. …three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri orang lain.
4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.
5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral. Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.
6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri (self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah. Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya. Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai. Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.
7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.
8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi penting untuk dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.
C. Implementasi Pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari
Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja. Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral (PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan masalah kenakalan remaja (siswa SLTP & SLTA) terutama pengguna narkoba dan berusaha untuk memberikan solusi. Penulis mengharapkan artikel ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam memberantas narkoba. Memang untuk mengatasi masalah kenakalan remaja perlu adanya kerjasama antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah secara kompak sehingga permasalahan yang di hadapi para remaja dapat ditangulangi secara tuntas.
PENUTUP
Berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang mempunyai aspek penekanan yang berbeda, serta mempunyai kekuatan dan kelemahan yang relatif berbeda pula. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan oleh berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang dapat digunakan juga dalam pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral. Hal tersebut sejalan dengan pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang proses pembelajarannya memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pelaksanaan program-program Pendidikan yang memfokuskan aspek Nilai dan Moral perlu disertai dengan keteladanan guru, orang tua, dan orang dewasa pada umumnya. Lingkungan sosial yang kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat juga memberikan kontribusi positif dalam penerapan pendidikan nilai dan moral secara holistik.
pendekatan kesejarahan
Pendekatan tematik
PEMBELAJARAN TEMATIK merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan pembelajaran tematik ini merujuk pada tiga landasan, yaitu: landasan filosofis, psikologis, dan yuridis.
Ditinjau dari pengertiannya, pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Menurut Yunanto (2004:4), “Pembelajaran merupakan pendekatan belajar yang memberi ruang kepada anak untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar.”
“Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraa” Depdiknas (2007:226). Selanjutnya menurut Kunandar (2007:311), “Tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.” Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pemmbelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali tatap muka.
Pembelajaran tematik dikemas dalam suatu tema atau bisa disebut dengan istilah tematik. Pendekatan tematik ini merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, kemahiran dan nilai pembelajaran serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dengan kata lain pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama peserta didik dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema dalam pembelajaran tematik menjadi sentral yang harus dikembangkan. Tema tersebut diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik; 5) Peserta didik lebih mampu merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Peserta didik mampu lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Pembelajaran tematik mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri. Adapun ciri khas pembelajaran tematik di antaranya: 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa sekolah dasar; 2) kegiatan yang dipilih dalam pembelajaran tematik bertitik tolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui peserta didik di lingkungannya; dan 6) mengembangkan keterampilan sosial siswa, misalnya: kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Penggabungan beberapa kompetensi dasar, indikator serta isi mata pelajaran dalam pembelajaran tematik akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan merupakan tujuan akhir. Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi pelajaran secara utuh pula. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik
Menurut Kunandar (2007:315), Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni:
- Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
- Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
- Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
- Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi.
- Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
- Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
- Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain kelebihan di atas pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan mateti pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.
Pendekatan tematik merupakan suatu cara pandang dalam menyelenggarakan pembelajaran yang mengunakan berbagai konteks dalam kehidupan anak sehari-hari. Konteks itu sendiri dari benda, peristiwa, keadaan atau pengalaman yang berada dalam kehidupan sehari-hari dan mungkin dialami oleh anak pada suatu waktu. Pemilihan konteks ini memungkinkan guru dapat mengembangkan suatu strategi pembelajaran bermakna, utuh dan terpadu yang mengkaitkan antara pembelajaran satu dengan pembelajaran lainnya.
Pendekatan pembelajaran tematik lebih mengutamakan pembahasan berbagai konteks yang dimaksud, terutama aspek pengalaman belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran tematik menjadi bersahabat, menyenangkan, tetapi bermakna bagi siswa.
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Berpusat pada anak (children centred)
- Memberikan pengalaman langsung pada anak
- Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
- Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran
- Bersifat fleksibel
No comments:
Post a Comment